Sebuah tragedi yang terjadi pada Maya membuat hidup Marisa mulai tak tenang dan memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai wanita malam. Disamping perjuangannya untuk berhijrah, Marisa juga menyelidiki kasus kematian Maya yang ia yakini sengaja dibunuh seseorang. Di sisi lain Luqman terus mengganggunya dengan pernyataan cinta. Akan seperti apa kisah Marisa berjalan? Baca selengkapnya, dan kamu gak akan menyesal.
View More"Gue gak ngerasa salah tuh kerja ginian. Kita punya hak buat nentuin hidup kita sendiri. Masalah dosa, walaupun nggak kerja kaya gini juga banyak yang bikin dosa."
Aku hanya diam mendengar ucapan Maya. Dia lah yang membawaku ke dunia gelap ini setelah kesucianku direnggut paksa oleh preman-preman tak berperasaan. Diam-diam aku bekerja seperti ini tanpa sepengetahuan siapapun. Jelas saja, masa iya aku koar-koar. Kini kami sudah tiba di depan diskotik tempat kami bekerja mencari pelanggan. Suara dentuman disko pun sampai terdengar hingga luar, beberapa orang pasti sudah memenuhi diskotik itu sambil minum dan berpasang-pasangan. Aku dan Maya langsung duduk di kursi meja yang masih kosong. Mungkin karena aroma parfum yang sudah mereka kenal, mereka langsung menoleh menyadari kehadiran kami. Beberapa laki-laki pun mendekat, sekedar menyapa dan berbincang-bincang. Ada juga yang memang sudah berlanqqanan pada Maya, sehingga mereka langsung menghampiri dan mengajak Maya ke kamar. "Gue dulu!" "Gue dulu!" Mereka saling berebut demi mendapat service terdepan. "Oke-oke, tenang dulu. Gini aja, siapa yang berani bay4r paling tinggi, dia yang duluan," ucap Maya membuat ketiga laki-laki tadi saling menatap. "Satu juta!" "Dua juta!" "Dua juta setengah!" Maya tertawa sambil bertepuk tangan, benar-benar menikmati persaingan mereka dalam memperebutkannya. "Sepuluh juta!" Aku dan Maya sontak menoleh ke arah suara itu terdengar, seorang pria yang cukup matang dengan jenggot tipis berjalan mendekat. Maya menjentikkan jari dengan antusias. "Ada lagi?" Semua orang terdiam sambil saling tatap. "Oke, karena gak ada yang nawar lagi, dia pemenangnya. Ris, gue duluan ya?" ucapnya sambil diranqkul oleh laki-laki tadi. Aku hanya tersenyum tipis menatap kepergian sahabatku dengan pelanggan pertamanya. "Dia emang gak heran sih, selalu gampang narik cowok. Dari yang kaya sampe yang pas-pasan, dari tua sampai anak ABG sekalipun. Beda sama gue yang cuma punya penampilan pas-pasan," gumamku. Ya, sahabatku itu salah satu primadona di sini. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang menggoda dan idaman para pria membuatnya jadi rebutan. Mungkin karena itu pula Maya tidak pernah kepikiran untuk berhenti dari pekerjaan ini, walaupun neneknya nangis-nangis minta dia berhenti malam ini juga. Nenek Maya tak seperti biasanya menangisi kepergian Maya. Padahal, biasanya tidak pernah menampakkan diri dan peduli. Mungkin saking sudah lelahnya mengingatkan tapi tidak didengar. Selang beberapa jam, Maya baru kembali dan menghampiriku. "Eh, bengong aja Lo," tegurnya. "Iya nih, gak biasanya sepi" ucapku dengan lesu. "Sabar Say, nanti juga dateng kok. Waktu masih panjang." Lagi-lagi aku tersenyum kecut mendengar ucapannya. Dan hingga lewat tengah malam pun, aku nyatanya tak mendapat ajakan sama sekali, sedangkan Maya sudah melayani tiga orang. sepertinya rezekiku malam ini lagi jelek. Aku yang putus asa pun bangkit dari kursi dan hendak pulang. Namun, tanpa sengaja aku malah menabrak seseorang yang berada di belakangku. "Aduh, maaf banget, Om. Aku gak sengaja," ucapku. Pria yang sudah cukup tua yang semula berwajah marah seketika langsung berubah ekspresi, menatapku dari bawah hingga atas dengan tatapan lapar. Uhuy! Dapat mangsa juga nih, kayanya. Hatiku bersorak. "Siapa namamu, Cantik?" tanya om-om itu. "Aku Marisa Om," jawabku sambil tersenyum manis. Sebisa mungkin berusaha menarik perhatiannya. Ya, inilah yang harus kami lakukan sebagai wanita penjaja raga. "Manis sekali, bisa kamu temani saya malam ini?" tanyanya dengan tatapan nakal. "Oh, tentu saja Om. Kebetulan aku lagi kosong malam