Share

Palsu

last update Last Updated: 2025-09-29 16:11:41

"Kamu udah nengok Senja? Atau ... minimal telfon gitu?"

Pertanyaan pertama yang dilontarkan Bima pada Rivan adalah seputar Senja. Bentuk kepedulian lelaki itu terhadap mantan istri temannya, yang memang patut dikasihani. 

"Untuk apa? Kami bukan suami istri lagi." 

Dengan angkuh Rivan mengisap rokok di tangannya. Terus menikmatinya dan tak acuh dengan tatapan Bima. 

Kini, keduanya sedang ada di sebuah cafe yang tak jauh dari pabrik. Mereka sengaja minum di sana sambil mengobrol, melepas penat setelah seharian berkecimpung dengan pekerjaan. 

"Kamu yakin akan sekejam ini, Van? Senja itu istrimu. Sebelumnya kamu juga mencintainya setengah mati. Sekarang sedingin ini, kamu nggak takut nyesel?" 

Bima ikut mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. Bukan untuk melepas penat, melainkan mengikis kegundahan karena cinta yang dipaksa patah sebelum mengepakkan sayapnya. 

Senja Pramudita, wanita yang berhasil mengusik hatinya pada pandangan pertama. Wanita yang sejak awal ia kenal sebagai pasangan Rivan, malah dengan andalnya mencuri cinta yang yang sebelumnya tak pernah berlabuh. Sempat terselip sesal dan kecewa dalam benaknya, mengapa Senja lebih dulu mengenal Rivan. Andai tidak, pasti dia punya kesempatan untuk memenangkan hati wanita itu. Karena baginya, Rivan bukan pasangan yang tepat untuk Senja. 

"Aku udah memikirkan ini dengan matang. Jadi nggak mungkin nyesel," sahut Rivan, penuh percaya diri. 

"Senja itu cantik. Meski jadi janda beranak satu, aku yakin banyak yang bersedia menjadi suaminya. Kamu rela, melihat Senja menikah dengan laki-laki lain? Hidup bahagia, seperti awal-awal kalian menikah dulu." 

"Kenapa nggak. Sekarang kami udah hidup masing-masing. Misal nanti dia mau nikah ya terserah, bukan urusanku." Rivan mengisap kembali rokoknya, lalu mengembuskan asapnya yang membentuk gumpalan-gumpalan putih. 

"Yang penting aku udah mengingatkanmu. Jangan sampai nanti nangis darah kalau Senja beneran bahagia dengan orang lain."

Bima memperingatkan Rivan dengan serius. Akan tetapi, lelaki itu hanya tertawa sumbang. Menganggap angin omongan Bima. Mungkin, kekecewaan terlanjur membunuh perasaan dalam hatinya. 

"Senja ... laki-laki ini memang nggak pantas untukmu. Ke depannya, biar aku saja yang membahagiakanmu," batin Bima sambil membuang puntung rokoknya ke dalam asbak. 

Dia berani berpikir demikian karena tahu benar kalau Senja tidak pernah selingkuh. Dia pun sangat paham, anak siapa yang dikandung Senja saat ini. 

***

Genap dua puluh hari Senja tinggal di rumah kontrakan, sendirian. Sampai sejauh itu, belum sekali pun ia dihubungi Rivan. Malah Senja yang sudah berulang kali mencoba menelepon dan mengirim pesan. Namun, berakhir gagal karena nomor Rivan di luar jangkauan. Entah sengaja ganti atau nomor Senja saja yang diblokir. 

Selama ini, justru Bima yang sering mendatangi Senja. Terkadang pagi-pagi dengan membawa bubur ayam, terkadang sore sambil membawa bakso dan buah-buahan. Tidak pernah lama, tetapi terhitung sekitar sebelas kali. 

Sebenarnya, Senja ingin bertanya tentang Rivan pada Bima. Tak dipungkiri, ada sesuatu yang ingin dia bicarakan dengan lelaki itu. Meski tak bertemu, Senja berharap bisa berbincang lewat telepon walaupun hanya sesaat. Namun, nyalinya terlalu ciut. Takut jika nanti Rivan tahu dan malah menganggapnya terlalu dekat dengan Bima.

