Share

Tidak Seburuk Itu

Seperti biasa Zarea berkutat dengan dokumennya setiap jam kantor dimulai hingga selesai. Namun, seketika suara telepon membuatnya berhenti sejenak.

"Zarea, ke ruangan saya sekarang!" Dari suaranya Zarea cukup hafal. Itu suara Edward yang berucap dengan dingin. 

"Baik, Pak," jawab Zarea semanis mungkin untuk berpura-pura baik di depan bos barunya. Dan yang lebih menyebalkan lagi, Edward menutup teleponnya tiba-tiba membuat Zarena menahan geramannya. Untung saja bos.

***

Di dalam ruangan Edward, Zarea duduk berhadapan dengan bos barunya yang sedang serius membaca dokumen di tangannya. Tiba-tiba saja menyunggingkan senyum tipis.

"Ternyata benar kata Papa, kamu bisa diandalkan. Saya lihat perusahaan selalu ada peningkatan setiap tahun selama 3 tahun terakhir ini," ucapnya dengan nada datar.

"Iya Pak  Edward. Saya rasa juga karena manager-manager di perusahaan ini memang berkopeten di bidangnya masing-masing dan mampu memimpin tim mereka dengan baik."

Edward menganggukkan kepala menyetujui ucapan Zarea. "Oke, pantas saja papa saya tidak terlalu bekerja keras. Memang HRD diperusahaan ini handal dalam menjaring SDM."

Zarea bernapas lega tidak mendapat complain dari bos barunya. Aura Edward memang mencekam. Mungkin siapapun yang berhadapan dengannya bisa menciut, tapi, Zarea selalu mencoba tersenyum manis padanya.

Tiba-tiba saja tatapan dan senyuman Zarea membuat Edward merasakan detakan jantungnya berbunyi lebih kencang dari biasanya. "Ada apa ini?  Apa aku termakan sugesti Papa?  jangan sampai setelah ini aku menyukainya," monolognya dalam hati.

"Ada yang ingin ditanyakan lagi, Pak Edward?"

Zarea tidak mendapat jawaban apa pun dari Edwrad. Justru, perempuan itu melihat keanehan Edward yang tiba-tiba melamun. mungkin saja itu kebiasaan aneh bos barunya yang tertulupi wajah angkuh. 

"Pak, Edward?"

"Ah, maaf. Saya hanya terkesima dengan kinerjamu sampai melamun. Baiklah, kamu bisa kembali ke ruangan."

Zarea tersenyum tipis dan beranjak dari ruangan Edward. Dalam hatinya tertawa sinis mendengar pengkauan Edward. Pria itu seperti meremehkan orang lain. 

Bruk

Sampai di depan ruangan Edward, tiba-tiba saja Zarea terpeleset hingga terduduk di lantai dengan ringisan rasa sakit. "Aduh! Ini lantai basah kenapa nggak dikasih tanda peringatan sih!" gerutunya seraya mengusap pantatnya yang terasa remuk, 

"Maaf, Bu Zarea, saya lupa memasang tanda peringatan. Maaf sekali Bu Zarea." Merasa ketakutan, office boy itu tidak berani menatap Zarea. berkali-kali membungkukkan badan dengan raut wajah pias. Karena keteledorannya, seorang general manager menjadi korban. Bisa-bisa dia dipecat jika Zarea tidak memaafkannya.

"Ah, kamu? Ya sudah, nggak usah diperpanjang. Tapi, bisa minta tolong bantu saya berdiri?"

"Iya, Bu... maaf." Office boy itu membantu Zarea berdiri dan menuntunnya duduk di sebuah kursi.

"Terima kasih. Lain kali diperhatikan lagi. Untung bukan klien yang jadi korbannya."

Melihat wajah memelas office boy itu Zarea merasa kasihan. "Saya nggak apa-apa. Sekarang kamu lanjut kerja saja."

"Permisi, Bu Zarea." Lagi-lgi office boy itu membungkuknya badannya di hadapan Zarea dengan rasa tidak enak. Zarea memang terkenal karyawan paling baik. Meskipun terkadang judes, tapi tidak pernah tega dengan bawahan-bawahannya.

Zarea merasa kakinya asangat kram dan berdenyut. Bahkan, pergelangannya bengkak dan memerah. perlahan dia membuka high heelsnya untuk memudahkan memijat kakinya. Tapi, tidak mempan. Justru membuahnya semakin meringis kesakitan.

Edward yang baru keluar dari ruangannya mengerutkan kening melihat Zarea."Kamu kenapa Zarea?"

"Terkilir, Pak." jawab Zarea sedikit berbohong. Tak membiarkan Edward tahu kalau dia terpeleset. Karena, jika Edward tahu kelalaian office boy tadi bisa-bisa dia memecatnya.

Pandangan Edward beralih melihat pergelangan kaki Zarea bengkak dan memerah. "Sakit?"

"Nggak sakit kok, Pak," jawab Zarea dengan menahan ucapannya. Hm... Rasanya Zarea ingin memindahkan sakitya pada Edward. Nyata-nyata melihatnya meringis masih ditanya.

Melihat wajah menyebalkan Edward membuat Zarea bubur-buru ingin pergi, tapi kakinya masih sangat terasa sakit. Hingga baru saja berdiri, tiba-tiba terduduk lagi.

"Katanya nggak sakit?" Edward hanya menyindirnya seraya membantunya duduk kembali.

"Memangnya kalau sakit Pak Edward mau ngobatin? Enggak, kan?" Tiba-tiba profesionlitas Zarea menghilang karena terlalu kesal dengan bosnya itu.

"Saya bantu kamu ke ruangan saya saja." Akhirnya Edward merasa tersindir juga dan seolah bergegas menjadi bos yang siaga pada bawahannya. Membantu Zarea berdiri dan memapahnya sampai dalam ruangan. Perlahan menuntunya untuk duduk di sofa sekaligus membantu mengangkat kaki perempuan itu ke atas sofa.

"Sebentar, biar saya panggilkan dokter," ucap Edward menekan kombinasi angka di telepon kantornya.

Zarea melongo seketika melihat Edward yang berbeda dari biasanya. Mungkin memang dia saja yang belum terlalu mengenal sisi baik bos barunya.

To be cobtinue....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status