ini," ucapku dengan suara yang sengaja dibuat mendayu-dayu. "Jadi saya yang pertama, nih?" tanyanya antusias bagaikan menang undian saja. "Betul, Om." "Panggil saja saya Mas Daka." "Oh, iya, Mas Daka," ulangku dengan mengedipkan mata. Dia tersenyum dan mencubit daguku dengan gemas. Kemudian merangkul dan menuntunku menaiki tangga. Tangan si pria plontos itu sudah tak sabar terus saja bermain-main dengan tubuhku walaupun kamu masih berjalan. Saat hendak masuk ke dalam kamar, aku sempat melihat Maya yang juga akan masuk ke dalam kamar dengan pria yang sudah berbeda lagi. Kali ini pria itu terlihat cukup berumur, seperti ayah beranak tiga. Kami sempat saling melempar senyum dan dia mengacungkan kedua jempolnya padaku. Begitu pintu ditutup, pria yang bernama Daka itu pun langsung menerjang tubuhku dan menyerang dengan ganas hingga aku hampir kewalahan. "Pelan-pelan, Mas." "Ah, saya sudah gak sabar." Baru saja beberapa menit pemanasan, aku dan Daka dikejutkan dengan suara teriakan histeris dari luar kamar. "Tolooongg...... Diaa... Dia sekarat! Toloong!" Suara seorang laki-laki berteriak dari luar kamar. Aku yang penasaran pun segera membenarkan pakaian dan hendak beranjak. "Hey, mau kemana kamu? Biarin saja itu, kamu harus menuntaskan ini semua," ucap Daka dengan mata tajam. "Sebentar Mas, takutnya di luar ada polisi atau penggerebekan. Kan gawat?" ucapku membuat Daka mendengkus kesal. "Sebentar saja, langsung kemari lagi!" ucapnya dengan kesal. Aku pun mengangguk, membuka pintu dan keluar meninggalkan Daka sendirian. Terlihat sudah ada beberapa orang yang mengerumuni ambang pintu salah satu kamar. Aku mulai merasa cemas saat mengingat kalau pintu kamar itu adalah yang tadi dimasuki oleh sahabatku, Maya. Dengan tergesa-gesa aku pun mendekat. "Permisi, ada apa ya ini?" tanyaku pada salah satu orang yang ikut berkumpul di sana. Siapa tahu aku salah dengar tadi. "Katanya ada yang sedang sekarat," ucap orang itu menjawab. Deg! Perasaanku semakin tak enak, dengan sekuat tenaga aku berusaha menerobos ke dalam kamar. Mataku langsung membulat sempurna saat melihat pemandangan yang begitu mengerikan di dalam sana...Kini waktu yang dinantikan tiba. Aku sudah bersiap, membawa cukup banyak baju ganti karena jaraknya yang memang jauh. Salah satu teman menawariku untuk menginap beberapa hari di rumahnya. Walau sungkan, tapi akhirnya aku setuju juga.Perjalanan sangat menyita waktu, 5 jam ke depan baru akan sampai di terminal. Entahlah, Allah mentakdirkan ku untuk punya teman baru yang terhalang jarak.Saat aku hendak mengirim chat ke Jihan, tiba-tiba beberapa orang laki-laki menyeret ku ke tempat sepi. Aku terus berontak, tapi mereka membekap mulutku dan meringkus ku dengan begitu kuat."Lepas! Siapa kalian? Ada urusan apa kalian sama aku?" teriakku begitu mereka menjebloskan ku ke dalam mobil. Namun, mereka malah pergi meninggalkanku di dalam mobil begitu saja."Heeyy! Kenapa kalian mengurungku di sini?" teriakku lagi sambil berusaha membuka pintu.Aku panik, lalu mengedarkan pandangan, seseorang tertawa dengan keras dari balik kemudi. Aku terjengkat kaget, dan semakin terkejut saat melihat kalau or
Pikiranku kini bertarung, hasrat meminta untuk menyetujui ajakan Gladis yang sangat menggiurkan itu, tapi naluriku menolak. Seketika itu juga aku teringat kembali dengan mimpi yang teramat seram tadi malam. Dengan cepat aku mengerjap, berusaha meneguhkan hati."Maaf, Gladis. Gue ... Gue gak bisa," ucapku sambil mencoba berlalu meninggalkan Gladis."Udah lah, kita gak perlu berpikir buat hijrah dan taubat. Dosa kita udah terlalu banyak, Mar. Gak bakalan juga kita diampuni sama Tuhan. Mending kita nikmatin aja hidup ini, bersenang-senang dahulu, soal nanti gimana nanti aja," teriak Gladis membuat langkahku terhenti.Untuk kesekian kalinya lagi-lagi aku dibuat bingung. Entahlah ... walau sebelumnya niatku untuk berubah sudah sangat kuat, tapi aku selalu merasa was-was, seperti ada bisikan-bisikan yang terus berusaha untuk menggoyahkan tekadku. Bagaikan aku ini sebuah pohon kelapa tinggi di tengah lapangan, diterjang angin topan dan badai yang membuatku terombang-ambing ke sana ke mari.T
