Tinggal selangkah lagi pernikahan Zarea dan Regan segera digelar. Namun, semua menjadi kacau setelah kehadiran Edward, pimpinan baru di perusahaan tempat Zarea bekerja. Perjanjian di masa lalu membuat Zarea terjebak dengan keadaan dan mengharuskannya memilih antara bos atau calon suaminya.
View MoreMalam itu hujan turun sangat deras seiring air mata Zarea yang berjatuhan membasahi pipi. Dia menangis di bawah guyuran hujan bersama Regan yang berlutut di hadapannya.
“Zarea, aku mohon. Jangan ambil keputusan sepihak seperti ini. Hubungan kita tinggal selangkah lagi, Za… aku nggak mau berakhir sia-sia.”
Zarea menghapus air mata yang bercampur hujan di wajahnya. Pandangannya samar-samar menatap laki-laki di hadapannya itu.
“Maaf, Regan… aku nggak bisa. Wasiat orang tuaku lebih penting dari apa pun.”
Suara yang terhalau petir itu masih jelas terdengar di telinga Regan. “Kita cari jalan keluarnya sama-sama, Za… aku yakin dalam hati kecil kamu masih ingin kita bersama, kan? Ayo, Za… kita cari solusi. Bukan memutuskan untuk berpisah!”
“Sekali lagi maaf, Re… Aku udah nggak cinta sama kamu. Selama ini kamu juga terganggu dengan pekerjaanku yang nggak bisa luangin waktu buat kamu. Percuma kita lanjutkan kalau akhirnya kita yang sama-sama tertekan.”
Ucapan Zarea tak kalah memekakkan telinga dari suara petir yang menggelegar. Regan menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Nggak, Zarea… kamu jangan bicara seperti itu! Aku tahu kamu nggak mudah berpaling begitu saja! Aku juga akan coba ngerti kesibukan kamu. Aku rela mengalah jika kita sama-sama lagi.”
Perlahan Zarea melepas genggaman tangan Regan. “Kamu salah, Re… hati manusia nggak ada yang tahu. Melupakan kamu bukan hal sulit buat aku. Kesempatan kamu udah habis. Selama ini aku selalu menurunkan ego untuk mencoba mengerti kamu. Tapi, kamu selalu merasa paling tersakiti.”
Regan masih belum beranjak dari posisinya dan menatap wajah Zarea dari bawah. Perempuan itu berusaha menghindari kontak mata dengan Regan.
“Apa yang harus aku lakukan untuk mendapat maaf darimu, Za?”
“Aku sudah memaafkanmu. Tapi, tidak untuk bersama lagi.”
“Lalu, apa kamu akan menerima lamaran Edward?”
Pertanyaan Regan itu membuat air mata Zarea semakin deras menetes. Namun, sebisa mungkin dia mencoba tegar. Kepalanya mengangguk dan membalas tatapan Regan dengan tegar.
“Harusnya begitu. Dan pernikahan kami digelar dalam waktu dekat. Jadi, biasakan dirimu tanpa aku, Re… aku akan menjadi istri dari pewaris tunggal Retro. Bukan lagi menjadi tunanganmu.”
“Nggak! Nggak mungkin! Kamu pasti bohong! Kamu nggak cinta sama dia! Jangan korbankan perasaanmu!”
Bibir Zarea tiba-tiba tersenyum tipis dengan terpaksa dan melepas sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. “Maaf, Regan… Kita sampai di sini. Aku mencintai Pak Edward,” ucapnya seraya meletakkan cincin itu di telapak tangan Regan yang basah oleh air hujan
Selepas mengucapkan sepatah kata menyakitkan untuk Regan itu, Zarea membalik badannya dan berjalan dengan air mata yang semakin berderai. Punggungnya bergetar hebat dengan tangan yang membekap mulutnya.
“Maaf aku sudah berbohong. I still love you, Regan.”
Tiba-tiba saja ada pria yang turun dari mobil dan berlari memayunginya. “Sayang, kenapa kamu hujan-hujanan?”
Zarea berusaha mengulas senyum dihadapan pria itu meskipun air matanya tak berhenti mengalir tersapu hujan. “Tadi saya lupa bawa payung. Pak Edward mau ke mana?”
“Mau ke rumahmu. Keluargaku mau membicarakan pernikahan kita.”
Zarea menganggukkan kepala seolah pasrah dengan segala keputusannya. Edward merangkul Zarea menuju mobil dan membukakan pintu untuknya.
Regan melihat semua. Tunangan yang sangat dia cinta akan menikah dengan laki-laki lain.
Malam itu hujan turun sangat deras seiring air mata Zarea yang berjatuhan membasahi pipi. Dia menangis di bawah guyuran hujan bersama Regan yang berlutut di hadapannya.
“Zarea, aku mohon. Jangan ambil keputusan sepihak seperti ini. Hubungan kita tinggal selangkah lagi, Za… aku nggak mau berakhir sia-sia.”
