Share

4

Penulis: Fitri Soh
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-08 09:26:15

"Bu bidan, ini gimana? Tadi pas di USG katanya jumlah air ketubannya kurang. Ini berbahaya tidak, Bu?" Seorang lelaki berusia sekitar 50-an berkata di ambang pintu dengan wajah cemas. Tangannya menggenggam kuat perempuan di sampingnya.

 

Aku menyungging senyum lalu mempersilakannya duduk di kursi. Sementara suaminya memilih tetap berdiri.

 

Aku mengambil tensimeter lalu melilitkan manset ke lengan pasien. Aku menarik napas panjang saat tiba-tiba teringat ucapan Mas Yoga dua hari lalu. Katanya, tanpa seijinku pun, ia tetap akan menikah. Tuhaan, kenapa Kau timpakan ujian ini padaku?

 

Kuusap kasar air mata yang terasa mengalir di pipi lalu menunduk, mencoba tak mengindahkan rasa sakit yang kian menusuk hati. Namun lagi-lagi, air mataku kembali luruh di pipi. Mas Yoga sungguh keras kepala. Walau sudah berulangkali aku bersikukuh tak mau dipoligami, tetap ia bergeming. Nanti sore, ia akan datang melamar. Ya Tuhan ....

 

"Bu bidan?"

 

Kuusap cepat sudut mata lalu menyungging seulas senyum. Perasaan pedihku kembali timbul saat melihat tatapan prihatin sang perempuan.

 

Mencoba mengindahkan rasa sakit, aku berkata, "Tekanan darahnya normal."

 

Perempuan di hadapanku manggut-manggut. Ia pasien tertua yang kutangani. Telat memiliki momongan. Diumur hampir 41 tahun baru bisa hamil, membuatku ketat mengawasi untuk menghindari komplikasi kehamilan. Setiap minggu, kujadwalkan kontrol. Berbeda dengan pasien lain yang hanya kontrol sebulan sekali.

 

"Bahaya tidak, Bu?" Suaminya bertanya. Aku memeriksa hasil USG.

 

"Kalau tidak merasakan sakit, insyaallah tidak apa-apa. Semakin mendekati melahirkan, jumlah air ketuban semakin berkurang. Banyakin minum air putih yang banyak, yaa. Jalan kaki juga."

 

Aku lalu mengambil sembilan strip obat terdiri dari asam folat, vitamin dan mineral lalu memasukkannya ke dalam plastik putih dengan nama klinikku. Begitu mereka keluar, pasien yang lain segera masuk. 

 

"Mbak Diaan," panggilku sambil berdiri. Asistenku segera mendekat. 

 

"Tolong gantikan, yaa. Aku sedang tak enak badan." Lalu, aku keluar dari ruangan. Beberapa pasien melempar senyum saat aku melintas di depannya. Aku balas tersenyum, lalu melangkah cepat menuju kamar. Segera merebah.

 

"Cin."

 

Suara di ambang pintu sama sekali tak kusahut. Jam berapa sekarang? Aku menatap jam dengan malas. Pukul 3. Tumben suamiku sudah ada di rumah. Biasanya, ia masih di tempat kerjanya.

 

"Nggak biasanya Mas. Biasanya belum pulang?"

 

"Adek lupa, ya? Hari ini kan mas mau melamar Anita."

 

Deg. Ya Allah, kenapa sakit sekali rasanya mendengar suara suami yang begitu antusias?

 

"Mas, kumohon." Aku mengibai.

 

Suamiku yang telah rapi dengan kemeja putih dan pantalon hitam itu segera mendekat. Dikecupnya keningku, lalu pindah ke bibirku. 

"Mas janji, Mas bakal adil."

 

"Tapi, aku tetap nggak sanggup, Mas."

 

"Hiiits." Ia meletakkan tangan ke bibirku. Air mata di pipiku semakin menderas. Kenapa begini sakit, Allah. Allah, kenapa begini sakit?

