Share

Belenggu Cinta CEO Arogan
Belenggu Cinta CEO Arogan
Penulis: ulanbaby

Siksaan Ibu Tiri

"Kamu masih akan diam seperti patung, atau aku perlu menyeretmu sekarang?"

Terdengar tegas pertanyaan itu ditujukan untuk Tiara, gadis yang tengah duduk di lantai gudang. Tiara mendongak, matanya menyorot takut saat mendengar pertanyaan tajam dari wanita modis di depan pintu.

"N-nyonya, biar saya yang membantu Nona Tiara untuk bersiap."

Suara yang terdengar lembut di balik sosok wanita modis berhasil membuat langkah yang akan tercipta kini terurung. Wanita modis dengan sorot mata tajam terlihat tak senang.

"Baik, bantu dia. Kalau dalam waktu 30 menit dia belum menyusulku, akan kupastikan kalau luka di tubuhnya akan bertambah!" katanya dengan sinis lalu berbalik badan berjalan menjauh dari gudang kecil berantakan tersebut.

Pemilik suara lembut tadi, seorang wanita paruh baya, langsung menghampiri Tiara yang terduduk di lantai.

"Nona Tiara," panggilnya miris melihat luka lebam yang menghuni ditubuh gadis itu.

Tiara tak menjawab. Dirinya hanya diam memandang kearah pintu dengan kosong. Ingin rasanya ia bangkit dan mengejar wanita yang sudah pergi. Tapi tubuhnya tak mampu. Dia hanya bisa diam, merasakan pelukan dari wanita paruh baya yang mempunyai sifat keibuan teramat lembut tersebut. Wanita paruh baya yang sudah menjadi pembantu di rumahnya yang memberinya rasanya nyaman, Bik Alma.

"Dia tidak bertanya keadaanku, dia justru akan menambah luka, Bik..." lirihnya dengan nanar.

Matanya hanya kosong memandang pintu yang sudah tak menampakkan sosok sang ibu. Hati kecilnya menangis, tapi air mata tak lagi deras mengalir. Seolah rasa sakit itu sudah membuatnya kehabisan untuk sekedar meratap.

Meratap kasih sayang seorang ibu yang tak kunjung ia dapatkan.

"Non, kita obati lukanya dulu ya," kata Bik Alma menyeka air matanya sendiri.

Sudah menjadi tontonan keseharian jika majikannya memukul anaknya sendiri, dan sudah menjadi tugasnya yang akan mengobati.

Tiara menggeleng lemah. "Aku baik-baik saja, sungguh." Tiara berkata tanpa mengalihkan pandangannya.

"Non, "

"Aku hanya lelah. Aku ingin minum, aku haus.”

Tiara menatap memohon pada pembantunya. Bibirnya kering pucat, matanya bengkak dengan pandangan kosong. Bik Alma mengangguk cepat meski beriring dengan air matanya yang jatuh. Wanita paruh baya itupun langsung bangkit dan segera mengambil apa yang diingkan Tiara.

Miris hatinya saat melihat Tiara minum dengan terburu.

Bu Mira, sejak kemarin siang mengunci Tiara di dalam gudang setelah puas menampar dan membuat luka lebam di lengan dan kaki anak angkatnya. Alasannya hanya sepele dan seharusnya bisa ditolerir oleh siapapun. Namun kesalahan kecil yang tak sengaja Tiara lakukan itu berhasil mengundang kemarahan luar biasa.

"Kita obati dulu lukanya, Non. Nanti saya akan bicara dengan nyonya Mira supaya Nona Tiara tidak ke kantor hari ini."

Bik Alma mencoba memberi pilihan. Namun itu mendapat penolakan dari Tiara. Ia tahu maksud dari pembantunya ingin menolong, tapi sungguh, jika bik Alma bicara kalau dirinya tak kekantor, sudah dapat dipastikan pembantunya juga akan kena imbas dan amukan dari ibu angkatnya.

"Tidak, Bik. Aku baik-baik saja. Aku harus ke kantor sekarang.”

