Beranda / Urban / Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya / Bab 2. Tali Kesabaran Pun Putus

Share

Bab 2. Tali Kesabaran Pun Putus

Penulis: Romero Un
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-08 09:49:39

“Sial! Sepertinya aku terlambat cukup lama. Tiara mungkin sudah tiup lilin duluan!”

Karena terlalu memikirkan pembicaraan teman sekamarnya, Max berakhir dengan ocehan dari manajer restoran Wakdomal tadi. Ia membuat kesalahan yang sama saat meracik pesanan burger tanpa sayuran. 

Dan ocehan 15 menit itu menahannya untuk datang tepat waktu di acara ulang tahun Tiara. Terlebih, membuatnya kehilangan beberapa lembar uang gajinya.

Turun dari ojek online, Max langsung berlari masuk dan mendapati tuan putrinya tengah berdiri di atas panggung. 

Sebuah kue ulang tahun menjulang tinggi di sebelahnya. Ia yakin dekorasi kali ini lebih mahal ketimbang tahun lalu. Seperti bukan pesta ulang tahun.

“Astaga! Itu, si Max!” Seseorang berbisik, menarik perhatian yang lain. 

“Siapa Max?”

“Dia pernah pacaran sama Tiara. Katanya sih udah putus.”

Wajah mereka berkerut-kerut. Heran dan tak setuju dengan keberadaan Max di acara itu. 

“Terus kenapa dia dateng?”

Max mempercepat langkahnya. Tak peduli dengan tatapan sinis dan bisik-bisik para tamu di sekitarnya. Ia tahu posisinya dan haknya sebagai kekasih Tiara.

Mungkin karena kasak-kusuk itu juga, Tiara melihat sumbernya. 

Tiara gelisah. ‘Hah?! Kenapa Max ada di sini?! Aku yakin, sudah titip pesan sama si Paul kalau dia nggak usah datang!’

Bahkan ketiga temannya saja tidak datang.

Max tersenyum lega melihat Tiara tidak bersama pria lain, seperti kata teman sekamarnya.

Namun, senyum itu hilang ketika seorang laki-laki berpakaian serba mewah naik ke atas panggung. Mengambil alih perhatian Tiara darinya.

Bahkan semua yang datang langsung bertepuk tangan riuh karena munculnya pria itu. 

Max memutuskan untuk menahan diri dan melihat apa yang akan dilakukan laki-laki yang tak dikenalnya itu. 

“Tiara, selamat ulang tahun!” ucap pria itu. “Aku mau menagih jawaban atas pertanyaan yang kusampaikan semalam, Tiara.”

Wajah Tiara terlihat tersipu malu. 

Max mulai mengepalkan tangannya. Siap melontarkan tinju kalau benar mereka melakukan sesuatu di belakangnya.

“Tiara Amandani, maukah kamu menemaniku sepanjang hidup?” 

Seolah Max tak ada di sana, Tiara menjawab mantap, “Iya, Darren. Aku mau.”

Mata Max membelalak. Tidak hanya pertanyaan lelaki bernama Darren dan apa yang mereka lakukan semalam. Jawaban Tiara pun membuat lemas tubuh Max. 

Hadiah yang sudah Max siapkan dengan hati-hati kini terlepas dari genggaman. Padahal ia bergadang beberapa malam, menjadi joki games, demi mendapatkan tas dan dompet seharga Rp 3.5 juta.

Kalau dulu, uang segitu tidak ada artinya bagi Max. Rp 3.5 juta adalah uang sakunya untuk satu kali makan.

Geram, Max maju tanpa peduli pandangan orang di sekitar. “Apa maksudnya, Tiara?!”

Semua orang mulai menyingkir, seolah memberi panggung bagi Max untuk tampil. Padahal mereka sibuk merekam kejadian itu. 

Dahi Darren berkerut. “Siapa yang mengizinkan gelandangan ini masuk, Sayang?” 

Tiara panik. Ia tak tahu kalau pada akhirnya Paul tidak menyampaikan pesan pada Max. 