 

"Mas janji bakal adil. Ijinkan Mas nikah lagi, ya? Percayalah, cintaku padamu lebih besar darinya."

 

Aku terisak dalam dekapannya. Sepertinya walau aku terus menolaknya, Mas Yoga akan terus bersikukuh. Tuhan, lapangkan hatiku.

 

***

 

"Bun, aku berangkat ngaji dulu."

Cepat kuusap air mata lalu bangkit berdiri. 

 

"Iya, jangan nakal."

 

Farhan segera mengecup punggung tanganku, setelah menerima uang saku, bocah berumur 7 tahun 3 bulan itu segera berlari keluar. Aku baru akan kembali merebah saat sang adik tiba-tiba berlari masuk.

 

"Bundaaa!" seru Caca sambil berlari mendekat. Aku segera berjongkok, memeluknya dengan erat.

 

"Kamu pergi saja, Caca biar aku yang jagain."

Aku mengibaskan tangan pelan sama baby sitter-nya yang terdiam di ambang pintu. Ia menatapku lama sebelum akhirnya membalikkan badan dan pergi.

 

Aku menghela napas, mengusap air mata yang lagi-lagi turun sambil terus mengasihi diri sendiri. Ah, andai saja aku bisa ....

 

Kugelangkan kepala saat kata 'cerai' terlintas di kepala. Tidak. Bagaimana nasib anak-anak jika sang ibu bersikap egois? Jelas, cerai bukan jalan terbaik mengingat aku juga sangat mencintai Mas Yoga. Tidak peduli ia telah membuatku sangat terluka, namun aku tak ingin ketuk palu pengadilan membuat kami jadi sepasang orang asing.

Aku sangat mencintai Mas Yoga.

Sangat cinta.

Juga kasihan anak-anak. Farhan akan selalu butuh sosok ayah. Apalagi Caca yang begitu manja pada ayahnya. Hatiku pun ... Ah, cinta. Kenapa kau membuatku sedemikian menyedihkan? Berusaha menerima keinginan Mas Yoga walau sangat menyakitkan.

 

"Bunda, kenapa nangis?"

 

Tangan Caca mengusap pipiku. Kuangkat bocah 5 tahun ini ke ranjang lalu memeluknya sambil menangis. Akhir-akhir ini, banyak orang menatap iba padaku. Apa aku sedemikian memprihatinkan? Ah. Itu sudah jelas. Melayani pasien sambil menahan tangis, juga membeli sayuran ketukang sayur sambil sebentar-sebentar mengusap air mata. Nyaris semua tetangga tahu. Ada yang hanya menatap prihatin, ada pula yang mencoba menenangkan.

Cepat sekali gosip merebak. Macam bangkai dikerumuni lalat menjijikkan yang berdengung-dengung. Itu membuatku risih, tapi aku tak bisa berbuat banyak. Itu kenyataannya. Mas Yoga selingkuh. Seorang tetangga kemarin mengatakan, beberapa bulan lalu pernah melihat bersama perempuan berparas rupawan. 

 

"Bunda kenapa nangis? Bunda sakit, ya? Apanya yang sakit, Bun?"

 

Hati bunda sakit, Nak. Sakit sekali. Kataku dalam hati sambil mengecup kening Caca.

 

"Bunda nggak sakit, Sayang. Hanya kelilipan." Aku pura-pura mengusap mata. "Uuuh, sakitnya. Kelilipan tadi."

 

"Bun, tadi ayah bilang, aku mau punya bunda lagi. Horeee, aku akan punya dua bunda."

