Beranda / Romansa / Anak Untuk Bosku / 01. Malam Pendosa

Share

Anak Untuk Bosku
Anak Untuk Bosku
Penulis: Nara Zennia

01. Malam Pendosa

Penulis: Nara Zennia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-18 13:01:42

"Jadwal anda hari ini sudah selesai, Pak. Dan untuk besok, akan ada rapat dengan klien pada pukul delapan. Saya sudah menyiapkan semua berkas-berkasnya." Kata Karina kembali mengecek pada sebuah buku agenda yang tidak pernah lepas dari tangannya itu.

Arshen mengangguk. "Terimakasih, Karina. Setelah ini, kau ikut makan malam denganku."

"Baik, Pak."

Detik selanjutnya keheningan mereka terpecahkan dengan dering ponsel yang berasal dari dalam kantung jas Arshen.

Pria itu sempat mengeceknya, namun ketika sudah terdengar decakan dan tanpa perlu pikir panjang langsung mendiamkan panggilan itu, sudah jelas pasti berasal dari Maura.

Mantan pacar Arshen.

Karina yang sudah bekerja lima tahun dengan Arshen tentu mengetahui sedikit banyak mengenai kehidupan pribadinya. Dan hubungan Arshen dengan Maura sangat tidak baik.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Maura masih tetap mengejar-ngejar cinta Arshen, tapi sepertinya pria itu sudah mati rasa.

"Menu makan malam kali ini adalah US Prime Rib Eye Steak, favorit anda, Pak."

Kata Karina menyebutkan menu yang sebelumnya memang direquest langsung oleh Arshen.

Lalu ekor matanya tidak sengaja menangkap kehadiran Maura beberapa meter dari mereka duduk, dan kini mulai berjalan menghampiri.

Arshen hanya mengangguk, fokusnya masih pada ponsel. Entah ada urusan penting atau memang sengaja untuk mengacuhkan perempuan yang kini memanggil nama sang mantan dengan suara mendayu manja.

"Arshen.. apa semua pekerjaanmu sudah selesai?"

Menyadari tidak ada tanggapan apapun dari pria itu, Maura beralih menatap Karina.

"Bagaimana dengan jadwal Arshen?"

"Semua jadwalnya sudah selesai, Nona."

Maura tersenyum miring. "Baiklah."

"Arshen, apa kau ingin minum wine?" Maura kembali bersuara. "Biar aku ambilkan, ya?"

Tak disangka, Arshen menjawab.

"Sekalian untuk Karina juga. Dia sudah bekerja keras hari ini."

Karina kelabakan, terlebih saat Maura meliriknya tidak suka. "Saya yang ambilkan untuk anda dan Nona Maura—"

"Tidak apa-apa kok, Karina. Biar aku saja yang ambil. Sebentar, ya."

"Karina, setelah selesai makan malam kau boleh langsung istirahat di kamarmu."

"Sungguh?" Sedikit sulit dipercaya karena jarang sekali Arshen mengizinkannya pergi sebelum dirinya pergi juga. "Terimakasih, Pak."

Karina mengangguk hormat.

Karina kemudian memutuskan untuk memakan steak di hadapannya ini dengan buru-buru. Meskipun rasanya sangat memanjakan lidah, tapi ia memilih untuk segera tidur daripada melihat drama di depan matanya yang entah sudah memasuki berapa episode ini.

Karina juga tidak tahu apa yang salah sebenarnya, mengapa Arshen menolak kembali pada Maura padahal bisa dibilang dia adalah perempuan yang mendekati kata sempurna.

Maura adalah seorang model terkenal yang tidak perlu diragukan lagi kecantikan dan keseksian tubuhnya. Keluarganya juga sama terpandangnya dengan keluarga Wijaya.

"Kalau begitu, saya izin beristirahat lebih dulu, Pak. Kalau anda membutuhkan sesuatu, langsung hubungi saya saja."

Arshen terlihat berpikir tapi akhirnya mengangguk juga.

Ketika perempuan itu hendak berdiri, tepat disaat itu juga seorang waiter menghampiri meja keduanya.

