Home / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 79. Mata di Setiap Sudut

Share

Bab 79. Mata di Setiap Sudut

Author: Imgnmln
last update Huling Na-update: 2025-07-31 18:04:17

Rayden menatap Alesia, alisnya sedikit terangkat oleh pernyataan wanita itu yang penuh percaya diri. Ia mengambil koran lokal yang dilempar ke atas meja. Judulnya yang sensasional—Ketenangan Misterius Selimuti Dunia Bawah Malora—terasa seperti sebuah ironi. Ia meletakkan koran itu, lalu menatap kembali pada Alesia, matanya yang berwarna amber kini dipenuhi rasa penasaran yang tulus.

"Jelaskan."

Satu kata itu adalah panggung yang Alesia butuhkan. Ia tersenyum, sebuah senyum yang bukan lagi senyum seorang model, melainkan senyum seorang ahli strategi yang bersemangat. Ia berjalan ke arah peta Malora yang besar di dinding, menyapukan tangannya di atasnya seolah sedang membelai sebuah kerajaan.

"Selama ini kalian berpikir tentang bagaimana cara mengendalikan para preman ini," mulainya dengan antusias. "Dengan aturan, dengan pajak, dengan rasa takut. Tapi kalian melihat mereka hanya sebagai bawahan. Sebagai sumber daya. Kalian salah."

Ia menoleh, matanya berkilat. "Mereka bukan hanya sumbe
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 85. Jejak yang Menghilang

    Setelah berminggu-minggu yang terasa seperti selamanya, ruang strategi di markas Rayden telah berubah. Peta Malora yang tadinya dominan kini telah digantikan oleh tumpukan gulungan kuno, kristal data yang berkedip-kedip, dan catatan-catatan yang ditulis dengan tergesa-gesa. Perburuan mereka terasa seperti mencari sebutir pasir di tengah gurun.Tepat saat frustrasi mulai mencapai puncaknya, Lyra muncul dari bayang-bayang. Gerakannya seperti biasa senyap, namun kali ini ada aura urgensi yang berbeda di sekelilingnya. Tanpa sepatah kata, ia melempar sebuah gulungan tua yang sudah menguning ke atas meja di depan Rayden."Ini adalah catatan pengiriman terakhir dari gudang rahasia Keluarga Bramasta sepuluh tahun yang lalu," katanya, suaranya yang datar terdengar lebih tajam dari biasanya. "Satu-satunya catatan di seluruh arsip mereka yang menyebutkan nama Brahma Angkara."Rayden langsung meraih gulungan itu. Tangannya yang mantap membuka segel lilin yang telah retak. Di dalamnya, tertulis d

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 84. Peta Menuju Antah Berantah

    Rayden menyentuh ukiran spiral di dinding batu yang dingin itu. Sebuah getaran energi yang sangat samar, setipis benang laba-laba, merambat ke ujung jarinya, beresonansi dengan Kunci Spasial yang tersimpan aman di dalam cincin penyimpanannya. Sebuah kesadaran yang mengguncang menghantamnya, menghubungkan semua titik-titik yang selama ini terpisah."Ini bukan sekadar simbol," katanya, suaranya yang pelan dipenuhi oleh bobot dari sebuah penemuan besar. "Ini adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar."Lyra mendekat, matanya yang berwarna perak menyipit saat ia mengamati diagram rumit di dinding. "Bagian dari apa?" tanyanya, nadanya waspada."Bagian dari sebuah mekanisme," jawab Rayden. Ia menoleh pada Lyra, matanya berkilat dengan kejernihan yang baru. "Tetua Arganta Bramasta, dia tidak hanya menemukan sebuah rahasia. Dia menemukan sebuah peta."Ia mengeluarkan Kunci Spasial—pecahan kompas kuno—dari cincinnya. Benda itu berdenyut dengan cahaya redup saat didekatkan ke dinding, seolah m

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 83. Ruangan di Bawah Lantai

    Rayden tidak menjawab Lyra. Ia hanya menyingkirkan puing-puing terakhir, menampakkan sebuah pintu jebakan dari logam hitam yang telah berkarat parah, menyatu dengan lantai batu di sekelilingnya."Aku punya firasat buruk tentang ini," gumam Lyra, matanya yang berwarna perak menyipit saat ia merasakan aura dingin yang samar merayap keluar dari celah-celah pintu itu.Rayden meletakkan tangannya di atas mekanisme kunci yang telah macet. Dengan sedikit aliran energi spiritual, ia memaksa baut-baut internal yang berkarat untuk bergeser. Dengan suara erangan logam yang menyakitkan, pintu itu terbuka, mengeluarkan hembusan udara yang pengap dan dingin.Sebuah tangga batu yang curam dan gelap terbentang di hadapan mereka."Tunggu di sini," perintah Rayden pada timnya. "Aku dan Lyra akan turun."Dengan bola cahaya kecil yang mengambang di telapak tangannya sebagai penerangan, Rayden mulai menuruni tangga, diikuti oleh Lyra yang bergerak tanpa suara di belakangnya. Udara di bawah terasa berat da

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 82. Pos Perdagangan Tua

    Rayden menutup jurnal bersampul kulit itu dengan gerakan yang pelan dan penuh hormat. Noda darah kering di halaman terakhirnya seolah menjadi saksi bisu dari arogansi dan ketakutan seorang pria yang telah lama lenyap. Di dalam keheningan ruang arsip, gema dari bisikan terakhir Tetua Arganta Bramasta terasa begitu nyata."Pegunungan Awan Merah," kata Rayden, matanya sedingin es. Ia tidak lagi melihat ke arah Kara, yang masih menatap jurnal itu dengan ekspresi rumit. Tatapannya kini menembus dinding, menuju ke sebuah tujuan yang baru saja terungkap.Ia menoleh ke arah bayangan di sudut ruangan, di mana ia tahu Lyra selalu berada."Lyra, siapkan tim kecil. Kita berangkat sekarang."Perjalanan menuju Pegunungan Awan Merah memakan waktu hampir seharian penuh. Mereka meninggalkan hiruk pikuk Kota Malora, menembus hutan lebat, dan perlahan menanjak memasuki wilayah pegunungan yang terjal dan tak ramah. Udara menjadi semakin tipis dan dingin, dan angin gunung yang menderu-deru membawa aroma t

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 81. Bisikan dari Masa Lalu

    Rayden mengambil jurnal bersampul kulit itu dari dalam brankas. Permukaannya terasa dingin dan rapuh di tangannya, seolah bisa hancur menjadi debu kapan saja. Ia menatap segel keluarga Bramasta yang samar-samar masih terlihat, lalu beralih pada Kara yang wajahnya masih pucat."Apa yang membuatnya begitu istimewa?" tanyanya, suaranya yang tenang memecah keheningan di ruang arsip yang pengap itu.Kara menarik napas dalam-dalam, seolah sedang mengumpulkan keberanian untuk berbicara tentang sebuah legenda yang menakutkan. "Tetua Agung Arganta," mulainya, suaranya pelan. "Sebelum ia menghilang tiga puluh tahun yang lalu, ia adalah sosok yang paling kontroversial di klannya. Ia terkenal karena dua hal."Ia berhenti sejenak, matanya menatap jurnal itu dengan campuran antara rasa ingin tahu dan ketakutan. "Pertama, obsesinya pada seni-seni terlarang dan pengetahuan kuno yang seharusnya tidak diusik. Dan kedua," lanjutnya, "Persaingan rahasianya yang sengit dengan seorang bintang baru yang sed

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 80. Membuka Gudang Harta Karun

    Rayden menatap para wanita yang ada di hadapannya dengan tenang. "Baiklah," katanya dengan nada final yang mengakhiri semua diskusi. "Lyra, kau pimpin analisis. Alesia, kau bangun jaringannya. Kak Mire, kau danai operasinya. Sekarang, mari kita mulai perburuan yang sesungguhnya."Dengan kekuasaannya yang kini solid, Rayden akhirnya mendapatkan hak legal dari Dewan Kultivator untuk membuka segel dan mengakses semua aset yang disita dari Keluarga Bramasta dan Altair. Ia tidak tertarik pada tumpukan emas atau gudang senjata mereka. Hartanya yang sesungguhnya terkubur di tempat yang jauh lebih sunyi dan terlupakan.Beberapa hari kemudian, Rayden dan Kara berdiri di depan sepasang pintu kayu ek yang menjulang tinggi, di jantung kediaman Keluarga Bramasta yang kini kosong. Udara di dalam terasa pengap, dipenuhi oleh bau kertas tua, lilin segel yang meleleh, dan rahasia yang telah membusuk selama puluhan tahun. Ini adalah ruang arsip pribadi mereka."Kau yakin ingin ikut?" tanya Rayden pada

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status