Aksa segera membawa Leta ke apartemen pribadinya, dia tidak ingin membuat orang-orang di rumah khawatir tentang keadaan Leta. Untung saja apartemen itu selalu bersih, karena memang Aksa menyuruh seseorang untuk membersihkannya seminggu sekali.
Aksa menyuruh Jaka untuk meninggalkannya saja dan bergabung bersama yang lain. Sebelum itu, dia menyuruh Jaka untuk menelfon seorang dokter untuk datang ke apartementnya.
Aksa membawa masuk Leta ke kamarnya, perlahan dia menaruh tubuh Leta ke ranjang. Tapi saat dia ingin beranjak, Leta menahan tangannya.
"Aku takut," ucap Leta menatap Aksa, buliran air mata masih jatuh membasahi pipi mulusnya.
Aksa tersenyum, dia mengelus lembut kepala Leta. "Tenanglah, aku tidak meninggalkanmu. Tunggu sebentar," ucap Aksa mengecup kepala Leta lalu berdiri.
Tak lama dia kembali dengan baskom berisi air hangat, dia duduk kembali di samping Leta. Mengusap luka Leta dengan handuk yang dibasahi oleh air hangat.
"Maaf sayan
Malam sudah larut, ketika seseorang memasuki sebuah gudang. Semua orang sudah terlelap dalam tidurnya, hanya ada suara tapak kaki, itu pun terdengar sangat pelan.Malam yang sedikit mendung itu menunjukan bulan yang bersembunyi di balik awan. Bintang pun demikian, seolah malam ini adalah malam yang paling sunyi tanpa adanya suara jangkrik.Dia membuka perlahan pintu itu, berjalan mendekati seseorang yang sedang terlelap duduk di kursi dengan tangan dan kaki yang masih terikat."Hei, bangunlah. Ayo bangun," suaranya cukup pelan, sambil mengguncang tubuh orang itu.Orang itu terbangun dan membelalak kaget. Dia ingin berteriak, tapi langsung di bungkam oleh orang yang membangunkannya itu. Matanya masih melotot, menatap tak percaya."Jangan berteriak bodoh, kau ingin kita tertangkap," suaranya pelan tapi menggeram marah. Dia melepaskan ikatan di tangan dan kaki orang itu.Setelahnya dia membantu orang itu berdiri, memapahnya berjalan
Aksa menggeram marah ketika dia baru saja mendapat kabar dari Farrel bahwa Zein telah melarikan diri. Apalagi mendengar jika salah satu anak buahnya ada yang berkhianat. Dia segera menyuruh Farrel untuk mengecek semua anak buahnya lagi. Takut jika masih ada penyusup."Aksa," panggil Leta yang membuat Aksa menoleh ke arah istrinya. Lelaki itu segera mendekati istrinya yang masih terbaring di ranjang."Ada apa? Bagaimana perasaanmu sayang?" tanya Aksa pelan, dia takut istrinya akan mengalami trauma pasca kejadian kemarin."Aku baik-baik saja. Kau tidak meninggalkanku kan?" suara Leta terdengar lirih."Tidak, aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan di sini menemanimu." Aksa mengelus lembut kepala Leta.Leta menikmati sentuhan tangan Aksa. Dia memejamkan matanya sesaat. "Terimakasih Aksa.""Kau tak perlu berkata seperti itu sayang," ucap Aksa tersenyum. "Sekarang diamlah, aku akan mengambilkan sarapan untukmu. Agar ka
Tommy langsung menoleh ke arah pak Ridwan, dia menatap penuh selidik orang tua yang nampak gugup tersebut."Apa maksudnya?" tanya Tommy dengan nada suara yang dingin."Aaaku, tak tahu, sungguh.""Sudahlah, pengacaramu itu memang orang yang bodoh," ucap Aksa menyela. "Dia bahkan tak tahu mana berkas asli dan mana yang palsu."Hening, Tommy masih mengamati tentang apa yang sebenarnya dikatakan oleh Aksa."Nak Tommy, aku tidak mengenalmu dekat. Tapi ternyata sikapmu sama persis dengan ibumu." Pak Bagus berkata tanpa menoleh ke arah Tommy, dia sibuk melihat berkas yang baru saja dibukanya."Jangan kau samakan aku dengan ibuku," ucap Tommy menggertakkan giginya.Pak Bagus terkekeh, senyum mengejek terpancar jelas di bibirnya. "Kalian sama-sama serakah. Ambisi kalian bahkan sama, ingin menguasai harta milik tuan Aksa. Aku sudah mengenal ibumu sejak lama, Nak Tommy. Dan jika dilihat seperti ini, kau
Aletha langsung berlari keluar bersama Farrel. Dia bahkan mengabaikan Kyra yang merengek ingin ikut. Dia sangat panik, dan ingin segera bertemu dengan Aksa.Mobil melaju meninggalkan rumah, Farrel menjelaskan secara singkat dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dan luka Aksa tidaklah parah, seperti apa yang dipikirkan Leta."Aksa," teriak Aletha begitu sampai di ruangan rawat. Di sana bahkan ada Vino juga yang sedang diobati oleh dokter.Aletha langsung memeluk erat tubuh suaminya, mengabaikan beberapa orang di sana yang menunduk, tak berani memandang adegan romantis bosnya itu."Hiks, apa kau baik-baik saja?" tanya Leta dengan panik."Hei, kenapa kau malah menangis. Aku tak apa, sungguh." Aksa mengusap lembut punggung Aletha, memberikan ketenangan pada istrinya yang sangat khawatir itu."Aku takut kau kenapa-napa," kata Leta, melepaskan pelukannya."Seharusnya aku yang khawatir, apa kau sudah baik-baik saja? Kenapa tak isti