 

Aku menggigit bibir. Kenapa begitu pedih mendengarnya, Allah? Aku memeluk Caca lalu kembali terisak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BALAS DENDAM CANTIK    40

    Aku menatap ke arah pintu yang perlahan membuka. Mas Yoga masuk membawa jus wortel. Ia duduk di bibir ranjang, sambil tersenyum kecil mengulurkan gelas itu padaku. Aku terus diam menatapnya tanpa ekspresi. Semua tak lagi sama, Mas. Meskipun sekarang kamu bersikap baik, keputusan untuk cerai tak bisa diganggu gugat. Sampai kapan pun, aku tak mau dimadu.Mas Yoga memajukan gelas di tangannya lebih dekat ke arahku. Karena aku terus diam, ia akhirnya menempelkan gelas ke mulutku."Aku selalu ingat hampir tiap pagi dan malam kamu meminum ini." Tatapnya, aku berpaling darinya. Memperhatikan matahari pagi yang menyinari dedaunan."Bundaa!" Itu suara Caca. Aku menegakkan tubuh lalu merentangkan tangan saat putri kecilku itu berlari mendekat. Kucium pipinya dan memangkunya."Caca mau ikut bunda, gak?" Tatapku. Caca memandangku penuh minat."Ke mana, Bun?""Pengadilan agama."Wajah Mas Yoga menegang. Ia menegakkan tubuh. Tangannya meremas gelas cukup kuat. Aku pura-pura tak melihat."Caca tungg

  • BALAS DENDAM CANTIK    39

    Cinta memandangku dengan wajah jengkel bercampur penasaran. "Apa, Mas? Katakan saja mumpung aku masih mau mendengar."Kugelengkan kepala melihat tingkahnya. Ia bersidekap di dada dan memandangku angkuh."Ayo katakan, Mas?!""Aku menikahi Anita sebenarnya karena ...." Aku menarik napas dalam saat teringat perkataan Mas Yogi tempo hari."Kamu harus menyembunyikan ini dari istrimu. Dia mudah keceplosan. Setelah Anita melahirkan, kamu boleh menceraikannya," kata Mas Yogi kala itu sambil menatap penuh harap."Ayo cepat katakan, Mas.""Cinta, aku ...." Aku menatapnya ragu. Teringat permintaan Mas Yogi agar aku tetap bungkam membuatku bingung. Kalau mengatakannya, aku takut Cinta akan bilang pada Anita bahwa yang dinikahinya bukan Mas Yogi. Anita tipe yang meledak-ledak. Anita bisa saja langsung mendatangai rumah bapak dan mengatakan bahwa ia hamil anak Mas Yogi. Dan bapak pasti akan kecewa dua sekaligus. Pertama karena Mas Yogi berzina sampai berbuah anak di luar pernikahan, lalu kedua kare

  • BALAS DENDAM CANTIK    38

    "Apa kamu tidak merindukanku, Cin?"Hening cukup lama. Aku dan Mas Yoga saling menatap. Aku rindu, Mas. Sangat rindu. Bahkan saat ini aku sebenarnya ingin sekali memelukmu, tapi menahannya karena semua tak lagi sama. Kembali membuka mati, berarti harus siap menanggung rasa sakit lagi. "Cin?"Ditangkupnya wajahku dengan kedua tangan, tapi aku berpaling menghindari tatap dengannya. Tanganku bergerak pelan menepis tangannya."Di mana Anita?" tanyaku sambil menatap keluar kamar. Mas Yoga mengikuti arah tatapanku. Terlihat jelas bahwa Mas Yoga kecewa dengan sikapku, tapi aku bersikap cuek. Mencoba cuek walau hatiku remuk dan sakit. Perih, andai kamu tahu."Dia sedang ke rumah ibunya.""Kenapa kamu gak mengantar istri kesayanganmu itu?" Nadaku sinis. Mas Yoga memandangku terkejut."Aku sengaja tetap di rumah agar bisa menyambutmu." Ia terlihat menahan kesal.Aku memperhatikannya lama, lalu tersenyum mengejek. "Kamu gak perlu menyambut perempuan jahat sepertiku, Mas." Aku keluar dari kamar.

