Share

Bab 5

Rumor Perselingkuhan

--

Drrt ... drrrt.

HP Naomi bergetar di atas meja. Ketika Naomi baru menoleh, Raden sudah lebih dulu mengambil HP-nya. Sandara pun langsung bisa merasakan adanya firasat buruk. Naomi membiarkan Raden yang mengecek. “Eh, sori,” ucap Raden kemudian, setelah membaca pesan yang masuk.

“Kenapa?” tanya Naomi, bingung.

Raden menunjukkan pesan yang barusan dia baca. Ternyata pesan dari Sandara yang mengatakan, ‘Na, kayaknya gue harus pulang sekarang, deh’.

“Sandara... Lo nggak nyaman ya, di sini?” tanya Raden secara frontal. “Atau lo masih gugup karena Kak Arbian mau ke sini?”

“Ha? Enggak, kok. Nggak gitu.”

Hanya Ganesha yang tidak tau apa yang sudah terjadi. Namun dia memperhatikan sembari menerka-nerka.

“Terus kenapa? Kenapa buru-buru mau pulang?”

“Soalnya....”

“Mending lo nginep di sini aja nggak, sih?”

“Nggak bisa,” jawab Sandara cepat.

“Nggak apa-apa, San. Mending lo nginep di sini aja. Kayaknya baju tidur gue juga masih muat buat lo kok.”

Sandara geleng-geleng. “Gue bener-bener nggak bisa. Gue... harus pulang sekarang.”

Naomi menghela napas. “Kenapa sih? Kok lo kayaknya nggak nyaman banget di rumah gue?” Naomi merengut. “Gue jadi sedih.”

“Enggak, Na, enggak. Bukan kayak gitu, tapi....”

“Tapi apa?”

“Itu ... gue ninggalin Mama gue sendirian di apartemen.”

Mata Naomi spontan melebar bulat. “Sumpah? Mama lo lagi di Jakarta?”

Sandara mengangguk-nganggukkan kepala. Entah sudah keberapa kali dia berbohong kepada Naomi. Untungnya Naomi sudah benar-benar memercayainya.

“Kenapa nggak lo ajak ke sini, sih?”

Naomi tidak pernah meragukan apapun yang Sandara katakan. Entah Naomi yang terlalu polos atau Sandara yang sudah panda berakting.

“Ya ... gimana.”

Naomi mendesah, sedikit kesal. “Sandara... Sandara... Jadi, dari tadi Mama lo di apartemen sendirian?”

Sandara manggut-manggut.

“Terus udah makan belum Mama lo?”

“Tadi udah gue pesenin makan, sih.”

“Aduh, nggak kebayang, deh. Gara-gara gue, Mama lo jadi makan sendirian. Seharusnya tadi lo ajakin aja ke sini.”

“Udah nggak apa-apa, Na. Yang penting, sekarang gue nggak bisa lama-lama. Gue harus segera pulang. Soalnya, Mama gue barusan udah nanyain.”

“Kak Gane udah selesai, kan, makannya?”

"Hm?" Ganesha manggut-manggut.

“Tolong anterin Sandara, ya?”

“Nggak usah,” sahut Sandara bahkan sebelum Ganesha menjawab. “Gue udah pesan taksi online. Gue pulang sendiri aja.”

“Lo udah pesan?” Naomi memandang Sandara, kali ini dengan tatapan tidak percaya.

“Udah.”

“Kapan lo pesan?”

“Tadi. Kayaknya sih udah mau nyampe juga.”

“Astaga ... San..., San..., padahal di sini ada gue, Kak Ganesha, Raden juga. Bisa-bisanya pesan taksi online.”

“Ya udah, gue pulang dulu, ya,” kata Sandara sebelum kemudian berdiri.

“Gue antar ke depan,” ucap Naomi yang kemudian ikut berdiri juga.

“Emangnya lo bukan orang Jakarta?” tanya Ganesha tiba-tiba.

“Bukan, dia itu dari Jogja.” Naomi yang menjawab.

“Oh... Papa lo nggak ikut nemenin Mama lo ke Jakarta?”

“Gue nggak punya, Kak.”

“Oh?”

Seketika suasana berubah awkward. Mendadak hening dan canggung. Tidak hanya Ganesha, baik Naomi maupun Raden tidak menyangka dengan jawaban Sandara. 

“Sori,” lanjut Ganesha sedikit memecahkan keheningan, tetapi masih terasa canggung.

Lalu Sandara pun berkata, “Nggak apa-apa.” Sandara menyunggingkan senyum tipis, berusaha mencairkan suasana agar tidak canggung lagi.

Ganesha pun ikut tersenyu. Raden dan Naomi masih diam saja.

“Ya udah, gue pulang dulu ya, Naomi, Raden, dan Kak Ganesha.”

“Iya,” jawab Raden dan Ganesha kompak.

“Gue antar lo ke depan.”

“Oke.”

“Kak Gane sama Raden juga mau ngantar ke depan, kan?”

