Share

3 Pernikahan

Aku tiba-tiba merasa lebih baik begini meski seluruh kejadian itu mulai membuatku takut.

"Jadi, kita akan bertemu tiga hari lagi, di hotel. Maaf, itu bulan madu kita."

Dato Raf menepuk lututnya dan tersenyum. Pada saat itu dia tampak seperti paman yang baik hati.

"Jangan takut. Semuanya akan baik dan saya tidak akan terlalu sering mampir - sejauh mungkin dan perlu juga. Saya tidak lagi muda, tapi saya sangat tertarik kepada kamu Anna."

"Nama saya Diana."

"Aku akan memanggilmu Anna saja," putusnya.

Pertama kali ternyata menjadi cobaan berat bagiku. Aku tahu itu menyakitkan, tetapi seberapa parah itu akan menyakitiku. Aku tidak tahu. Aku tidak ingin memikirkannya.

Mungkin aku bisa mengatasi dengan  pengalamanku sendiri, dan aku tidak sepantasnya mengeluh.

Aku  berusaha untuk tidak memberi alasan ketidakpuasan. Kesepakatan adalah kesepakatan. Dan bukan favoritku untuk menjadi menangis. Karena semuanya sudah terjadi.

Dengan pekerjaan, semuanya berhasil pada hari pertama, perusahaan kosmetik  "Pesona Wanita" menyambutku dengan tangan terbuka.

Perusahaan  mengalokasikan ruang kantor terpisah untukku dengan sebuah jabatan yang aku inginkan dan seorang asisten yang membantuku sepenuh waktu.

Sampai saat ini, aku bahkan tidak bisa memimpikan kebahagiaan seperti itu. Aku  terjun ke pekerjaan, seolah-olah ke dalam pusaran air, dengan cepat. Staf kantor yang ramah mengajariku dengan cepat.

Aku  ingin bersibuk dengan pekerjaanku. Aku punya kartu kredit yang diberikan untuk belanja apa yang aku suka.

Paling penting dan hal-hal kecil yang menyertainya, pakaian, salon kecantikan, dan gym, akan menjadi bagian dari hidupku.

Harum dan cantik, dengan kaki panjang yang mengintip dari balik gaun pendek kesukaanku. Aku  akan bertemu pelindungku, suamiku  dengan senyuman, bahkan jika semuanya terjadi di hotel, dimana aku  akan menyerahkan keperawananku esok.

Hari hari berlewat. Kini hari libur, bulan madulu yang pertama akan berlangsung disini. Di hotel ini semuanya akan kuserahkan.

Aku  berangkat lebih awal ke hotel untuk memastikan semuanya akan berjalan baik baik saja .

Berkeliling dihotel yang mewah itu sebelum aku memparkir mobil mungilku di basement yang cukup luas dan petugas parkir serta satpam yang selalu siap dan ramah .

Mobil mungil hadiah perkawinanku dengan pelindungku. Aku mendatangi dealer dengan surat pengantar Dato Raf. Semuanya selesai dalam satu hari.

Aku merasa senang. Senang juga, ketika resepsionis itu tidak bertanya apa apa kepadaku selain  rasa hormat yang ditujukan kepadaku.

Petugas itu memberikan kunci kamar dan room boy menawarkan bantuan. Namun aku  menolaknya dengan tas pakaian ringan yang bisa kubawa sendiri .

Hotel sudah boking. Kamar No. 711.

Jantungku berdebar debar ketika aku  masuk kedalam kamar.

Jam 14.00 siang aku sudah menunggu, menunggu panggilan telepon dari lelaki yang aku sebut kini "pelindungku"

Pelindung? Suami? Tiba tiba aku  bergidik ketika ingat ibuku. Aku telah  membohongi ibuku karena tidak memberitahu apapun tentang ini.

Aku ingin meredakan kesalahanku. Sekarang aku akan  menjadi istri, tidak menikah. Akangkah jeleknya. Mengapa aku tidak memikirkan itu sebelumnya'? Tidakkah sebaiknya aku  menikah lebih dahulu? Ini sebuah kesalahan besar. Apa mesti kulakukan'? Menikah seharusnya terjadi. Aku terlalu naif untuk.melupakannya.

Mungkin bukan terlalu resmi, "nikah siri" bisa saja dilakukan.  Tiba tiba saja 'aku mengingat itu sebagai masalah besar yang akan menghimpitku.

Ini tidak ada dalam perjanjian.Tapi pasti perlu. Aku berpikir dengan keras, semakin kupikir kepalaku menjadi puyeng.

Tak ada yang kulakukan selain menunggu telepon.

Aku ingat, aku tidak boleh menelpon atau mengirim pesan. Dari perjanjian itu,  aku mendapat biaya hidup yang sangat lumayan setiap bulan yang masuk ke dalam akun tabunganku.

