Beranda / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 66. Protokol Yang Gagal

Share

Bab 66. Protokol Yang Gagal

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-28 07:33:30

Alis Rayden bertaut erat, kebingungan dan ketidakpercayaan berperang di dalam dirinya. Ia menatap Tetua Altair, mencoba mencari kebohongan di mata pria tua itu.

"Ayahku?" tanyanya, suaranya terdengar serak. "Dia hanya seorang pebisnis biasa, tidak memiliki kultivasi."

Sang Tetua mengangguk perlahan, ekspresinya muram. "Benar," sahutnya. "Dan itulah kesalahan perhitungan kami yang paling fatal. Di dunia kami, seorang manusia biasa tanpa kultivasi dianggap tidak lebih dari seekor semut. Kami mengira dia tidak akan berdaya."

Ia melanjutkan narasinya, suaranya yang tenang membawa Rayden kembali ke dalam kengerian malam itu. "Tim Bayangan gabungan yang dipimpin oleh Lucien Dorne, bergerak seperti hantu. Mereka melumpuhkan sistem keamanan elektronik di kediamanmu tanpa jejak. Mereka membobol kunci pintu utamamu tanpa suara. Semuanya berjalan sesuai rencana yang sempurna."

Ia berhenti, matanya menerawang. "Namun, saat anggota tim pertama mendorong pintu itu terbuka, mereka tidak disambut ole
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 66. Protokol Yang Gagal

    Alis Rayden bertaut erat, kebingungan dan ketidakpercayaan berperang di dalam dirinya. Ia menatap Tetua Altair, mencoba mencari kebohongan di mata pria tua itu."Ayahku?" tanyanya, suaranya terdengar serak. "Dia hanya seorang pebisnis biasa, tidak memiliki kultivasi."Sang Tetua mengangguk perlahan, ekspresinya muram. "Benar," sahutnya. "Dan itulah kesalahan perhitungan kami yang paling fatal. Di dunia kami, seorang manusia biasa tanpa kultivasi dianggap tidak lebih dari seekor semut. Kami mengira dia tidak akan berdaya."Ia melanjutkan narasinya, suaranya yang tenang membawa Rayden kembali ke dalam kengerian malam itu. "Tim Bayangan gabungan yang dipimpin oleh Lucien Dorne, bergerak seperti hantu. Mereka melumpuhkan sistem keamanan elektronik di kediamanmu tanpa jejak. Mereka membobol kunci pintu utamamu tanpa suara. Semuanya berjalan sesuai rencana yang sempurna."Ia berhenti, matanya menerawang. "Namun, saat anggota tim pertama mendorong pintu itu terbuka, mereka tidak disambut ole

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 65. Burung Kenari Emas

    "Pilihan untuk hidup dengan tangan berlumuran darah orang lain," desis Rayden, suaranya rendah dan penuh dengan kebencian yang membara. Getarannya terasa di udara, cukup tebal untuk bisa dirasakan di kulit. "Itu bukanlah sebuah pilihan. Itu adalah kebejatan."Sang Tetua menerima penghakiman itu tanpa membantah, seolah kata-kata itu adalah cambukan yang memang pantas ia terima. Ia menghela napas panjang, sebuah suara yang sarat dengan kelelahan selama satu dekade. "Sebutlah sesukamu, anak muda. Tapi yang jelas, penghakimanmu tidak akan mengubah apa yang telah terjadi."Ia menegakkan tubuhnya sedikit, matanya yang tua kini menerawang, kembali ke malam yang gelap sepuluh tahun yang lalu. "Malam itu, kami di dewan perencanaan menyebutnya 'Operasi Burung Kenari Emas'. Sebuah nama yang puitis untuk sebuah tugas yang kotor. Rencananya di atas kertas sangatlah sederhana."Ia mulai bercerita dengan nada seorang jenderal yang menceritakan kembali pertempuran yang telah kalah, penuh dengan detai

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 64. Pilihan Antara Dua Neraka

    Gigi Rayden bergemeletuk, sebuah suara pelan yang terdengar mengerikan di ruangan yang sunyi itu. Tangannya yang terkepal di bawah meja bergetar menahan amarah yang meluap. Ambisi setingkat dewa, legenda. Semua itu tidak ada artinya di hadapan kenyataan pahit keluarganya yang telah dibantai."Dan untuk ambisi gila itu," desisnya, suaranya dipenuhi kebencian yang dingin, "Dia memerintahkan kalian untuk menjadi anjing pembantainya?"Tetua Agung Altair tidak menghindar dari penghinaan itu. Ia justru menundukkan kepalanya, wajahnya yang keriput menunjukkan rasa malu yang dalam dan telah lama terpendam. "Kau menyebut kami anjing," katanya dengan suara getir. "Dan kau tidak salah."Ia mengangkat kepalanya, matanya yang tua menatap Rayden dengan tatapan yang aneh, sebuah campuran antara penyesalan dan kepasrahan. "Tapi, coba katakan padaku, anak muda. Apa yang bisa dilakukan seekor anjing saat tuannya adalah seekor naga?"Sebelum Rayden bisa menjawab, sang Tetua melanjutkan, menarik Rayden k

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 63. Makam Sang Awal

    Nama Lucien Dorne menggantung di udara yang pekat di antara mereka, berat dan penuh dengan makna tersembunyi. Rayden merasakan gelombang kebencian yang dingin menjalari pembuluh darahnya. Semua benang kusut dalam hidupnya—pengkhianatan terhadap ayahnya, artefak yang dicuri, bayangan di malam pembantaian. Semuanya mengarah pada satu nama itu.Nama itu. Nama yang disebut ayahnya sebagai rekan bisnis paling tepercaya. Nama yang terukir di artefak yang ia rebut dari Bramasta. Nama bayangan yang ia lihat dalam ingatan yang ia curi. Semua benang merah yang kusut itu kini menyatu pada satu nama yang terkutuk.Tetua Agung Altair melihat kilat berbahaya di mata Rayden. "Lucien hanyalah alat, anak muda," katanya cepat, mengarahkan kembali percakapan ke inti masalah. "Untuk memahami mengapa alat setajam dirinya mau digunakan, kau harus mengerti betapa tak ternilainya hadiah yang dijanjikan. Semuanya kembali pada kristal itu, pada fungsinya sebagai kunci."Rayden berhasil menekan amarahnya. Ia me

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 62. Perintah Sang Naga

    Di dalam keheningan paviliun, ucapan sang Tetua masih terasa menggantung di udara. Namun, bagi Rayden, kemegahan kosmik dari legenda itu seketika lenyap, tergantikan oleh satu kenyataan yang dingin dan personal. Ia mengepalkan tangannya di bawah meja, buku-buku jarinya memutih. Amarah yang membeku menjalari hatinya."Jadi, semua ini..." katanya, suaranya rendah dan bergetar karena emosi yang tertahan. "Pembantaian seluruh klan, hanya karena sebuah legenda?"Tetua Agung Altair menggelengkan kepalanya perlahan, ekspresinya kini suram. "Bagi kita yang hidup dalam keterbatasan, itu adalah legenda, anak muda. Sesuatu yang kita baca dalam gulungan-gulungan kuno dengan rasa kagum dan tak percaya." Ia berhenti sejenak, tatapannya menjadi gelap. "Tapi bagi Brahma Angkara, itu adalah sebuah fakta. Sebuah tujuan akhir yang telah ia kejar dengan obsesi yang dingin selama puluhan tahun.""Brahma Angkara?" ulang Rayden. Nama itu terdengar asing."Itulah nama asli dari sosok yang kami sebut Lord Dra

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 61. Warisan

    Ruangan itu terasa sunyi senyap, hanya diisi oleh detak jantung Rayden yang berpacu di dalam dadanya. Hadiah terbesar di seluruh alam semesta. Kata-kata itu menggema di benaknya, membangkitkan sebuah antisipasi yang hampir menyakitkan."Hadiah terbesar?" tanya Rayden, suaranya terdengar serak karena emosi yang tertahan. "Apa yang mungkin lebih berharga dari keabadian dan pemahaman surgawi yang baru saja kau jelaskan?"Tetua Agung Altair menatapnya lekat-lekat, matanya yang tua kini bersinar dengan cahaya yang aneh, sebuah campuran antara kekaguman, ketakutan, dan ambisi yang terpendam. Ia tidak langsung menjawab, seolah sedang menimbang bobot dari kata yang akan ia ucapkan."Warisan," akhirnya ia berucap, satu kata yang terasa begitu berat dan penuh makna. "Bukan warisan biasa, anak muda. Tapi warisan dari sang awal."Ia menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk menceritakan legenda paling terlarang, sebuah kisah yang menjadi obsesi dari makhluk sekuat Lord Dragon."Dahulu k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status