Pertanyaan yang Naomi lontarkan seperti bukan pertanyaan melainkan seperti sebuah perintah. Lantas Raden dan Ganesha pun lekas berdiri. Naomi menyunggingkan senyuman yang sengaja ia buat karena kedua orang itu ternyata memahami maksud dari pertanyaannya.

“Ayo, San.”

Naomi, Ganesha, dan Raden ikut mengantarkan Sandara ke depan rumah. Rupanya, sudah ada mobil yang terparkir di luar. Sandara pikir, mobil itu adalah taksi online pesanannya. Namun, sebelum ia benar-benar naik ke mobil itu, tiba-tiba ada sebuah mobil lain yang datang, memasuki pekarangan halaman rumah Naomi. Di atas mobilnya ada penanda yang bertuliskan ‘Taksi’.

"Nah itu, taksi lo datang," ucap Naomi.

Seketika Sandara pun baru menyadari kesalahpahamannya dan hampir saja dia salah masuk mobil.

“Ya udah Na, gue pulang dulu, ya.”

“San, itu ada Kak Arbian. Lo mau kenalan sama Kak Arbian dulu nggak? Lumayan, buat nambah relasi tau.”

Sandara melirik ke arah mobil Arbian. Pemiliknya sudah mulai turun dari mobil. Lantas Sandara menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat. Pokoknya Sandara harus segera pergi, itu saja.

“Tenang aja. Kak Arbian baik, kok.”

“Enggak, Na. Gue pergi dulu, ya. Kasihan juga sopir taksinya kalau kelamaan nungguin gue.”

Diam-diam Sandara curi-curi pandang ke arah Arbian. Arbian sudah mulai berjalan dan berangsur-angsur semakin mendekat ke arah Sandara. Perasaan Sandara pun semakin tidak keruan. Sandara tidak bisa berpikir panjang lagi. Dia tidak bisa membuang-buang waktu. Pikirnya dia harus cepat-cepat masuk ke dalam taksi sebelum Arbian menyadari siapa dirinya. Akhirnya, tanpa mengatakan apa-apa kepada Naomi lagi, Sandara langsung berlari terbirit-birit menuju ke taksi yang menunggunya.

“San! Tunggu bentar!”

Naomi berlari menyusul Sandara dan beberapa detik setelahnya Arbian sampai di hadapan Ganesha dan Raden. Penasaran, Arbian pun sempat melihat ke arah Naomi yang masih mengajak Sandara mengobrol di dekat pintu taksi.

“Itu siapa?” tanya Arbian.

“Temen adik gue, mau lo gebet juga?”

Arbian mencoba melihat Sandara yang tertutup oleh Naomi karena memang Sandara sengaja menyembunyikan diri di balik Naomi, tetapi Arbian tidak berhasil mengenali Sandara sebagai cewek yang kemarin sudah membuatnya kesal.

“Bukan tipe gue, sih, kayaknya.”

Raden terkekeh.

“Gegayaan, kayak punya tipe aja, padahal semua cewek juga diembat,” ucap Ganesha.

“Ye! Gue kalau cari cewek juga mikir-mikir kali yang kayak gimana.”

“Kayak punya otak aja pakai mikir-mikir.”

“Sialan lo, Gan!”

“Padahal dia cantik lho, Kak.”

“Siapa?”

“Itu, temennya Naomi.”

“Dih! Gue bilangin Naomi, lo, ya! Bisa-bisanya muji cewek lain cantik di depan rumah pacar dan di depan calon Kakak ipar.”

Raden kembali tertawa kecil. “Ya cuma ngomong aja, Kak. Nggak bermaksud apa-apa. Kalau soal cinta mah, udah pentok juga di Naomi.”

“Yaelah.”

“Beneran.”

“Tapi tumben Naomi punya temen dekil kayak gitu. Biasanya temen Naomi cantik-cantik.”

Ganesha dan Raden saling melihat, lalu memandang Arbian dengan heran.

“Udah siwer ya mata lo?”

Ganesha merasa tidak habis pikir dengan apa yang Arbian katakan barusan karena sejujurnya Ganesha membenarkan apa yang tadi Raden katakan tentang Sandara. Sembari geleng-geleng kepala, Ganesha kembali masuk ke rumah dan diikuti oleh Arbian.

“Lo nggak masuk, Den?”

“Duluan aja, Kak. Gue nungguin Naomi.”

“Nungguin Naomi atau masih mau ngeliatin temennya? Hyaaa!” Arbian meledek Raden dengan puas, lalu berlari masuk ke rumah.

Raden pun hanya senyum-senyum saja sambil geleng-geleng kepala.

***

“Ada acara apa emangnya? Ini banyak amat makanannya?” Arbian bergegas mengambil makan. Dia dan Ganesha lebih dulu kembali ke ruang makan.

“Nggak. Sebagai ucapan terima kasih aja buat temennya Naomi. Soalnya dia udah nyelametin Naomi dari cowok kurang ajar pas di klub.”

“Oh....”