Selama ini, Tiara bertahan bersama Max hanya karena pria itu masih sanggup setidaknya sesekali membelikan barang-barang yang diinginkannya. 

Terlebih lagi, Max cinta mati padanya. Tiara dengan mudahnya memperalat Max yang jenius untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. 

Namun kehadiran Darren, tentu saja tidak akan Tiara sia-siakan. 

Gadis mana yang mampu menolak pesona Darren yang sebentar lagi akan mewarisi salah satu perusahaan keluarga Gunawardi?

Tiara menggigit bibir bawahnya. ‘Aduh, padahal aku mau mutusin Max diam-diam. Tapi sekarang, dia malah datang!'

Karena Tiara tak juga menjawab, Darren merangkul pinggang Tiara dan kembali berkata, “Sayang, kalau kamu nggak kenal, kita bisa panggil satpam untuk usir.”

Tiara berbisik, “Darren, maaf. Aku sudah melarangnya datang. Dia mantan pacar yang kuceritakan.” 

“Kau pikir, kau siapa bisa mengusirku?!”

Max mengepalkan tangan, siap menghantam wajah angkuh Darren. 

"Singkirkan tanganmu dari pinggang Tiara!”

Darren mengerutkan dahi. Alih-alih melepaskan Tiara, ia justru menarik tubuh sang kekasih lebih dekat sambil tersenyum sinis. 

Dengan suara sedikit menegur, Darren berseru, “Bung, tahu dirilah sedikit!” 

Netra Darren bergulir, menilai Max dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kemudian, memutar bola matanya dengan jengah. 

“Tiara sudah nggak menginginkan lelaki … yang nggak bisa tampil elegan.” 

Mengabaikan ucapan Darren, Max melangkah dan menarik tangan Tiara.  “Tiara, apa kau sedang protes karena aku—”

Ucapan Max menggantung ketika Tiara tiba-tiba menyentak genggaman tangannya. Dengan sadar, Tiara beringsut kembali pada Darren. Kemudian mendeklarasikan keputusannya. 

“Max, silakan terusin kesibukanmu! Kita sudah putus!”

“Apa maksudmu dengan ‘sudah putus’?!” tanya Max geram. “Aku baru mendengarnya hari ini.”

Tiara membuang muka. “Kita sudah nggak kontak selama 2 minggu. Seharusnya kamu sadar diri, Max!”

Max tertegun. Tangannya masih mengepal, menahan niatnya untuk mengamuk di tempat. Tatapan Darren yang meremehkan membuat Max semakin sulit berpikir rasional.

Darren terkekeh melihat kondisi Max yang memprihatinkan. “Bung, sebaiknya segera tinggalkan tempat ini. Kau mempermalukan dirimu. Tiara tidak akan kembali padamu.”

Menahan marah, Max bisa mendengar gemeretak giginya sendiri. Tangannya sudah pegal, ingin menghajar sesuatu.

Menahan diri, Max berbalik dan mengambil hadiah yang dijatuhkannya tadi. Ia menatap hasil jerih payahnya demi mendapatkan tas itu dan memutuskan untuk menyerahkannya pada Tiara. 

“Baik. Kalau itu maumu.” Max menatap Tiara tajam.

Semua orang menyaksikan siaran langsung itu sambil menahan napas. Tak ada satupun yang jatuh kasihan pada Max. Mereka ingin tampil mendukung Darren yang punya uang dan kekuasaan lebih besar.

Max mendekati panggung dan menyerahkan tas kertas berisi hadiah pada si gadis yang berulang tahun sambil berkata, “Selamat ulang tahun. Semoga kau bahagia.”

“Ha! Hadiah murahan begini?!” ejek Darren yang langsung merobek tas kertas itu. “Aku sudah membelikan semua tas yang Tiara mau. Kau jual lagi saja ini!”

Darren melempar hadiah dari Max, memutus tali kesabaran pria yang baru saja patah hati.