"Ini untuk anda, Pak Arshen." Pria berseragam hitam putih itu memberikan gelas padanya lebih dulu. Disusul dua gelas lain kemudian.

"Karina, maaf sebelumnya, tapi apa kau bisa mengirimkan lebih dulu email yang dikirimkan perusahaan Pak Bagas tadi pada saya? Saya ingin mempelajarinya langsung malam ini."

"Tentu, Pak."

Karina beralih membuka iPad yang berisi semua pekerjaannya itu. Lagi-lagi mengendus kesal dalam hati meskipun wajahnya tersenyum manis.

Arshen memang seorang workaholic yang selalu menyempatkan diri untuk bekerja di manapun dan kapanpun, bukan bekerja saat sempat saja. Tapi tolonglah, Karina sudah sangat ngantuk sekarang ini.

Sambil terus menggerutu dalam hati dan mata yang tidak teralihkan dari layar, tangannya meraih begitu saja gelas wine yang ada di meja dan meneguknya hingga tandas.

Tangannya sebisa mungkin digerakkan dengan cepat agar bisa cepat pula segera pergi dari tempat ini.

"Sudah selesai, Pak."

"Terimakasih, Karina."

"Saya permisi, Pak."

Perempuan itu kembali mengecek card hotel miliknya.

Lantai delapan, kamar nomor 808.

Awalnya semua terasa baik-baik saja, hingga entah mengapa Karina merasa cuaca tiba-tiba berubah menjadi panas. Hingga keringat sebiji jagung tak sadar mulai bercucuran di pelipisnya.

Karina menatap sekeliling, dan terdapat AC di tiap sudut. Tidak mungkin kan, hotel bintang lima seperti ini tapi AC-nya rusak?

Perempuan itu meneguk saliva saat merasakan suhu tubuhnya semakin naik, rasanya ingin segera memasuki kamar dan membuka semua pakaiannya.

Aneh sekali, Karina merasakan tubuhnya mendadak semakin tidak beres.

Panas, dadanya terasa..

"Karina."

Karina menoleh cepat. Entah mengapa jantungnya berdegup kencang begitu saja hanya karena mendengar suara berat milik Arshen. Padahal, suara itu sudah Karina dengarkan hampir setiap hari selama lima tahun lamanya.

Di luar dugaan, pria itu terlihat gelisah dengan dasi dilonggarkan dan tiga kancing teratas kemejanya yang terbuka.

Atau benar, AC di lantai hotel memang ini rusak?

"Karina.. Apa kau bisa menunjukkan di mana kamar saya?"

Pergerakan Karina yang hendak mendorong pintu terhenti.

"Kamar anda ada di sebelah sini, Pak."

Karina mengambil card hotel milik Arshen yang masih ada di dalam tasnya, membukakan pintu itu lalu mempersilakan bosnya untuk memasuki pintu di hadapannya ini.

"Silahkan, Pak."

Ketika Arshen sudah melewatinya, Karina kembali bergegas kembali menuju kamarnya. Ingin melesat masuk, sebelum sebuah tangan kekar menahan pintu yang hendak ditutup itu.

"A-ada apa Pak Arshen? Apa anda butuh sesuatu?"

"Ya. Saya membutuhkanmu, Karina."

Tangan Arshen yang semula menahan pintu kini mendorong tubuh Karina hingga keduanya memasuki kamar dan langsung menutup pintu yang otomatis terkunci itu.

Karina mengerjap bingung. Meskipun otaknya sedang tidak bisa diajak untuk berpikir jernih sekarang.

Tubuhnya semakin tidak nyaman saat melihat Arshen dengan keadaan seperti ini dalam jarak lima senti darinya.

Karina tidak mengerti.

Tubuhnya bergetar.. dan panas.

"Baik, Pak. Apa yang bisa saya bantu?"

"Ini."

Tanpa aba-aba apapun Arshen menelungkup wajah Karina dan membungkam bibir merona itu menggunakan bibirnya hingga Karina melotot tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan sang atasan saat ini.

Dengan sisa tenaga yang ia punya, Karina  berusaha memberontak namun rasanya seperti sia-sia.