Arbian mengambil banyak lauk dan nasi yang ia tumpuk menjadi satu di atas sebuah piring hingga menggunung. Sorot matanya menunjukkan bahwa dia sudah tidak sabar untuk menyantap makanan yang sudah dia ambil itu. Seketika Ganesha pun tau kalau perasaan Arbian sedang tidak baik-baik saja.

“Kenapa lo?” tanya Ganesha kemudian.

“Putus,” jawab Arbian begitu lugas.

Dia memang tidak pernah menyembunyikan apapun di depan Ganesha. Tanpa harus basa-basi, Arbian juga sudah tau ke mana arah pertanyaan Ganesha.

Ganesha terkekeh remeh. “Kayak baru pertama kali putus lo. Masih galau aja.”

Dengan makanan yang mulai memenuhi mulutnya, Arbian menanggapi Ganesha dengan perasaan yang menggebu-gebu pula. “Masalahnya ini ada yang aneh! Calista nuduh gue selingkuh! Padahal gue lagi cuma sama dia doang.”

“Ya lo juga sih.”

“Masa dia bilang ke gue kalau dia punya foto gue lagi sama cewek lain. Giliran gue pengen lihat fotonya, sama dia nggak dikasih lihat. Gue rasa, itu mah cuma akal-akalan dia aja mau putus sama gue.”

“Tumben lo digituin. Biasanya lo yang gituin orang.” Ganesha tertawa puas sekali melihat temannya itu mendapatkan perlakuan setimpal dengan perbuatan-perbuatannya sebelumnya.

“Sialan lo!”

“Udah—”

“Kak Arbian!” seru Naomi memotong percakapan antara Arbian dengan Ganesha. Tiba-tiba Naomi datang dengan berlarian dan tampangnya menunjukkan keterkejutan.

Arbian jadi berhenti mengunyah. Dia dan Ganesha memandangi Naomi dengan aneh. “Kenapa?”

“Coba Kakak lihat HP Kakak!”

“Pas nyampe sini tadi HP gue mati. Ada apa emangnya?”

“Ada apa sih?” Ganesha ikut menimbrung juga. Sama-sama penasaran.

Raden terus berdiam diri. Lalu Naomi akhirnya menunjukkan apa yang ia lihat di HP-nya ke Arbian dan Ganesha juga langsung melihat di HP-nya sendiri. Ternyata Hera sudah menghubungi Ganesha, tetapi Ganesha tidak tau kapan pesan dari Mamanya itu masuk.

Hera mengirimkan sebuah link artikel. Pesan tambahan yang ia tuliskan, ‘Bukannya Mama udah titip pesan ke kamu? Kenapa ini sampai ada artikel kayak gitu? Besok Mama mau ngomong sama kamu dan Arbian'.

Sementara isi artikelnya membahas tentang Arbian yang diduga melakukan perselingkuhan. Nama Arbian dan Calista pun jadi trending topik di sosial media. Banyak yang menyayangkan tentang hal tersebut. Tidak hanya Arbian, tetapi Calista, pacar terakhir Arbian yang merupakan seorang selebgram juga memiliki banyak fans. Fans Calista tidak terima dengan sikap yang sudah Arbian lakukan kepada idolanya.

“Jadi foto ini yang dimaksud Calista?” tukas Ganesha.

Arbian terdiam. Ia menelan sisa-sisa makanan yang masih ada di dalam mulut dengan terpaksa. Kini dia tidak nafsu makan lagi. Rasa laparnya langsung menghilang seketika. Kemudian, Naomi merebut kembali HP-nya dari tangan Arbian. Setelah dilihat-lihat lebih detail lagi, Naomi pun merasa tidak asing dengan foto pada artikel yang tersebar.

***

Sandara baru sampai di apartemen. Langkahnya tiba-tiba terhenti karena melihat seseorang. Kepalanya bergerak dari kiri ke kanan mengikuti arah jalan laki-laki yang berlalu di hadapannya itu. Ia mengenakan pakaian seperti habis dari tempat gym.

“Dia...,” gumam Sandara sampai bengong selama beberapa saat. “Iya juga. Kenapa gue nggak pernah kepikiran kalau dia bakalan ngegym pas malam-malam?”

Akhirnya, tidak sia-sia Sandara menghabiskan banyak uang supaya bisa tinggal di apartemen elite yang sama dengan cowok itu. Untuk pertama kalinya, usaha Sandara terbayar. Sandara bisa bertemu dengan orang yang selama ini sangat ingin ia dekati. Walaupun orangnya sudah menghilang di balik pintu lift, tetapi pesonanya masih sangat melekat di mata Sandara hingga getaran HP Sandara lah yang bisa membuyarkan lamunan Sandara tentang cowok itu.

"Ehm...." Setelah berdeham, Sandara kembali berjalan sembari mengecek HP. Namun, baru beberapa langkah kembali berjalan, Sandara sudah berhenti lagi. Foto screenshot sebuah artikel yang Naomi kirim melalui pesan singkat membuat matanya terbelalak.

‘Cewek itu bukan lo, kan?’

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status