Secepat kilat Max naik ke panggung dan meluncurkan tinjunya, tepat di tengah wajah Darren. 

“Uagh!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 102. Pertemuan Dengan Tetua Lann

    “Paman, tempatkan dia di ruangan lain dulu.” Max memutuskan di tengah jalan. “Aku sendiri saja ketemu Grandpa.”Landy mengangguk. Mematuhi keinginan sang majikan. Sementara Landy berbelok menuju lorong yang merupakan area kamar tamu, Max kembali mengekor di belakang Albert. “Apa ada tanggapan dari Grandpa, Albert?” Max perlu mencari tahu, agar ia bisa memutuskan dari mana laporannya akan dimulai. “Setelah tahu masalah ini, sepertinya Tuan besar tidak terlalu kaget.” Jawaban Albert membuat Max bertanya-tanya. Ia jadi curiga kalau kejadian ini adalah ujian dari sang kakek. Namun, pikiran itu segera sirna ketika Albert menambahkan, “Antara tetua Lann dan Tuan besar, memang ada kondisi perebutan kekuasaan tak kasat mata, Tuan muda.”Max semakin bingung dibuatnya. “Apa maksudmu, tetua Lann menginginkan posisi Grandpa?”Albert tersenyum tipis. Sang kepala pelayan itu tidak menjawab. Ia mendorong pintu ruang kerja Henry dan berkata pelan, “Silakan pastikan dengan Tuan besar, jawaban a

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 101. Pengakuan Tidak Terduga

    Hal pertama yang Max lakukan keesokan paginya adalah melakukan inspeksi di ruangan manajer Melky. Sejak pukul 7 Max datang. Keenan bahkan ikut membantunya mencari dokumen yang dimaksud, setelah Max memberitahu semalam.“Ini, Max!” seru Keenan geram. Ia bahkan lupa menyebut Max dengan panggilan sopan yang seharusnya. Namun, Max tak terlalu peduli dengan itu. Segera, Max menggunakan senter khususnya dan mencari cap transparan yang menjadi bukti bahwa dokumen itu adalah dokumen asli yang disembunyikan oleh Melky. “Ada!” seru Keenan ketika sinar senter Max menunjukkan cap tersebut. Bersamaan dengan itu, Melky masuk ke ruangannya dan terkejut melihat Max dan Keenan di sana. Sadar kalau kejahatannya terungkap, Melky segera berbalik. Untungnya, Lucas ada di luar dan menahan pria berkumis tebal itu di sana. “Mau kabur ke mana, Mel?” ledek Lucas sambil berkacak pinggang. Karena masih sangat pagi, belum ada karyawan yang datang, Max dan Keenan pun keluar dan mengadili Melky di tempat.

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 100. Menangkap Ujung Ekor Si Pengkhianat

    Tok! Tok!Max sedikit terkejut mendengar pintu ruang kerjanya diketuk. Ia tengah larut dalam pemikiran bagaimana mencari tahu kejanggalan yang tersembunyi pada kasus Microhard Gaming.“Masuk, Al.” Max sudah hapal. Hanya sekretarisnya yang mengetuk pintu 2x setiap izin untuk masuk ke ruangannya. Bahkan ketika di ruangan itu tidak ada siapapun, ia akan mengetuk sebelum masuk. Kalau Lucas langsung saja masuk tanpa aba-aba.“Pak Max, saya sudah tahan OB marketing yang biasa ambil dokumen.” Aletha berkata dengan suara pelan. Ia tak menyampaikan hal itu lewat interkom atau telepon meja Max, karena takut akan didengar yang bersangkutan.Max langsung berdiri, mengikuti Aletha keluar untuk ‘pura-pura berpapasan’ dengan OB yang dimaksud. “Siapa namanya, Al?” tanya Max berbisik.Aletha menjawab–juga dengan berbisik, “Pak Janur, Pak.”Max mengangguk, menerima informasi itu. Ia melihat sang OB tengah menunggu dokumen di depan meja Aletha.Dengan natural Aletha kembali duduk dan mengembalikan d