Arshen memejamkan matanya dan terlihat sangat menikmati ciuman sepihak ini. Pria itu melumat dalam bibir Karina seolah ini adalah kesempatan terakhirnya.

Sedangkan lawan mainnya sibuk menepuk-nepuk pundak Arshen berkali-kali, oksigen di dadanya sudah diraup habis.

"Karina, saya sudah tidak tahan lagi."

Akal sehat Karina benar-benar sudah berfungsi. Sentuhan-sentuhan itu seolah membantunya.. untuk menghilangkan rasa tidak nyaman ini.

Karina semakin tidak mengerti.

"Karina, maaf.."

Itu adalah kata-kata terakhir yang keluar dari bibir merah merekah Arshen sebelum Karina kehilangan kesadaran dan pakaiannya terlucuti satu persatu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Anak Untuk Bosku    10. Aborsi

    "Bagaimana jika saya berhasil membuatmu percaya akan cinta, Karina?"Karina tertawa kencang seolah itu adalah hal lucu. Ah, kalimat seperti itu tidak akan pernah mempan bagi seorang Karenina."Omong kosong," jawab Karina setelah tawanya mereda. "Sudahlah, Pak, tidak perlu meyakinkan aku seperti itu. Aku bukan perempuan hehat yang pantas dipertahankan. Kau bahkan bisa menemukan puluhan perempuan lain yang lebih dari aku, yang dengan cuma-cuma mau menjadi istrimu," ujar Karina dan kali ini dengan nada yang lebih serius.Tidak, Arshen sama sekali tidak menginginkan semua perempuan-perempuan itu."Kau harus menyetujui itu, atau kita tidak akan pernah menikah sama sekali."Karina lalu meraih tasnya. Sudah cukup dengan perbincangan yang membuat kepalanya serasa ingin meledak ini."Tapi sepertinya, lebih baik kita tidak menikah daripada berakhir dengan status duda-janda itu. Ck. Kau hanya membuatku mendapatkan status lain." Karina menghela nafas panjang."Dan kesepakatan ini hanya diketahu

  • Anak Untuk Bosku    09. Harapan

    "Aku ingin kita bercerai setelah anak ini lahir."Arshen membeku untuk beberapa saat, senyumannya berubah, menjadi senyuman kesedihan."Apa yang kamu bicarakan, Karina?"Karina menghembuskan nafas panjang."Aku serius."Arshen terlihat tidak terima. "Jadi kau ingin mempermainkan pernikahan?""Ck. Bukan seperti itu.. aku kan sudah bilang tidak ingin menikah, berkali-kali mengatakannya. Kenapa semua orang tidak pernah menghargai keinginanku yang itu sih?!" Karina mengendus, lalu melanjutkan,"aku sudah berniat membicarakan tentang ini padamu. Aku akan melahirkan anak ini untukmu, dan aku akan pergi. Bukankah yang kau inginkan memang hanya dia? Kau begitu menginginkan anak ini, kan?"Arshen berpikir, dia terlihat cemas. Arshen tidak pernah menyangka Karina akan memiliki pemikiran seperti ini."Tapi kau malah nekat langsung mengaku pada keluargaku, dan kita terpaksa harus menikah dalam waktu dua minggu? Huh, aku memang sempat memiliki bayangan untuk menikah, tapi pernikahan ini benar-bena

  • Anak Untuk Bosku    08. Rencana

    "Saya ingin menikahi Karina secepatnya, Karina tengah mengandung anak saya."Senyuman pada wajah keriput Rudi luntur seketika. Digantikan dengan tatapan keterkejutan dan ketidakpercayaan.PLAK!Sebuah tamparan keras mendarat pada pipi kanan Arshen."Apa maksudmu, Pak Arshen?" suara Rudi naik beroktaf-oktaf. Menatap Arshen nyalang.Arshen menarik nafas. "Karina hamil. Dia tengah mengandung anak saya."Lalu beralih menatap Karina, yang sama sekali tidak berani untuk melihat kemarahan Ayahnya itu."Benar kau hamil hamil, Karina?!"Pria paruh baya itu membentak, hampir seperti teriakan. Suasana di ruang tamu itu semakin menegang sementara Karina hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat.Dia tahu Ayahnya sangat protektif pada putri-putrinya terkait pergaulan bebas selama ini.Kepalanya yang menunduk itu, hanya bisa mengangguk kecil."Ya Tuhan!" Rudi memijat pelipisnya yang terasa pening. Gayatri mengelus punggung suaminya itu, berusaha memberikannya kesabaran."Pak, saya minta maaf yang seb