Aksa mendekati istrinya, dia langsung menarik kepala Leta agar bersandar di dada bidangnya, tubuh Leta gemetar karena menangis. Aksa mengusap lembut kepala Leta."Sayang, maafkan aku. Aku tak bermaksud berciuman dengannya. Aku janji wanita itu akan segera pergi dari kehidupan kita." kata Aksa."Pergi? Aku tak akan pergi dari sini, Aksa. Aku ingin ada di sisimu selamanya," kata Zeline yang tiba-tiba menyahut ucapan Aksa.Aksa menoleh, menatap Zeline dengan tajam. "Dasar wanita gila, pergi kau dari sini. Jangan usik kehidupanku dengan Aletha. Aku tak pernah mengharapkan kehadiranmu!" ucapnya.Zeline menggeram, dia mengepalkan tangannya dengan kuat. Baru saja dia ingin menyerang Leta lagi, pintu kamar terbuka dan muncul sosok Farrel."Tuan, ada apa? Aku mendengar suara ribut dari lantai bawah," tanya Farrel mendekat ke arah Aksa."Farrel, seret wanita itu pergi dari sini. Aku muak melihatnya!" perintah Aksa.Farrel tak bertan
Hari ini Aksa tidak pergi ke kantor. Dia ingin luka di kakinya sembuh dulu sebelum beraktifitas kembali. Semua pekerjaan dilimpahkan pada Vino, dan dia tinggal mengeceknya di rumah.Pintu ruangan kerja Aksa diketuk, Farrel masuk ke dalam sambil membawa sebuah amplop coklat di tangannya."Siang Tuan, saya sudah menyelesaikan semuanya. Tinggal menunggu tanda tangan Anda dan nona Zeline agar pengadilan segera mengurusnya." kata Farrel.Aksa mengangguk dan segera meminta Farrel memberikan berkas tersebut. Aksa membacanya sekilas sebelum membubuhkan tanda tangannya di sana."Lalu bagaimana dengan tanda tangan nona Zeline, Tuan?" tanya Farrel.Aksa diam sejenak, sebelum tangannya beralih mengambil sesuatu di lacinya. Dia menimbang-nimbang benda yang sedang dipegangnya itu."Mungkin ini bisa membantu, ayo." Aksa menyembunyikan benda itu di balik bajunya. Setelahnya dia berdiri, dan keluar dari ruangan tersebut diikuti oleh Farrel.Saat
Zeline benar-benar pergi dari rumah hari ini. Dia menatap masam pada Aksa yang mengantarkannya sendiri sampai di depan gerbang. Lelaki itu bahkan tak merasa simpati pada wanita yang sekarang sudah berstatus mantan istrinya.Setelah pintu gerbang itu tertutup, Zeline berjalan gontai sedikit menjauh. Kepalanya menoleh ke sana-sini mencari taksi. Setelah hampir 15 menit, akhirnya ada sebuah taksi yang lewat dan Zeline segera memberhentikannya. Dia menyuruh sopir taksi ke alamat yang ditunjukkannya.Zeline memasuki sebuah apartemen, dia menempati apartemen milik Tommy. Setelah melemparkan kopernya, dia menyenderkan tubuhnya di sofa. Terlihat memejamkan matanya sambil menghembuskan nafas kasar. Tangannya bergerak memijat kepalanya yang terasa pening."Aku akan mati bosan jika hanya berdiam diri di sini," keluhnya pada diri sendiri.Akhirnya Zeline beranjak, dia ingin menjenguk ibunya. Siapa tahu ada solusi yang diberikan oleh wanita tua itu.Tak m
Aksa memutuskan untuk berlibur hari ini. Urusannya dengan orang-orang rumit itu sudah selesai semuanya. Sekarang tinggal urusannya dengan Leta yang belum tuntas."Kyra gak mau, Kyra ingin ikut papa sama Mama," rengek Kyra menangis.Saat ini, Leta masih memberi pengertian dengan anak tirinya itu. Sebenarnya dia lebih suka jika Kyra ikut, itu akan membuat dirinya mempunyai teman. Tapi entahlah, Aksa hanya ingin pergi berdua dengannya, dan hal ini membuat Kyra menangis sejak pagi.Leta hanya bisa mengelus kepala putri kecilnya itu, dia sudah tak mampu berucap. Berbagai rayuan sudah dia keluarkan, tapi nyatanya hasilnya masih sama.Aksa yang melihat dari pintu ikut frustrasi, dia menghembuskan nafas kasar sebelum mendekati kedua wanita kesayangannya."Kyra sayang," panggil Aksa."Papa, Kyra ikut, Kyra pengen berlibur juga Papa." Tiba-tiba Kyra terbangun dan langsung memeluk tubuh Aksa."Memang siapa yang mau berlibur?" tanya Aksa, dia sed