"Ibuu ... Ampun Bu, tolong maafkan Marisa. Marisa mau berhenti Bu, Marisa juga mau taubat. Ibu tolong maafin Marisa yang sudah salah jalan, tolong Bu..." Ku peluk kedua kaki bu panti sambil terus menangis.Ibu terus saja terisak sambil memegang dadanya. Kulihat nadanya mulai terengah-engah. Panik, cemas, semua perasaan bercampur menjadi satu. Apalagi saat tiba-tiba ibu terduduk di kursi sambil memejam."Bu! Ibu kenapa Bu?!""Sudah, kamu pergi saja. Kamu lanjutkan saja hidupmu sendiri, anggap saja kamu tidak pernah tinggal di sini. Kamu sudah melupakan semua yang ibu ajarkan. Ibu malu punya anak seperti kamu!" Deg!Jantungku terasa berhenti berdetak."Apa Bu?" lirihku."Kamu pergi dari sini!" tegasnya lagi sambil melambaikan tangannya.Jangan tanya perasaanku, kini satu-satunya tempat kembali yang ku harapkan sebelumnya sudah tak bisa lagi menerima diriku. Harapan untuk mendapat dukungan, arahan, dan juga tempat untuk bersandar langsung hancur dalam sekejap.Dengan tertatih aku bangk
Aku Marisa, dan aku wanita muslimah. Kutekankan itu dalam hati sambil memandang pantulan diri di cermin. Di mana seorang perempuan berhijab terlihat di sana.Aku merasa terlahir kembali ke dunia dalam pribadi yang berbeda. Ya, ini saatnya kulupakan semua yang pernah terjadi dalam hidupku. Menata hati dan hidup dengan sebaik mungkin untuk menjalani hari-hari yang baru. Melukiskan kenangan yang lebih baik untukku kenang kelak. Aku tak mau hidup sendirian lagi. Bagaimana nanti kalau tiba-tiba saja aku mati di sini, dan tak ada orang yang tahu. Aku ingin kembali ke panti, tetapi apa mereka akan menerimaku?Segera ku sambar tas dan mulai melangkah keluar dari kontrakan. Tak ku hiraukan tatapan melongo dari para tetangga yang melihatku dengan penampilan berbeda. Hanya senyuman kecil dan anggukkan kepala yang kulakukan."Assalaamu'alaikum, Ibu," ucapku begitu sampai di tempat ibu panti.Seorang wanita dengan memakai jubah dan hijab lebar datang mendekati, tatapannya menunjukan kebingungan.
"Marisaaaaaaaaa....." Suara teriakan itu begitu melengking memekakan telinga. Aku celingukan, mencari sumber suara yang terus berteriak memanggil. Dengan berlari aku terus menyusuri tempat ini. Tempat yang begitu asing. Hawa panas sangat mendominasi tempat ini, ditambah lagi cahaya jingga kemerah-merahan terus membuncah mewarnai dinding-dinding tempat kini aku berada. Aku kepanasan, peluh bercucuran dengan hebat. "Marisaaaaaaaaa......" Lagi-lagi suara itu kembali terdengar, aku semakin mempercepat langkah untuk menuju sumber suara. Aku yakin, suara itu adalah Maya. Maya memanggilku. Langkahku langsung terhenti saat memasuki sebuah tempat yang begitu menyala, tempatku berdiri sekarang dikelilingi oleh sesuatu yang mirip dengan lava atau lahar panas gunung meletus. Lava itu terus mengepulkan asap sambil meletup-letup, membuat siapapun yang melihatnya pasti langsung menilai kalau lava itu sangatlah panas. "Marisaaaaaaaa...." Aku menoleh, mataku langsung membulat sempurna saat m
"Hei berenti!" Aku menoleh ke belakang, rasa panik langsung menjalar ke sekujur tubuhku saat melihat anak buah bos berlari berusaha menggapai ku. Ingin kabur, tapi aku akan semakin kena masalah jika dianggap menghindar. Dua pria berpakaian serba hitam dengan perawakan tinggi besar itu menarik ku ke dalam gang kecil di samping jalan. Mereka mengunciku, membuatku tak bisa berkutik sedikitpun. "Ada apa ini?" tanyaku. Tak lama kemudian seseorang muncul. Bos, dia pun ada di sini rupanya. Apa mereka di sini memang sengaja untuk mencari ku? "Gimana kabarmu, Marisa?" tanya pria berjanggut panjang itu. "A-aku baik. Ini ada apa, Bos? Kenapa aku diserang begini? Lepasin aku!" Bos memberikan isyarat pada anak buahnya yang langsung melepaskanku. Pria ber-aura kejam itu tersenyum kecil. "Sudah tiga malam kamu tidak masuk kerja. Kenapa? Mau lari, hah?" Glek! Aku menelan ludah dengan susah payah. "Jangan coba-coba macam-macam dengan saya, Marisa." "Aku ... Aku gak berni
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments