Share

Siksaan Lanjutan

"Katakan padaku, bagaimana bisa kamu bermain dengan pemimpin brengsek itu?!"

"Mama, aku tidak mengenalnya. Aku—"

Tamparan keras kini mendarat di pipi Tiara. Kali ini mereka sudah berada di rumah. Tentu Bu Mira dengan bebas melakukan apa saja kepada anak angkatnya.

"Kamu pikir aku akan berbelas kasih padamu setelah apa yang terjadi hari ini?!" Seru Bu Mira dengan kasar menjambak rambut Tiara.

Gadis itu hanya diam, matanya yang sayu kini menggenang air mata yang tertahan siap tumpah. Tangannya gemetar menahan tangan ibu angkatnya yang kuat menarik rambutnya.

"Kamu membuatku malu di depan semua orang hari ini, Tiara. Kamu pikir aku akan memaafkan mu?!" ujar Bu Mira dengan tajam.

"Maaf, Ma, tapi sungguh, aku tidak mengenalnya, aku—"

"Lalu bagaimana dia bisa bicara kalau kamu yang sudah meninggalkan noda lipstik di kemejanya?"

"A-aku tidak sengaja,”

"Jadi benar kau sudah bermain dengan lelaki itu?!"

"Maaf, Ma, tapi sungguh, aku tidak—akh!"

Rambut Tiara ditarik kuat. Bu Mira menyeret gadis lara itu menuju kamar mandi tanpa mengizinkannya untuk menyelesaikan ucapannya untuk membela diri.

Dengan kasar Bu Mira mendorong tubuh ringkih Tiara hingga tersungkur di dekat bathtub. Lagi, dengan kasar Bu Mira menarik rambut Tiara. Memaksanya untuk berdiri, di depan cermin dan wastafel yang sebelumnya ia nyalakan.

"Kamu lihat, kamu pikir kamu cantik? Kamu pikir dengan kecantikan yang kamu miliki bisa membuat semua orang bersimpati padamu?!" kata Bu Mira memaksa Tiara memandang cermin.

Gadis itu menggeleng lemah, air mata yang ia tahan mati-matian kini tumpah sudah.

"Akan aku tunjukan bagaimana supaya orang bersimpati padamu!"

Dan setelah berseru seperti itu, Bu Mira dengan sengajanya mencoba menenggelamkan wajah anak angkatnya kedalam wastafel.

"Non Tiara!"

Seruan dari bik Alma terdengar.

Ibu paruh baya tersebut berlari mendekat kearah majikannya yang tengah menyiksa putri angkatnya dengan kejam.

"Nyonya, sudah Nyonya!"

Bik Alma menahan tangan Bu Mira agar melepaskan Tiara.

"Dam kamu!" bentak Bu Mira.

Bu Mira kembali mengangkat kepala anak angkatnya, Tiara nampak terengah. Tangannya gemetar mencoba melepaskan jambakan dari Bu Mira.

"Mama, ampun..." lirih Tiara memandang ibu angkatnya dengan tatapan memohon belas kasih dari ibu angkat yang sungguh kejam itu.

"Ampun? Ampun kamu bilang?"

Tamparan keras kembali diterima Tiara hingga membuatnya kini tersungkur. Tak hanya sampai di sana, ibu angkat kejam itu meraih wadah peralatan mandi yang berbentuk kotak, mengambil air dengan itu dan menyiramkannya pada Tiara.

Tiara hanya bisa memejamkan matanya saat air dingin dengan cepat membasahi seluruh tubuhnya. Bu Mira merendahkan tubuhnya, dengan kuat kini ia mencengkram dagu Tiara

"Aku peringatkan, jangan sampai kamu membuatku marah lagi dengan mendekati para kolegaku atau mencari perhatian mereka, paham?!" ujar Bu Mira tajam.

Tiara mengangguk pelan, tak kuat lagi untuk sekedar berkata 'iya'. Gadis itu hanya akan menurut, karena tak ada pilihan lain selain itu. Dan untungnya itu berhasil membuatnya lepas dari cengkeraman menyakitkan Bu Mira.

"Jika kamu membuat kesalahan lagi, aku tidak segan-segan untuk mengusirmu dari sini." Ucapnya sebelum akhirnya beranjak keluar dari kamar mandi.

"Non Tiara,"

Bik Alma segera mendekat, memeluk gadis malang yang hanya bisa duduk diam menahan sakit. Ingin rasanya Tiara menangis sekencang-kencangnya namun dirinya sudah bertekad untuk kuat meski nyatanya raganya rapuh.

"Setidaknya, s-setidaknya ini sudah selesai untuk hari ini, Bik. Aku tidak apa-apa. Sungguh, aku baik-baik saja."

Tiara berucap lirih dalam pelukan bik Alma. Bik Alma sedikit sesak rasanya mendengar ucapan Tiara. Ucapan yang selalu diucapkan Tiara setelah di siksa oleh ibu angkatnya. Begitu tak ingin terlihat lemah didepan orang lain, Tiara yang rapuh bersembunyi dengan senyum paksa.

***

"Sudah kamu temukan informasi tentang Nanda?"

Terdengar dingin pertanyaan seorang Arya Bagus Karisma kepada sekretaris yang mengikutinya. Keduanya memasuki rumah besar bergaya klasik nan mewah dengan black tone. Suasana dingin dan gelap terasa saat langkah keduanya kian masuk ke dalam. Tirai dan jendela tampak tertutup seolah memang mempunyai tugas khusus untuk menghalangi sinar matahari.

"Belum ada, Tuan. Dugaan kami masih kuat kalau tuan Nanda memang sudah meninggal saat pelarian diri. " Kinan— sekretaris Arya— nampak serius menjawab.

"Lalu kemana mayatnya? Kalau dia memang sudah mati, kalian seharusnya bisa mudah menemukannya, bukan?"

Arya tajam menghentikan langkahnya. Kinan menunduk, bukan bertanda baik kalau ucapan tajam terdengar dari Arya. Arya melepas dasinya, melemparnya ke sebuah sofa dengan sembarang.

"Aku seharusnya tidak menaruh harapan tinggi atas kinerjamu!" imbuh Arya sembari duduk di sofa.

Matanya yang tajam kini memandang lurus kearah figura foto besar yang tergantung rapi di dinding. Foto yang bisa dibilang usang, dan tak singkron dengan nuansa mewah ruangan besar itu sebenarnya.

"Tapi setidaknya kita bisa mencuri perhatian media yang sekarang sedang menyoroti karya Nanda, Tuan. Lalu—"

"Apa kinerjamu selambat ini sekarang? Kamu ingin berhenti? Aku akan memberimu pesangon saat ini juga." Potong Arya.

"T-tidak tuan. Saya minta maaf, saya akan berusaha secepatnya," sahut Kinan dengan sedikit ngeri.

Arya tak menjawab. Pria itu, sama sekali tak suka dengan yang namanya menunggu. Terlebih menunggu hal yang sudah lama ia incar. Prinsip dalam hidupnya adalah apa yang dia ingin saat itu juga dia harus memilikinya. Dan Kinan, sekretaris yang sudah bekerja 6 tahun di sana tak ingin kehilangan pekerjaannya dengan mudah. Apalagi pekerjaan itu membayarnya dengan bayaran yang tak akan terpikir oleh orang lain. Meski pekerjannya bukan hanya urusan kantor.

"Bagaimana dengan perempuan tadi?"

"A-apa?"

"Perempuan yang ada di kantor RD Corporation. Aku sudah memintamu untuk mencari tahu siapa dia. Jangan membuatku marah, Kinan!" Arya menoleh pada Kinan.

"Untuk perempuan tadi, namanya Tiara. Putri almarhum Farhan Kurnia. Dia—"

"Tunggu, Maksudmu anak Namira?"

"Bukan, nona Tiara adalah putri angkat tuan Kurnia. Menurut informasi yang saya terima, setelah tuan Kurnia meninggal nona Tiara adalah pewaris tunggal RD Corporation. Sebelumnya tuan Kurnia dan nyonya Namira tidak mempunyai anak."

"Pewaris tunggal? Lalu kenapa dia memanggil Namira dengan Nyonya? Dia hanya asisten—" ucapan Arya berhenti saat ingatannya kembali pada saat bertemu dengan Tiara di depan ruang rapat. Sedikit mengingat jika Tiara memanggil bu Mira dengan sebutan 'mama'.

"Dia hanya diperalat ibu angkatnya?" imbuh Arya dengan satu alis yang terangkat.

"Saya rasa begitu, Tuan. Seluruh aset milik tuan Kurnia sudah diwariskan untuk nona Tiara, tapi sedikit mengherankan kenapa dia diperlakukan seperti bawahan di perusahaan ayahnya sendiri. Terlebih, menurut kesaksian beberapa karyawan di sana, nona Tiara sering diperlakukan kasar oleh nyonya Mira."

Arya kembali diam mendengar penuturan Kinan. Ingatannya menuntun untuk kembali mengingat saat dirinya bertemu Tiara. Gadis itu menahan sakit di kakinya saat berjalan mengikuti sang ibu. Dan saat di ruang rapat, kaki Tiara jelas terluka sebelum Arya dengan sengaja menjatuhkan gelas di sana.

"Apa ada lagi yang perlu anda tahu tentang nona Tiara, Tuan? Sejauh ini hanya itu yang saya dapat."

"Cukup. Pergilah. Cari kembali informasi dan keberadaan Nanda,” jawab Arya dengan cepat.

Kinan mengangguk hormat, sebelum akhirnya meninggalkan atasannya seorang diri dalam ruangan besar yang bisa dibilang tak cukup cahaya.

Diam menyelimuti, dan yang dilakukan Arya hanya menyenderkan tubuhnya sembari memejamkan mata. Mencoba mengistirahatkan segala kegiatan fisiknya. Setidaknya itu berhasil beberapa detik, sebelum akhirnya mata elang miliknya kembali terbuka.

“Anak angkat Namira? Berarti memang benar itu kamu, baby fox.”

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Endah Spy
sungguh jahat bgt ibu tiri tiara ..
goodnovel comment avatar
Diajheng WD
semoga aryaa nanti bisa menyelamatkan tiaraa
goodnovel comment avatar
Diajheng WD
inilah definisi emak tiri yang sungguh teramat kejam...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status