Share

05. Delapan Minggu

"Selamat, Pak, istri anda sedang mengandung."

Ini gila!

Benar-benar gila!

Bagaimana bisa setelah melakukan pengecekan singkat pada Karina, Dokter itu malah langsung menjabat tangannya dan Arshen bergantian seolah baru saja mendapat kabar paling membahagiakan sedunia?

Karina seperti mendengar sambaran petir di siang bolong.

Arshen tersenyum, senyuman yang manis sekali. Matanya sempat bertemu dengan Arshen tapi buru-buru dialihkannya dengan yang lain.

Tubuhnya mematung dengan tatapan mata kosong melihat pada atap putih tempat dirinya diperiksa. Ia sampai butuh waktu hingga beberapa saat sebelum bisa mencerna apa yang baru saja menimpanya.

Kabar kehamilan?!

Tolong siapapun bangunkan Karina dari mimpi buruknya ini.

"Kondisi Ibu Karina yang sering mual dan lemas merupakan hal yang wajar terjadi pada kehamilan di trimester pertama. Karena sepertinya, istri anda ini adalah tipe ibu hamil yang riweuh, alias sedikit-sedikit mual dan penciumannya sangat sensitif. Tapi tenang saja, hal itu biasanya akan berkurang ketika kandungan istri anda sudah menginjak trimester ke dua."

Penjelasan panjang lebar Dokter cantik bernama Tari ini terdengar mendengung di telinga Karina.

Bisakah hentikan menyebut-nyebut kata 'istri anda'?! Di sini Karina dan Arshen hanyalah sebatas atasan dan bawahan. Tolong garisbawahi itu. Sejak kapan statusnya melonjak tiba-tiba menjadi istri dan.. calon ibu dari anaknya?!

Harusnya Karina mendengarkan saran Bella untuk segera melakukan tes lebih awal. Jadinya Karina tidak perlu serangan jantung seperti ini karena mengetahui kabar kehamilannya secara langsung ketika sedang bersama Arshen!

Untuk apa tadi ia repot-repot menggunakan testpack sebanyak itu?!

"Berapa usia kandungannya, Dok?" Tanya Arshen begitu antusias.

Senyuman lebar tidak luntur sedikitpun dari wajah tampannya itu. Meskipun Arshen adalah orang yang ramah, selama lima tahun bekerja baru kali ini Karina melihat Arshen terlihat begitu bahagia.

Apalagi jika Karina memikirkan apa yang akan dilakukan Ayahnya ketika mendengar kabar putri bungsunya hamil tanpa suami?!

Kepala Karina semakin sakit mengingatnya.

"Untuk pemeriksaan lebih lanjut Bapak bisa langsung menemui Dokter obgyn. Saya akan langsung memberikan surat rekomendasinya."

Dokter Tari menuliskan sesuatu pada kertasnya. Sedangkan tubuh Karina yang terasa kaku ini dipaksakan untuk bangkit dari ranjang pemeriksaan.

Masih dengan tatapan kosong, Karina ikut menjabat tangan Dokter Tari sebelum keluar dari ruangannya.

"Karina, kita harus segera menemui Dokter kandungan untuk mengetahui keadaan kandunganmu." Nada bicara Arshen kentara sekali bahagianya.

Apa dia tidak sadar yang dalam posisi mengandung ini serasa ingin mati besok?!

Arshen bahkan merangkul bahu Karina ketika berjalan di lorong rumah sakit layaknya sepasang pengantin baru yang sedang berbahagia menyambut calon buah hati pertama. Karina berdecak. Ia tidak bisa diam saja seperti ini!

"Pak."

Langkah Karina terhenti dan berusaha menjauh dari jangkauan lengan kekar Arshen. Membuat pria itu menatapnya bingung.

"Ini tidak benar, Pak." Kata Karina lalu mengambil langkah mundur menjauhi Arshen.

"Bagaimanapun saya adalah sekretaris anda. Apa yang akan dikatakan orang-orang kantor ketika tahu tentang kabar ini?" Karina menghembuskan nafas kasar. "Malam itu kita sama-sama dalam keadaan tidak sadar, itu sebuah kecelakaan, Pak. Tidak seharusnya bayi ini ada."