Zarea menghapus air mata yang bercampur hujan di wajahnya. Pandangannya samar-samar menatap laki-laki di hadapannya itu.
“Maaf, Regan… aku nggak bisa. Wasiat orang tuaku lebih penting dari apa pun.”
Suara yang terhalau petir itu masih jelas terdengar di telinga Regan. “Kita cari jalan keluarnya sama-sama, Za… aku yakin dalam hati kecil kamu masih ingin kita bersama, kan? Ayo, Za… kita cari solusi. Bukan memutuskan untuk berpisah!”
“Sekali lagi maaf, Re… Aku udah nggak cinta sama kamu. Selama ini kamu juga terganggu dengan pekerjaanku yang nggak bisa luangin waktu buat kamu. Percuma kita lanjutkan kalau akhirnya kita yang sama-sama tertekan.”
Ucapan Zarea tak kalah memekakkan telinga dari suara petir yang menggelegar. Regan menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Nggak, Zarea… kamu jangan bicara seperti itu! Aku tahu kamu nggak mudah berpaling begitu saja! Aku juga akan coba ngerti kesibukan kamu. Aku rela mengalah jika kita sama-sama lagi.”
Perlahan Zarea melepas genggaman tangan Regan. “Kamu salah, Re… hati manusia nggak ada yang tahu. Melupakan kamu bukan hal sulit buat aku. Kesempatan kamu udah habis. Selama ini aku selalu menurunkan ego untuk mencoba mengerti kamu. Tapi, kamu selalu merasa paling tersakiti.”
Regan masih belum beranjak dari posisinya dan menatap wajah Zarea dari bawah. Perempuan itu berusaha menghindari kontak mata dengan Regan.
“Apa yang harus aku lakukan untuk mendapat maaf darimu, Za?”
“Aku sudah memaafkanmu. Tapi, tidak untuk bersama lagi.”
“Lalu, apa kamu akan menerima lamaran Edward?”
Pertanyaan Regan itu membuat air mata Zarea semakin deras menetes. Namun, sebisa mungkin dia mencoba tegar. Kepalanya mengangguk dan membalas tatapan Regan dengan tegar.
“Harusnya begitu. Dan pernikahan kami digelar dalam waktu dekat. Jadi, biasakan dirimu tanpa aku, Re… aku akan menjadi istri dari pewaris tunggal Retro. Bukan lagi menjadi tunanganmu.”
“Nggak! Nggak mungkin! Kamu pasti bohong! Kamu nggak cinta sama dia! Jangan korbankan perasaanmu!”
Bibir Zarea tiba-tiba tersenyum tipis dengan terpaksa dan melepas sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. “Maaf, Regan… Kita sampai di sini. Aku mencintai Pak Edward,” ucapnya seraya meletakkan cincin itu di telapak tangan Regan yang basah oleh air hujan
Selepas mengucapkan sepatah kata menyakitkan untuk Regan itu, Zarea membalik badannya dan berjalan dengan air mata yang semakin berderai. Punggungnya bergetar hebat dengan tangan yang membekap mulutnya.
“Maaf aku sudah berbohong. I still love you, Regan.”
Tiba-tiba saja ada pria yang turun dari mobil dan berlari memayunginya. “Sayang, kenapa kamu hujan-hujanan?”
Zarea berusaha mengulas senyum dihadapan pria itu meskipun air matanya tak berhenti mengalir tersapu hujan. “Tadi saya lupa bawa payung. Pak Edward mau ke mana?”
“Mau ke rumahmu. Keluargaku mau membicarakan pernikahan kita.”
Zarea menganggukkan kepala seolah pasrah dengan segala keputusannya. Edward merangkul Zarea menuju mobil dan membukakan pintu untuknya.
Regan melihat semua. Tunangan yang sangat dia cinta akan menikah dengan laki-laki lain.
To be contiue....