  • Anak Untuk Bosku    07. Lamaran

    "Biar saya yang menyetir," kata Arshen setelah keluar dari restoran tempat mereka menghadiri jamuan makan malam."Tunggu. Saya akan menghubungi Pak Sigit."Karina hendak mengambil ponselnya di dalam tas untuk menghubungi supir pribadi Arshen yang sebelumnya mengantarkan mereka berdua ke tempat ini, tapi Arshen menahannya."Saya yang akan menyetir, Karina," ulang Arshen dan kini lebih tegas tapi tetap terdengar lembut.Karina pasrah, lalu berjalan memutar untuk duduk di kursi samping pengemudi.Sepanjang perjalanan, tidak ada sama sekali percakapan di antara keduanya. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing."Anda tidak perlu mengantarkan saya pulang, Pak."Suara Karina memecah keheningan setelah menyadari arah yang ditempuh Arshen bukanlah menuju apartemen pria itu sendiri, melainkan menuju ke kediaman Karina."Mengapa tidak boleh? Saya ada urusan penting di rumahmu.""U..urusan penting?"Karina melotot. "Tentu saja, saya harus segera menemui Ayahmu.""Apa?! Jangan sembarangan, Pa

  • Anak Untuk Bosku    06. Rumor

    Apakah 'cinta' itu sungguh ada?Jika iya, mengapa dua orang yang saling mencintai sebelumnya dengan cinta seluas lautan itu bisa tiba-tiba mengering?"Karina sayang, ayo sarapan dulu."Itu adalah suara Ibu tiri yang dinikahi Ayahnya dua tahun setelah perpisahannya dengan sang Ibu. Bahkan setelah waktu yang mereka habiskan bertahun-tahun lamanya bisa berubah secepat itu. Bukankah itu menandakan cinta itu tidak ada? Dirinya hadir di dunia ini bukan karena cinta."Iya Bunda, sebentar."Karina membasuh mulutnya setelah acara muntah-muntah dipagi hari selesai. Kini ia tidak perlu bertanya-tanya apakah yang salah dengan dirinya. Memang ada makhluk kecil di dalam perutnya yang suka mencuri waktu.Perempuan itu menyibakkan kaos yang dikenakan hingga perutnya terlihat. Memantau pantulan tubuhnya di cermin, apakah ada yang berubah pada tubuhnya kecuali perutnya yang sedikit menonjol ini? Sepertinya tidak ada. Lebih tepatnya belum.Karina perlahan mengusap perutnya ragu-ragu, di dalam sana tenga

  • Anak Untuk Bosku    05. Delapan Minggu

    "Selamat, Pak, istri anda sedang mengandung."Ini gila!Benar-benar gila!Bagaimana bisa setelah melakukan pengecekan singkat pada Karina, Dokter itu malah langsung menjabat tangannya dan Arshen bergantian seolah baru saja mendapat kabar paling membahagiakan sedunia?Karina seperti mendengar sambaran petir di siang bolong.Arshen tersenyum, senyuman yang manis sekali. Matanya sempat bertemu dengan Arshen tapi buru-buru dialihkannya dengan yang lain.Tubuhnya mematung dengan tatapan mata kosong melihat pada atap putih tempat dirinya diperiksa. Ia sampai butuh waktu hingga beberapa saat sebelum bisa mencerna apa yang baru saja menimpanya.Kabar kehamilan?!Tolong siapapun bangunkan Karina dari mimpi buruknya ini."Kondisi Ibu Karina yang sering mual dan lemas merupakan hal yang wajar terjadi pada kehamilan di trimester pertama. Karena sepertinya, istri anda ini adalah tipe ibu hamil yang riweuh, alias sedikit-sedikit mual dan penciumannya sangat sensitif. Tapi tenang saja, hal itu biasa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status