Kedua mata Arshen melebar terlebih mendengar kalimat terakhir yang perempuan itu ucapkan.

"Tidak perlu memikirkan pendapat orang lain, karena saya akan menikahi kamu secepatnya, Karina."

"A-apa?!"

Karina melotot. Saking terkejutnya dengan perkataan Arshen yang seolah seringan bulu itu matanya seperti ingin meloncat dari tempatnya.

Arshen justru malah tersenyum, lalu meraih tangan Karina dan kini menautkan jari-jari mereka. Genggaman yang hangat. Dan selama lima tahun mereka bersama —maksudnya sebagai bawahan dan atasan— tentu ini adalah kali pertama Arshen berani melakukan ini pada Karina.

"Karina, kamu tidak perlu memikirkan apapun sekarang. Saya janji, saya akan selalu ada untuk kamu. Yang terpenting, bagaimana bayi kita bisa tetap sehat."

Karina semakin kehabisan kata-kata mendengar kata 'bayi kita' yang diucapkan dengan begitu lembut oleh Arshen. Ayolah, setelah istri anda, bayi kita, lalu apalagi kata-kata mencengangkan yang akan didapatnya setelah ini?

"Ibu Karenina Ayla Dewi?"

Dokter itu membenarkan posisi kacamata bulatnya ketika mengeja nama di kertas.

"Panggil Karina saja, Bu."

Sahut si pemilik nama mengoreksi.

"Ah, baik, Ibu Karina dan Pak Arshen, selamat atas kehamilannya. Anak pertama, ya?"

Kedua alis Karina menyatu apalagi mendengar Arshen yang malah menyetujui dugaan ngawur itu.

"Kehamilan pertama itu, memang harus cukup beradaptasi ya, Bu. Perubahan hormon dan suasana hati yang tiba-tiba, belum lagi morning sickness. Di sini tertulis keluhan Ibu Karina sering mengalami pusing dan mual, ya?" Dokter bernama Reni itu membacakan catatan yang sempat diberikan Dokter Tari tadi.

Karina mengangguk saja. Melihat antusiasme Arshen seperti itu, rasanya sulit untuk dijelaskan.

"Selama mualnya masih dalam batas wajar, itu tidak apa-apa, Bu. Biasanya lebih sering muncul di pagi hari, meski tak menutup kemungkinan bahwa wanita hamil merasa mual di siang, sore, dan malam hari."

"Saya sering mual, Dok. Apalagi kalau mencium bau-bau menyengat. Bahkan makanan kesukaan saya sekalipun."

Dokter Reni mengangguk sambil tersenyum. "Bahkan ada juga beberapa Ibu hamil yang sensitif sama bau suami sendiri. Alhasil tidak mau dekat-dekat, tapi banyak juga yang mengalami sebaliknya," jelasnya diakhiri kekehan ringan.

"Tapi ibu tenang saja, biasanya akan hilang ketika usia kandungan sudah dua belas minggu."

Dokter Reni mengambil sebuah kertas untuk mencatat hasil pemeriksaan, dan kembali memandang Karina dan Arshen bergantian.

"Kapan tanggal terakhir kali Ibu dan Bapak berhubungan badan? Dan juga tanggal terakhir Ibu Karina menstruasi."

Karina dan Arshen kompak saling pandang.

Pertanyaan apa itu? Bahkan mereka hanya melakukannya sekali.

"Saya terakhir menstruasi bulan Februari, Dok." Karina menjawab cepat. "Untuk tanggalnya sudah tidak ingat."

"Baik, kita langsung melakukan USG saja ya Pak, Bu. Untuk mengetahui kondisi janin."

Karina pasrah saat Dokter berkaca mata bulat itu mengarahkannya untuk berbaring. Lalu memberikan gel pada perut disusul sebuah alat kini menari-nari di atas perutnya.

Mata Karina yang semula memandang Arshen yang begitu berbinar-binar menatap layar monitor, kini mengikuti arah pandang pria itu.

Di layar hitam dengan sebuah gambar gumpalan kecil di tengahnya, Dokter Reni mulai menjelaskan secara rinci meskipun terdengar seperti nyanyian tidur bagi Karina.

"Janin sudah berusia delapan minggu, sekarang sudah sebesar kacang merah dengan panjang sekitar 2,7 sentimeter. Bentuk wajahnya sudah mulai jelas, ini telinganya, bibir atasnya." Dokter Reni menjelaskan dan kini menunjuk layar monitor menggunakan laser merahnya meskipun Karina masih tidak mengerti dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Gumpalan kecil itu.. adalah bayinya?

Bayinya dengan Arshen?..

Ya Tuhan..

"Ingin mendengarkan detak jantungnya?"

"Tentu, Dok!" Jawab Arshen tidak sabar.

Dan entah bagaimana, ketika Dokter Reni memencet satu tombol pada alatnya terdengar bunyi yang merupakan detak jantung makhluk kecil yang kini hidup di dalam perut Karina. Semuanya masih terasa seperti mimpi. Bahwa sekarang, ada nyawa lain di dalam tubuhnya.

Karina yang semula hanya melamun mengerjapkan matanya merasakan Arshen yang kembali menggenggam tangannya yang dingin. Pria itu tersenyum tulus, sangat tulus. Bahkan matanya terlihat berkaca-kaca saat menatap Karina.

Apa dia begitu bahagia mendengar kabar ini? Oh astaga..

"Pendengaran janin juga sudah berfungsi. Jadi diharapkan sering-sering mengajak komunikasi janin, Pak, Bu."

Karina menghembuskan nafas panjang. Tak lagi mendengarkan penjelasan panjang kali lebar Dokter Reni. Biarlah Arshen yang kenyang akan itu.

Setelah berbagai pemeriksaan panjang selesai, Karina akhirnya bisa keluar dari ruangan itu dan melangkah terburu-buru mendahului Arshen yang memanggil-manggil namanya di belakang.

Tidak peduli dirinya sekarang masih berstatus sekretaris pria ini atau apapun itu. Karina serasa ingin mencakar-cakar wajah tampan Arshen yang terlihat sangat cerah karena berani-beraninya telah menghamili Karenina!!

"Karina! Kamu harus berhati-hati, perhatian langkahmu saat berjalan atau kalian berdua akan celaka."

Arshen memegang tangannya, tapi dengan cepat Karina melepasnya kasar.

"Pak, saya tidak menginginkan kehamilan ini."

Karina akhirnya bisa mengucapkan kalimat yang sedari tadi tertahan di kerongkongannya.

"Bayi ini adalah aib dan hukuman kita berdua akibat malam penuh dosa itu, Pak!"

"Jaga ucapanmu, Karina. Dia bisa mendengar perkataan buruk Ibunya."

"Ck, saya tidak peduli!" Karina membentak. "Yang jelas, saya tidak mau bayi ini merusak hidup saya yang sudah tertata rapi. Saya belum siap jadi Ibu."

Arshen memegang kedua bahu Karina membuat perempuan itu menatapnya. Tak lagi sorot hangat dan ramah Karina seperti biasanya di mata itu, tapi sebuah tatapan tajam.

"Saya akan menikahi kamu, dan kita akan merawat bayi kita bersama-sama. Saya akan melakukan apapun untuk kehidupan layak kalian berdua, Karina."

Alih-alih ikut terbawa emosi, Arshen masih menghadapi Karina dengan penuh kelembutan.

"Saya minta maaf dengan sangat, memang malam itu kita telah melakukan dosa, tapi tidak ada bayi yang terlahir dengan dosa, Karina. Tolong, dengarkan ucapan saya." Arshen memohon.

Perempuan itu masih menggeleng keras.

"Saya hanya mau menikah dengan orang yang saya cintai, Pak." Suara Karina memelan kemudian, "jika saja saya percaya 'cinta' itu benar adanya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status