Cicilan mahal  Apartemen. mewah kepada pengembang, aku  tidak perlu memikirkan. Setelah 5 tahun akan menjadi milikku. Semua diurus oleh pelindjngku. Aku  akan dapat membantu ibuku yang dengan uang, tentunya aku harus mencari alasan yang masuk akal sebelum semua terungkap .

Sore itu lelaki pelindungku menelpon dan aku menjadi gugup. Aku tak segera menjawab telepon itu, membiarkan debaran jantungku mereda.

"Iya....aku " jawabku  di handphonenya dengan suara yang bergetar .

"Aku sudah disini.." kataku pula memastikan. Dia pasti merasa lega. Aku berpikir  apa yang mesti.aku ucapkan.

Apakah Dato Raf akan menyetujui?

"Aku punya masalah.." ungkapku di telpon.

"Kau tidak membicarakan sebelumnya tentang masalah," dia berhenti sebentar.

Lalu suaranya terdengar lagi.

"Baiklah  apa masalahmu sayang?"

"Kalau ibuku tahu?"  suaraku tercekat dikerongkongan.

Semoga saja dapat ditangkap dengan baik oleh Dato Raf.

"Engkau sudah dewasa.." kata Dato Raf.  Waktu 6 tahun juga tidak lama, kau akan melewatinya dengan baik" 

"Apakah permintaanku terlalu berat?" ujarku terbata bata. Kudengar Dato Raf tetawa dalam telpon.

"Aku  belum tahu permintaanmu, bagaimana aku menanggapinya,  kamu ini lucu Anna," derai tawa Dato Raf. terdengar.

"Baiklah, maafkan aku..apakah tidak  sebaiknya kita menikah lebih dahulu?" 

'Aku langsung mengungkapkan perasaanku.

"Maaf, ini terlalu tiba tiba tapi sangat penting bagiku dan juga kita."

Pastinya Dato Raf terkejut. Tidak apa, aku siap dengan resikonya..Menunda bulan madu agar semuanya halal.

"Kamu terlalu kawatir," suara Rafki meninggi.

"Aku gugup, tapi usulku apakah masuk akal? Agar semuanya tidak.menjadi dosa "

Aku berani melepaskan alasan. Sebagai Dato yang pernah tinggal fi negeri jiran, dia pasti tahu. Dan seharusnya dia yang berinisiatif. Tapi pikiran sesaat mungkin menjadi terlupa.

"Kupikir kita  menikah saja lebih dulu, tidak perlu  resmi, secara "siri"saja," kataku dengan tenang  memutuskan. Aku merasa lega sesaat setelah mengatakan itu.

"Aku tak perlu memegang suratnya, dapat disimpan atau dilenyapkan, aku tidak peduli, aku cuma ingin menjadi istri, kukira anda pasti tahu, agar aku diterima ibuku dan kekuargaku, kalau tidak aku akan dianggap pendosa."

Handphone tiba tiba berhenti, lelaki pelindungku menutup telpon secara tiba tiba. Marahkah Dato Raf? 

Peluh dingin memercik ditubuhku yang lalu diserap oleh dinginnya AC kamar hotel itu .

Lama tidak ada jawaban, aku  cemas untuk menunggu. Gelisah, aku tidak mau larut, aku  menghidupkan televisi dikamarku.

Ada sinetron kesayanganku sedang tayang, tapi pikiranku tidak kesitu. Aku  tidak tertarik

Masih memikirkan tanggapan Dato Raf, pasti tidak mudah. Cukup lama dan sore mulai jatuh.

Tiba tiba telpon berdering. Aku bergegas mengangkatnya handphone nya.

" Baiklah, aku telah mempersiapkannya, malam ini pukul delapan, seorang pemuka agama akan melakukannya. Kau dengar itu? Sopir akan menjemputmu."

Aku  tak dapat mengira ngira , apakah Dato  Raf sedang kesal, marah atau terpaksa. Tapi aku berharap dia setuju dengan keinginanku.

Aku sudah bisa bernapas lega.

"Iya,dan terima kasih"  kataku dengan luapan bersyukur.

Pernikahan kilat dan sederhana terjadi malam itu .Seorang penghulu menikahkan diriku dan Dato Raf  disaksikan beberapa orang sebagai saksi .

Aku  tidak tahu, bagaimana keinginanku dapat tercapai begitu cepat. Dato Raf telah menuntaskannya. Tentu saja dengan uangnya.

Tidak sulit bagi lelaki itu dan aku tidak peduli dengan surat atau legalitasnya, namun aku tahu bahwa sesuatu itu  sudah resmi dan menjadi syarat untuk suami istri.

Supirnya yang cekatan, Fahmi  menyelesaikannya meski ia tidak ikut menanda tangani sebagai saksi pernikahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status