Setelah menghubungi dokter perusahaan, Edward melihat Zarea yang masih mengaduh kesakitan. Penasaran sekali, hanya terkilir saja terlihat sesakit itu. Pria itu mencoba memegang kaki Zarea dan membuat empunya spontan memekik. "Aw!" teriak Zarea seraya menangkis tangan Edward."Oh maaf. Sakit ya?" tanya Edward dengan wajah polos. Hanya melihat bengkak di kaki Zarea saja seharusnya Edward tahu kalau itu sangat sakit."Sepertinya saya nggak perlu menjawab, Pak Edward sudah tahu jawabnnya. Ya Sakit lah, Pak!" bentak Zarea dengan nada sedikit kesal. Sudah tahu sakit, pakai di tanya.Keberanian Zarea membuat Edward terbelalak. Berani-beraninya general manager membentk CEO. "Ehem!" Tidak mau terlihat kalah darI Zarea, Edward berdeham untuk menunjukkan wibawanya kembali.Zarea peka dengan kode yang di tunjukkan E
Seperti biasa Zarea berkutat dengan dokumennya setiap jam kantor dimulai hingga selesai. Namun, seketika suara telepon membuatnya berhenti sejenak."Zarea, ke ruangan saya sekarang!" Dari suaranya Zarea cukup hafal. Itu suara Edward yang berucap dengan dingin."Baik, Pak," jawab Zarea semanis mungkin untuk berpura-pura baik di depan bos barunya. Dan yang lebih menyebalkan lagi, Edward menutup teleponnya tiba-tiba membuat Zarena menahan geramannya. Untung saja bos.***Di dalam ruangan Edward, Zarea duduk berhadapan dengan bos barunya yang sedang serius membaca dokumen di tangannya. Tiba-tiba saja menyunggingkan senyum tipis."Ternyata benar kata P
Pagi-pagi sekali bel rumah Zarea sudah berbunyi. Sementara itu, dua pemilik rumahnya tengah menikmati sarapan pagi mereka. Zarea seketika menghentikan gerakan tangannya dan menatap Aslan dengan tajam."Tuh, bukain!"Tentu saja permintaan Zarea membuat Aslan memutar mata."Ogah! Buka aja sendiri. Lagian siapa suruh pagi-pagi ke rumah orang."Menyuruh Aslan hanya membuat Zarea menghela napas jenuh dan terpaksa angkat kaki dari meja makan. "Ck, emang susah nyuruh bocil!"Aslan tak peduli dengan sindiran Zarea dan tetap menikmati makan paginya dengan santai."Pagi, Sayang...."
Yang paling disukai Zarea dari pekerjaannya adalah jam pulang. Dengan semangat wanita karir itu membereskan dokumen-dokumenya di atas meja dan bergegas keluar ruangan seraya menenteng tas jinjingnya yang berwarna hitam. Kaki jenjangnya yang berbalut sepatu high heels itu melangkah memasuki lift, lantas mengetuk-ngetuk lantai menunggu pintu lift terbuka di lantai dasar.Wajah semangatnya perlahan memudar ketika berpapasan dengan Edward di lobi kantor. Wajah datar pria itu terkesan angkuh hingga membuat Zarea ragu untuk menyapa. Tapi, karena sudah kebiasaannya selalu bersikap ramah pada semua orang, Zarea mengenyahkan segala pemikiran buruk tentang atasannya itu.“Sore, Pak Edward,” Senyum manis Zarea ketika menyapa Edward tak mendapat respon dengan baik.
Sejak pagi Zarea sibuk berkutat dengan dokumen-dokumen yang bertumpuk di atas meja. Karena sudah memasuki akhir bulan, seperti biasa pekerjaannya sama sekali tidak bisa diajak bercanda. Di tengah kesibukannya yang tidak ada celah istirahat, Zarea harus menghentikannya lantaran mendengar suara ketukan pintu ruangannya. Lia, sekretaris CEO memanggil untuk meeting."Bu Zarea, sudah ditunggu Pak Baskoro di ruang meeting."Zarea menutup laptopnya dan bergegas menuju ruang meeting dengan berjalan cepat. Makhlum saja, dia perempuan penganut 'time is money'. Sedetik saja waktunya terbuang sia-sia, dia bisa kehilangan peluang emas.Di ruangan meeting itu sudah penuh dengan jajaran-jajaran tinggi Retro yang duduk melingkari sebuah meja besar.Pandangan pertama Zarea tertuju pada sosok laki-laki berusia dua puluh lima tahunan yang duduk di sebelah Pak Baskoro dengan memakai setelan jas abu-abu tua. Dia yakin laki-laki itulah yang akan menggantikan Pak Basko
Regan memarkirkan mobilnya di depan rumah Zarea dan membukakan pintu untuk tunangannya itu ala putri kerajaan. "Silakan, Tuan Putri Zarea Amarta," ucap Regan seraya mengulurkan tangan pada ZareaDengan senang hati Zarea menerima uluran tangan Rega dan turun dari mobil dengan hati-hati. "Terima kasih, Regan," jawabnya sambil tersenyum manis.Regan mengacungkan ibu jarinya. "Sip, jangan tidur malam-malam!""Kamu juga hati-hati di jalan. Sampai rumah langsung tidur juga! Jangan main game apa lagi ngechat-ngechat cewek lain!" ancam Zarea dengan picingan matanya."Cemburuan banget? Nggak dong, Sayang... aku nggak bakal ngechat cewek lain. Tapi, kalau di-chat dulu ya aku bales." Regan terkikik dengan ucapannya sendiri membuat Zarea langsung memelotot. "Serem banget mukanya? Bercanda doang kali. Nggak mungkin aku macem-macem kalau pawangnya aja kayak gini."Regan menggoda Zarea dengan mencolek dagunya. Namun, perempuan itu justru menahan senyumannya dan m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments