Sebuah pertanyaan terlontar dari salah satu karyawan yang masih penasaran menatap keberadaan wanita di depan meja Thea. Terlebih lagi dengan kalimat yang mengundang tanya bagi semua orang,
"Oh, tidak ada! aku hanya memberi satu kaleng minuman soda, dan mengatakan kepadanya untuk tidak mendengar semua ocehan buruk yang karyawan lain katakan." ucap Lisa tersenyum ramah, berusaha menjadi pemeran baik di hadapan mereka.
Dengan lihai menyembunyikan tawa licik yang menggema dalam benak karena berhasil menambah kericuhan, setidaknya ini semua pantas Thea dapat karena telah berani mengusik orang yang salah.
"Hh, kau akan kewalahan menghadapi mereka. Suruh siapa kau berani merebut posisi ini---jabatan ini tidak pantas untukmu!" gumamnya dalam hati,
Derita sama terulang, seperti hari sebelumnya meski telah bekerja selama tiga hari di setiap akhir waktu Thea selalu selalu kembali dengan raut lesu bahkan langkah kakinya melemah bagai wanita tua yang berjalan lambat sambil menunduk. Entah kenapa dia masih sangat sulit untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang selalu membuatnya tersiksa. Bos angkuh, cibiran rekan kerja, dan sekarang ditambah rumor buruk. Apapun itu setidaknya sekarang dia mampu menghela nafas lega karena telah sampai ke tempat tinggalnya. Dengan tatapan kosong Thea berjalan melewati lorong, Sekilas merenungi nasib yang berubah sejak beberapa hari terakhir, padahal dulu dia adalah nona muda kaya yang selalu menjalani kehidupan tenang dan menyelesaikan semua masalah dengan uang. &nb
Ditaruhnya kain penyeka ke sebuah gantungan yang ada di dalam kamar mandi.Gadis itu mulai melepas satu persatu setelan yang menutupi tubuhnya. Selang 20 menit,Thea telah selesai bebersih diri. Rambut basah dan handuk putih yang terlilit di bagian atas tubuh, dia berjalan ke arah kamar Manda. Meski terdapat 3 kamar dalam apartemen. Gadis itu lebih memilih, berbagi kamar dan juga perabotan lain dengan temannya karena tidak ingin repot beberes ruangan. Terlebih lagi,kini Thea telah bekerja dan membuatnya lebih lama di luar. Dibukanya pintu lemari lalu meraih salah satu baju tidur berwarna kuning. "Ih, kok aku tiba tiba kepikiran soal tadi!" gerutu Thea,bergegas menggelengkan kepala agar semua ingatan yang baru saja terbesit segera menghilang. "Aneh juga ngeliat dia kayak tadi." "Tapi ujung ujungnya juga tetep ngeselin. Semuanya aku juga yang beresin," gerutu Thea sambil membenarkan pakaiannya. Membiarkan rambutnya yang mas
"Kamu dimana?" tanya Nathan,menjawab pertanyaan gadis itu dengan pertanyaan lain. "Mobil Bapak yang mana? jadi saya bisa langsung lari." "Mobil Rolls Royce" "A-apa pak?" seru Thea, Bertepatan dengan ucapannya, sebuah kendaraan ambulans baru saja melintas. Bunyi sirine mobil membuat gadis itu tidak terlalu mendengar ucapan Nathan. "Katakan saja kamu dimana? biar saya yang kesana." sanggahnya "Tap…" "Jangan buat saya mengulang!" tegas Nathan sedikit membentak, "B-baik…" "Aku turun dulu ya," pamit Thea lirih, Gadis itu menoleh ke arah Manda,sambil menutup lubang speaker yang ada di bagian ponselnya. Manda mengangguk, mengiyakan ucapan Thea,setelah itu dia bergegas membuka pintu mobil dan melangkah keluar. "Saya ada di seberang toko kue, pake baju merah di samping kotak surat." ucap Thea melirik ke arah papan nama yang tersemat di bagian atas toko dan menoleh sekilas ke arah benda yang ada di
Tap…Tap…Tap… Suasana terasa hening karena belum ada satu orang pun yang berpapasan dengan gadis itu,membuat langkah kakinya terdengar memenuhi setiap lorong. Dia baru saja sampai di lantai tempat tinggalnya sekarang, "Masih jam 8 malam. Manda udah tidur apa belum ya?" pikir Thea,melirik ke arah layar ponsel yang ada di tangan kanannya "Oh ya! Dia kan udah ngasih tau aku, password pintunya apa." Mengurungkan niat untuk menekan bel, seperti yang biasa dilakukan. Kali ini gadis itu lebih memilih menekan angka dan mengakses pintu masuk,jaga jaga seandainya Manda sudah tertidur. Sehingga tidak menimbulkan suara bising dan membangunkan temannya. Pintu terbuka,ditaruhnya sepasang sepatu kaca yang sudah ia tenteng cukup lama. Gadis itu menutup kembali pintu ruangan, kemudian melangkah dan mendapati temannya masih terbangun. Sosok familiar tengah berbaring di atas sofa sambil memegang remote tv. Sorot matanya teralihkan ke arah Thea
"Sepertinya dia berusaha menggoda pimpinan agar kembali disayang. Namun gagal," "Gadis ini tidak tahu malu!" "Masih berani bekerja setelah dibuang oleh pimpinan," "Bagaimana lagi? dia hanya bisa bekerja menggunakan tubuhnya. Jadi sayang jika melepas seorang CEO kaya," "Tampilannya setiap hari memakai barang mahal, itu pasti hasil dari kerja kerasnya di atas ranjang." "Dia sukses menjadi wanita penghibur.." Beberapa karyawan wanita tengah berceloteh,mengajukan spekulasi masing masing. Hal pertama yang dilakukan Thea adalah diam,agar tidak memperkeruh keadaan. Dan yang kedua,tentu saja gadis itu akan menggerutu dalam hati tentang semua ocehan yang ia dengar. "Dasar perempuan gila! beraninya kalau ada teman. Sini bicara langsung di depanku, dan akan kutampar mulut kotor kalian!" benak Thea,menggertakkan gigi. Tring.. Pintu terbuka.salah satu karyawan, berjalan lebih dulu dan mendesak gadis itu. Membua
"Kamu mah, aku diem juga bakal marah. Padahal aku ga ngapa ngapain!" pikir Thea dengan kepala tertunduk. "Kenapa diam saja? jawab!" bentak Nathan "Sudah!" "E-e m-maksudnya, saya sudah merenungi kejadian tadi." timpal Thea menjelaskan ucapan yang baru saja tidak sengaja terlontar dari mulutnya. "D-dan apalagi yang harus saya katakan. Bapak juga tidak percaya, kalo saya tidak melakukan apapun." "Oh, jadi sekarang kamu lagi menyalahkan saya?" ketus Nathan, "Bukan, bukan begitu." ujar Thea menggelengkan kepala, "Lalu, apa?!" "Au dah. Mau bilang apapun,pasti tetep salah di mata dia." benak Thea berusaha pasrah, "Apa!" pekiknya, "S-setidaknya tolong Bapak pastikan dulu, apa yang terjadi. Semua orang pasti bisa melakukan sedikit kekeliruan dalam hidup ini," ucap Thea lirih, "Ck." laki laki itu berdecak kesal,tidak percaya akan semua ucapan Thea. "Kamu senang kan, memberi minuman kepada ora
"Saya ga mau, itu sudah kamu pegang dan dibawa keliling kantor." tolak Nathan memalingkan muka. "T-tapi Pak!" "Apa kamu mau mendapat hukuman tambahan?" tanya Nathan dengan tatapan tajam. "T-tidak. Terima kasih," sahut Thea merendahkan suara. "Ih! udah dibelain beli minuman yang beda. Malah ga mau minum," "Nanti kalo ga dibeliin atau dibeliin menu yang sama. Bakal marah juga! tau gitu tadi aku tanya dulu, mau minuman apa enggak!" gerutu Thea dalam hati,tanpa sadar mengambil dan menyesap beberapa teguk kopi. "Kamu bisa nyetir mobil kan?" celetuk Nathan mengeraskan suara.Membuat gadis itu terkejut dan tersedak, "Huk.. uhuk!" "Bisa Pak. Uhuk! Bisa," ucap Thea berulang kali memberi anggukan kepala. "Selama tiga hari, kita akan menghadiri acara ulang tahun teman saya." "Hah? k-kita?" celetuk Thea,terbelalak. Sedikit tak percaya dengan ucapan yang baru saja ia dengar. "Itukan teman Bapak. Kenapa say
Pukul 05.00 Fajar sudah menyingsing namun ini adalah waktu yang masih kedua gadis itu manfaatkan untuk istirahat. drt...drt...drt...suara dering ponsel mengusir keheningan. Seluruh ruangan menjadi sangat bising,salah satu gadis itu mengernyit dan segera meraih benda asal suara. "Ck, perasaan aku ga pake sound ini." gerutu Thea,mendengar suara yang berbeda. Karena sebelumnya,Thea hanya memasang sound keras untuk notif pesan,panggilan dan komunikasi lainnya. Perlahan membuka sebelah mata,dan mengerti alasan kenapa dia mendengar suara yang berbeda. Sebuah notif panggilan dari salah satu kontak yang tertera di layar ponsel. "Siluman?" celetuk Thea,mengerutkan kening lalu menggeser ikon hijau. "Halo Pak.." sapa Thea,dengan suara khas orang baru bangun tidur. "Saya sudah kirim lokasi! 20 menit lagi kamu harus sudah ada disini." "Lokasi apalagi.." dengus Thea lirih,segera melihat tempat yang tertera pada layar pons