  • BALAS DENDAM CANTIK    37 B

    "Lima belas tahun lalu, aku masih jadi preman pasar bersama Tara dan Redi. Semua orang takut pada kami karena aku tak segan main fisik." Tatapnya."Pistol yang kutemukan itu, apa ...."Ia mengangguk. "Sebelum mengasuh Putri, aku seolah tak punya tujuan hidup, Cinta. Perempuan yang kucintai terus saja menolakku. Aku berbuat semaunya sendiri sampai meresahkan warga. Siapa pun yang berani mengusikku juga keluargaku, dia akan terima akibatnya."Sungguh mengerikan ternyata dia. Aku memilih menatap ke arah lain saat kami beradu tatap. Aku baru menatapnya saat mendengar kekehan kecil."Apa kamu akan mengurungkan niat menikah denganku?" Didongakkannya wajahku menghadapnya. Bertatapan dengan jarak yang begitu dekat, membuatku sangat malu. Aku mengalihkan pandang ke arah lain. Pada rumah-rumah panggung yang terpacak di bibir sunga. Mas Zain naik ke jembatan, ia terlibat pembicaraan pada seorang perempuan tua lalu menerima uang. Mas Zain menuju rumah dengan banyak plastik berisi kerupuk yang dig

  • BALAS DENDAM CANTIK    37

    Astagaaa, sepertinya aku akan gilaa!" Teriak Neni di pagi hari yang cerah saat aku baru selesai mandi juga memandikan Caca. Caca kini tengah makan tempe goreng sambil menonton televisi. Wajah Caca begitu riang setelah aku mengatakan besok kami akan ke Jakarta bertemu dengan ayahnya. "Ada apa, Nen? Pagi-pagi udah teriak-teriak aja." Aku menatapnya terpana saat ia menuju ke arahku dengan beberapa bunga teratai di tangan. Diulurkannya bunga putih kekuningan itu padaku."Apa ini?""Dari pangeranmu." Luwes sekali ia mengatakan Mas Zain pangeran, astaga. Aku meraih bunga darinya lantas berjalan menuju pintu, tak ada Mas Zain di depan."Dia ke rumah ibunya dulu. Nanti ke sini, katanya. Apa kalian sekarang jadi anak ingusan baru puber yang setiap hari bertemu? Sungguh seperti anak ABG." Ia menggeleng dengan wajah muak.Aku tertawa kecil melihatnya yang pura-pura pingsan di sofa. Kujitak kepalanya sambil duduk lalu menghidu bunga teratai dalam dekapan. Wanginya begitu mendamaikan. Aku terse

  • BALAS DENDAM CANTIK    36

    Ini yang terakhir aku memintanya padamu. Kamu mau jadi istriku atau tidak?" "Ummp ...."Ia mengerutkan kening. Tanpa mengatakan apa pun, aku menepis tangan agar tak lagi mengungkung tubuhku lalu berjalan ke arah meja, meraih aquarium lalu melangkah cepat meninggalkannya."Aku bertanya bukannya dijawab."Aku tak mengindahkannya."Cinta, ada yang tertinggal," katanya saat aku mencapai ambang pintu. Penasaran apa yang sebenarnya tertinggal, aku pun menoleh. Mas Zain mendekat, ia merebut aquarium dari tanganku dan meletakkan kembali ke meja."Apa yang tertinggal?" Aku menatapnya heran.Mas Zain merogoh saku celananya, lalu dengan cepat menyematkan cincin ke jari manisku. Jantungku berdetak kencang saat kami beradu tatap."Jangan pernah mengembalikan padaku lagi."Aku tak menyahut karena begitu malu. Mas Zain meraih bonsai kelapa juga pisau dan berjalan keluar. Ia menoleh di ambang pintu mengisyaratkan agar aku mengikutinya. Sementara ia duduk di bangku kecil fokus membersihkan serabut ke

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status