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 99. Usaha Menjegal Max

    “Bos, perintah dari Tuan besar sudah turun.”Setelah acara wisuda dan kelulusan, hari-hari Max semakin padat dengan pekerjaan. Kini ia sudah sepenuhnya fokus pada perusahaan Louvz Tech. Lucas melanjutkan ucapannya, “Rapat pemegang saham luar biasa harus segera digelar. Tuan Henry minta minimal satu bulan dari sekarang.”Max cukup frustasi dibuat Henry. Ia bahkan tidak punya hari libur untuk menikmati waktu menyeberang dari mahasiswa menjadi pekerja kantoran.“Ya, ya. Lakukan saja seperti yang dia mau, Cas. Aku tidak tahu lagi.”Lucas tergelak. Ia tahu ketakutan Max yang terbesar adalah setelah resmi menjadi CEO di sana. Karena saat itulah semua tanggung jawab berada di pundaknya penuh.“Tenang, Bos. Saya masih akan mendampingi sampai Bos bisa jalan sendiri.”Max tersenyum lega. Lucas benar. Setidaknya ia masih punya Lucas. “Thanks, Lucas!”Setelah perintah itu turun, persiapan rapat pun dimulai. Max memang tidak terlalu terlibat dengan persiapannya, karena ia masih harus membiasakan

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 98. Di Balik Semua Yang Terjadi

    “Hahaha! Kau lihat muka mereka pas tahu Max mau jadi CEO?!” pekik Paul penuh semangat.Mereka tengah makan di restoran langganan, setelah berhasil memalak Max tadi. Sedangkan para orang tua memutuskan untuk membiarkan Max menikmati masa mudanya.Tara ikut menambahkan, “Kalau ada si Darren pasti sudah keki banget dia!” Mereka tengah tertawa-tawa seperti orang gila ketika Bebby dan dua temannya bergabung. “Happy graduation!” seru Giana dan Alicia berbarengan.“Hey! Girls! Happy graduation!” seru Paul dengan penuh semangat. “Sini, sini! Kalian harus lihat ini!”Paul menyerahkan ponselnya pada Giana sehingga Alicia dan Bebby bisa ikut melihat apa yang ingin ditunjukkan Paul. Bahkan Tara dan Yerhan pun terlihat mengantisipasi reaksi mereka.“Ha?! Max kau akan naik jadi CEO?!” seru Alicia dan Giana. Bebby sendiri tidak terlalu kaget, karena ia bekerja di Louvz Tech. Mungkin, karena sudah tahu Max adalah cucu keluarga Lou, Bebby lebih sensitif melihat Lucas memperlakukan Max di kantor.“

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 97. Bom Kedua

    “Astaga ….” Max menepuk wajahnya pelan. Frustrasi dengan rencana sang kakek yang tiba-tiba. Ia memang sudah mendapat informasi dari Landy bahwa Henry memutuskan untuk menahan diri. Menunggu saat yang tepat untuk memamerkan Max pada dunia, tapi tidak menyangka akan seperti ini jadinya.Di saat seluruh wartawan berkumpul, Henry malah mengeluarkan kartu AS-nya. Sekarang, pria tua itu sedang tertawa puas di ruang VIP restoran dekat gedung pengadilan. Jelas sekali ia tidak merasa bersalah sudah melakukan hal mendadak tadi.“Grandpa … aku masih harus wisuda besok. Sekarang semua orang tahu kalau aku adalah cucumu.”“Hahaha! Bagus itu! Bagus!” seru Henry sambil mengangkat gelasnya. “Timingnya tepat sekali! Grandpa tak menyangka akan ada momen bagus seperti ini!”Landy hanya bisa meringis melihat Max pusing membayangkan hari wisudanya nanti. Sekarang saja ponselnya sudah bergetar berkali-kali.Mozart tak banyak berkomentar soal langkah yang diambil Henry, walau itu berkaitan dengan putrany

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status