***

Tiara menghela nafas panjang. Tidak ada gunanya untuk berlama-lama terpuruk. Senyuman manis tercipta, Tiara memasuki lift membalas sapaan dari para karyawan yang baru saja keluar dari lift. Luka lebam di wajahnya tertutup sempurna dengan riasan wajah yang ia kenakan. Mata bengkak itu tersamarkan dengan kacamata. Rasa sakit di kaki dan tangannya ia tahan dan tetap ia paksa untuk berjalan dengan sempurna. Tak banyak alasan yang perlu Tiara jawab selain karena bu Mira, menuntutnya untuk tampil sesempurna mungkin tanpa cacat bila datang ke kantor.

Kantor yang kini dipimpin oleh ibu angkatnya tak menyisakan jabatan tinggi untuk Tiara, meski sudah 8 tahun statusnya menjadi anak angkat pak Farhan yang tak punya anak. Tiara di sana sebagai asisten pribadi bu Mira.

Tiara kembali menghela nafas panjang setelah pintu lift tertutup. Ia membungkuk, melepas heels hitam yang dikenakannya. Sedikit meringis sakit saat menyentuh tumit kaki yang terluka. Bisa Tiara pastikan jika akan lebih parah kalau dirinya memaksa untuk memakai heels itu lebih lama.

Tapi tak ada waktu lagi untuk merasakan perih. Waktunya istirahat dalam lift hanya singkat dan kini pintu lift terbuka. Membuatnya mau tak mau segera mengenakan heels hitamnya.

Tiara slirik sekilas jam yang melingkar ditangan kanannya, sepertinya waktu yang tepat untuknya.

"Sshh..." lirih Tiara.

Meski masih merasakan sakit di tumit kaki Tiara tetap memaksa berjalan normal. Ia yakin jika lukanya kini bertambah dan bahkan Tiara bisa merasakan ada darah di kakinya. Belum sampai di pintu masuk, Tiara tak tahan. Ia membungkuk mengecek keadaan kakinya yang terluka.

"Ayolah, nanti saja sakitnya, kumohon,” gumamnya lalu mengangkat wajah sembari beranjak berjalan.

Tak terlalu awas dengan keadaan didepannya, Tiara menabrak seseorang yang berjalan terburu. File di tangannya tersebar, kakinya yang sudah sakit tak dapat menahan tubuhnya yang limbung ke arah orang yang ditabraknya.

"Hey!" Seru orang itu dengan tercekat seraya menjauhkan Tiara dari tubuhnya.

"M-maafkan saya, saya sungguh tidak sengaja, maafkan saya," kata Tiara dengan takut menunduk.

Belum sampai orang yang ditabrak Tiara bersuara, pintu besar tempat dimana rapat berlangsung kini terbuka. Bu Mira dan juga seorang lelaki paruh baya yang sudah Tiara tahu kalau itu adalah kolega penting nampak keluar.

"Akan saya tunjukkan, tuan Faqih. Saya yakin anda pasti setuju." Sayup sauara Bu Mira terdengar.

"Mama…" lirih Tiara tanpa sadar.

Wanita itu menyadari keberadaan anaknya, memberi isyarat untuk ikut bersamanya. Tak dapat berbuat banyak meski masih diliputi rasa tak enak karena sudah menabrak, Tiara dengan segera membereskan file-file yang berserak. Tak lupa memberikan file orang yang tak dikenalnya yang juga terjatuh.

Tiara mundur selangkah. Membungkukkan badan.

"Sekali lagi saya minta maaf, Tuan. Permisi."

Tiara berkata tanpa sekalipun mendongak. Gadis itu terlalu takut untuk menatap orang yang sudah ia tabrak. Detik berikutnya Tiara melangkah dengan cepat, mengikuti Bu Mira dan koleganya.

"Tuan, mereka sudah—" Sekretaris orang yang ditabrak Tiara nampak baru datang. Ucapannya terhenti saat atasannya memasang wajah marah. Sekretaris itu mengikuti arah pandang tuannya yang memandang Tiara, yang kali ini nampak kembali berhenti melangkah dan membungkuk memeriksa kakinya.

"Tuan," panggil sekretaris itu pada tuannya yang belum mengalihkan pandangannya sampai Tiara tak terlihat di ujung lorong.

"Cari tahu siapa perempuan itu."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Endah Spy
padhal tiara dah minta maaf, eh malah suruh di cari sama tuan faqih
goodnovel comment avatar
Endah Spy
kasihan tiara sampe di siksa sperti itu oleh ibu tirinya ..
goodnovel comment avatar
Diajheng WD
tegaa amaat nihh emak kandunggg sampe teganyaa mukulin Tiara begini rupa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status