"Tinggal dua puluh ribu. Apa kujual sekarang aja ya, sekalian untuk modal usaha. Dengan keadaan hamil gini, sering pusing, sering mual, aku nggak akan bisa kerja ikut orang."

Senja terdiam di ranjang kamar sambil memandangi selembar uang dua puluhan ribu dan juga cincin seberat empat gram miliknya yang dulu dibelikan Rivan. 

Mulai sekarang, Senja harus bisa memutar otak untuk memenuhi hidupnya. Mau berharap pada siapa lagi? Rivan? Dia saja tak bisa dihubungi, mana mungkin masih menggantungkan uang nafkah darinya. 

Perhiasan yang dibawa kemarin, ada dua anting-anting, dua kalung, dua gelang, dan tiga cincin, termasuk cincin pernikahannya dengan Rivan. Rencananya Senja akan membuat kue kering kecil-kecilan. Untung sedikit-sedikit asal cukup untuk makan setiap hari. Perhiasan yang lain biarlah menjadi tabungan, dijual nanti  kalau memang ada keperluan mendadak. 

"Baiklah, kujual saja yang ini. Terus sekalian beli bahan-bahan kuenya. Ya Allah, semoga nanti usahaku bisa lancar, biar aku bisa menjamin kehidupannya nanti," gumam Senja sambil mengusap perutnya. 

"Baik-baik ya, Nak, di sana. Jangan rewel. Bunda akan mulai berjuang untuk hidup kita nanti."

Senyum samar terukir di bibir Senja. Menyiratkan harapan atas mimpi yang mulai sekarang akan ia rangkai sendiri. 

Dengan niat dan tekad yang sudah bulat, Senja bangkit dan mengganti kaus pendeknya dengan kemeja panjang. Lalu menutup rambutnya dengan kerudung warna abu-abu. Wajahnya sekadar dipoles bedak tipis, seperti ciri khasnya yang memang tak suka riasan tebal. 

Sambil menyemangati diri sendiri, Senja berangkat dengan menggunakan angkot. Lebih hemat, dibanding naik taksi atau ojek online. Tak mengapa meski sedikit lebih lebih lama karena sering berhenti dan menaik-turunkan penumpang, yang penting ramah di kantong. Mulai sekarang, Senja harus pandai-pandai mengelola keuangan. 

Hampir satu jam kemudian, Senja baru tiba di toko perhiasan. Dulu ia dan Rivan juga membelinya di sana. Senja langsung disambut ramah oleh penjaganya, ditawari kalung, gelang, dan cincin model terbaru. 

Senja tersenyum tipis. Lalu mengutarakan niat kedatanganya. Ingin menjual, bukan membeli. 

"Oh, iya, Bu silakan. Mana cincin yang akan Anda jual?" 

"Ini mbak," jawab Senja seraya menyodorkan cincin yang akan dia jual, lengkap dengan surat pembeliannya. 

Awalnya Senyum Senja begitu kentara, membayangkan nanti ada modal untuk membuat kue kering, yang kemudian akan dijual. Namun, senyum itu mendadak sirna saat mbak-mbak penjaga kembali mendekatinya dengan senyum masam. 

"Mbak, ini cincinnya palsu."

Senja terperanjat. Tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Mustahil palsu, pikirnya. Dulu saja dia ikut membeli dan memilih sendiri cincin itu. 

"Mbak, coba periksa lagi! Nggak mungkin ini palsu. Suratnya saja masih ada kan, Mbak?"

"Suratnya tidak palsu, Bu, benar ini dari toko kami. Tapi, cincinnya palsu. Ini bukan emas, hanya imitasi yang dibuat persis."

"Hah?" Senja mendekap mulutnya. Lur biasa kaget. 

"Saya kasih contoh ya, Bu." Mbak-mbak penjaga mengambil dua cincin dan menunjukkannya pada Senja. "Semua perhiasan di toko kami ada nomor kodenya. Tapi, cincin milik Ibu tadi tidak ada. Artinya, ini bukan cincin yang dulu dibeli dari toko kami. Mungkin sudah diganti," sambungnya. 

Meski tak menjawab, tetapi Senja langsung mengambil cincin miliknya. Memang benar, tidak ada nomor kode di sana. Berbeda dengan cincin yang ditunjukkan oleh mbak-mbak penjaga. 

Lantas, Senja langsung melepas cincin pernikahannya dan melihat ada atau tidak nomor kode di sana. 

"Nggak ada juga," batin Senja dengan perasaan yang kacau. 

"Bagaimana, Bu?"

"Mbak, tolong periksa cincin ini! Apakah juga palsu?" 

Mbak-mbak penjaga tidak keberatan. Dengan ramah dia mengabulkan permintaan Senja, memeriksa cincin pernikahan yang baru saja dilepas. 

"Sama, Bu, ini juga palsu."

Senja tercekat, tak bisa lagi berkata-kata. Cincin pernikahan ... sedetik pun ia tak pernah melepasnya. Lantas, bagaimana mungkin itu berubah palsu? Kalaupun ada seseorang yang sengaja menukar, hanya satu orang yang bisa melakukan itu. Rivan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bintang Anjani
pasti akal akalan rivan lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Anak Siapa di Rahimku   Kita Cerai!

    Berbeda dengan Chandra yang pulang membawa kemenangan dan membagi kebahagiaan dengan wanita pujaan, sore ini Sintia pulang dengan langkah gontai.Niat hati mencari jawaban dengan menemui Benny, tetapi bukannya lega, ia malah makin hancur. Bisa-bisanya selama ini dimanfaatkan oleh pria sialan itu.Sudah totalitas dirinya dalam memberikan pelayanan di ranjang, berharap ada timbal balik yang memuaskan. Bahkan, dia sampai berani bermimpi untuk meninggalkan Dion dan berpaling pada Benny.Namun, balasan dari pria itu ternyata sangat kejam. Selain menikmati tubuhnya, Benny juga menjual informasi pada Chandra. Tak cukup itu saja, Benny masih merekam setiap adegan yang pernah mereka lakukan. Sialnya lagi, wajah Benny membelakangi kamera. Berbeda jauh dengan dirinya yang terpampang jelas.'Jadilah wanita yang patuh! Jual Altera pada Chandra dan jangan ikut campur lagi di perusahaan itu. Jika tidak ... maka video-video ini bisa menyebar di publik. Kamu pasti tidak ingin, kan, lekuk tubuhmu dinik

  • Anak Siapa di Rahimku   Seperti Suami Istri

    Tepat tengah hari, Chandra tiba di tempat Senja. Tanpa memberi kabar, tanpa meminta izin, ia langsung datang begitu saja. Dengan senyum dan hati yang berbunga-bunga tentunya.Kebetulan siang itu pelayan sedang sibuk di dapur, berkutat menyiapkan makan siang. Jadi Senja sendiri yang keluar membuka pintu, sembari membawa Askara dalam gendongan.Lantas, ia tertegun dalam beberapa detik lamanya. Menatap wajah Chandra yang begitu tenang mengulum senyum, perasaan Senja mendadak tidak nyaman. Terlebih lagi, hati malah dengan tidak tahu malunya berdebar tak karuan, seakan sengaja melawan kehendak otak yang makin gigih membangun tembok pertahanan."Aku boleh masuk, kan?" tanya Chandra dengan senyuman yang lebih manis, seolah sengaja menyadarkan Senja bahwa dirinya memiliki paras rupawan yang wajib dijadikan bahan pertimbangan."Silakan, Pak!" Senja menyahut gugup.Lantas, ia melangkah masuk dan membiarkan Chandra mengekor di belakangnya. Meski agak enggan, tetapi Senja duduk jua di sofa ruang

  • Anak Siapa di Rahimku   Masuk Jebakan

    "Cukup, Mas! Berhenti membentak! Berhenti memukul! Kamu nggak pantas melakukan ini padaku!" teriak Sintia sambil berusaha bangkit.Habis sudah kesabarannya. Tak mau lagi direndahkan sang suami, apalagi membiarkan diri dihajar secara fisik sampai babak belur. Oh tidak!Tamparan barusan saja sudah menyisakan rasa perih dan panas di kedua pipi. Sintia tak mau merasakan sakit yang lebih parah lagi. Cukup! Dia harus melawan dan membuka mata Dion, agar pria itu paham bagaimana caranya berkaca."Aku melakukan semua ini demi kebaikan kita! Aku berkorban agar perusahaan nggak jatuh ke tangan Chandra brengsek itu! Aku—""Kamu sudah gila, Sintia! Berkorban apa yang kamu katakan, hah? Kamu selingkuh, kamu tidur dengan pria lain. Itu yang kamu sebut berkorban?" pungkas Dion."Itu adalah imbalan yang harus kubayar agar dia mau membantu perusahaan kita, Mas. Kamu pikir aku bisa mengandalkan siapa? Kamu sendiri malah terkapar di rumah sakit, nggak bisa melakukan apa-apa. Kamu kira aku rela melihat pe

  • Anak Siapa di Rahimku   Dipermalukan

    "Bu Sintia, tidak menyangka Anda akan mengurusi masalah pribadi saya juga. Padahal sebenarnya itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, kecuali ... saya pacarannya di sini, sambil rapat seperti ini." Chandra kembali mengulas senyum. Lagi-lagi masih tenang dan tidak terpancing emosi Sintia yang sudah menggebu-gebu. "Tapi—""Saya akui, memang tidak sekali dua kali menjalin hubungan dengan wanita. Karena memang ... ada saja masalah yang membuat hubungan berakhir. Ada saja ketidakcocokan yang membuat kami memilih berhenti dan tidak melanjutkan hubungan pada tahap yang lebih serius. Tapi, saya rasa ini masih termasuk hal wajar. Saya yakin di luar sana, baik laki-laki maupun perempuan, banyak juga yang berkali-kali gagal dalam hubungan. Dan ... tidak otomatis karena merekanya yang tak bermoral. Terkadang sudah niat serius, tapi masih saja ada masalah yang membuat hubungan putus. Jadi, saya rasa ini bukan hal yang patut dibesar-besarkan, Bu Sintia."Chandra memotong ucapan Sintia dengan

  • Anak Siapa di Rahimku   Mendapat Dukungan Penuh

    "Bu Sintia, beliau-beliau sudah menyatakan kesediaannya untuk tetap berinvestasi di Altera. Dan ...."Chandra menggantungkan kalimatnya sesaat. Menyisihkan sedikit waktu untuk menyodorkan dokumen yang sedari tadi ia bawa."Ini adalah surat kontrak yang baru dari Voltanic. Ke depannya, Altera akan kembali menjadi distributor utama bagi perusahaan tersebut. Jadi ... dua janji saya sudah terpenuhi," lanjut Chandra dengan sangat tenang, malah disertai senyuman lebar, seakan sengaja menertawakan kekalahan Sintia.Melihat itu semua, Sintia hanya bisa menggeram lirih. Ini tak masuk akal, pikirnya. Para investor yang sebelumnya sudah berjanji menghancurkan Chandra, nyatanya hanya omong kosong. Voltanic yang katanya akan tersandung kasus, faktanya sampai sekarang belum ada kabar kedatangan polisi di sana."Bu Sintia, bagaimana tanggapan Anda?" ucap Chandra lagi, masih dengan senyum yang sama.Sebuah pertanyaan yang dibiarkan mengabur bersama keheningan dalam ruang rapat tersebut. Alih-alih mem

  • Anak Siapa di Rahimku   Dikhianati

    Menurut jadwal yang ditentukan, rapat akan dimulai jam setengah sembilan. Namun, baru jam setengah delapan, beberapa peserta sudah hadir di sana. Sintia beserta keluarganya, Chandra yang didampingi Norman, dan juga beberapa investor yang sebelumnya sempat mengundurkan diri.Setelah Chandra yang mengambil alih kursi kepemimpinan, mereka bersedia menjadi investor lagi untuk Altera. Karena dari sebelumnya, mereka sudah berdiri di pihak Chandra. Namun, entah akan bertahan lama atau tidak kesetiaan tersebut. Hanya waktu yang akan memberikan jawaban akurat."Kamu boleh bersikap angkuh sekarang, tapi lihat saja nanti. Kamu ... akan menangis darah, Chandra! Dan asal kamu tahu, menyesal pun sudah tidak akan ada gunanya," batin Sintia dengan tatapan yang memicing, meremehkan Chandra yang saat itu tampak tenang dan penuh percaya diri.Awalnya, Sintia sekadar bicara sendiri dalam hati, meluapkan kepuasan atas kemenangan yang sudah terpampang di depan mata. Namun, melihat Chandra yang seolah tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status