Share

Bab 9. Ganti Rugi

Kayana tidak dapat menahan keterkejutannya atas apa yang dilihatnya. Sosok pria yang dimaksud oleh anak buahnya ini memang benar adanya. Dia sosok yang tampan, dan bersahaja.

Dan yang terpenting, maksud kedatangannya kemari. Dan lagi-lagi apa yang dikatakan oleh Vero benar. Pria ini memang akan menagih sesuatu seperti yang ia janjikan kepadanya.

Saat acara pesta ulang tahun perusahaan keluarga suaminya, Kayana telah memberikan kerugian bagi pria itu dengan menumpahkan segelas wine pada jasnya yang mahal. Lalu ia memberi kartu nama miliknya untuk menuntut ganti rugi.

"Kita bertemu lagi," ucap pria itu yang seketika menyadarkan Kayana dari lamunan.

"Ah ya." Kayana tersenyum kikuk. Dengan sesekali melirik ke arah Vero yang tak henti memandang takjub pada pria di hadapannya ini.

"Sepertinya Anda sangat sibuk. Sulit sekali ditemui. Anda tidak bermaksud lari dari tanggung jawab 'kan, Nona?"

"Ah bukan begitu. Bukankah saya sudah memberi Anda kartu nama dan di sana tertera nomor yang bisa dihubungi."

"Anda benar, Nona. Itu sebabnya saya kemari." Pria itu menyodorkan kartu nama yang pernah ia berikan. Mata Kayana terpejam beberapa saat. "Anda memberi saya nomor telepon toko Anda. Itu sebabnya saya kemari."

"Ah. Anda benar. Sekali lagi saya minta maaf." Kayana merutuki diri sendiri. Pantas saja pria itu datang kemari. "Kalau begitu, berikan nomor rekening Anda, saya akan mentransfer sejumlah uang sesuai harga jas Anda."

Mendengar itu, si pria malah tertawa. Dan itu membuat Kayana heran. Apa yang salah dengan ucapannya? Bukankah karena itu maksud utamanya datang menemui dirinya?

"Apakah seperti itu attitude orang Indonesia? Hah pantas saja tidak berkembang sampai sekarang."

Kayana mendelik. Apa pria itu sedang menghina negaranya? Apa menghina dirinya? Ah, sepertinya dua-duanya. Dan dilihat dari cara bicaranya yang kurang fasih bahasa Indonesia.

Sepertinya dia tidak berasal dari negara ini. Melainkan luar negeri. Mungkin yang dikatakan Vero benar soal China itu. Ah sial, pikiran Kayana jadi melantur gara-gara Vero.

"Maaf, Tuan. Apa yang sedang Anda bicarakan?"

Pria itu malah tersenyum. "Nona, Anda sungguh tidak sopan menyambut tamu, Anda bahkan tidak memberikan saya kesempatan untuk memperkenalkan diri."

Lagi-lagi Kayana dibuat canggung. Awalnya ia memang tidak ingin basa-basi dan ingin segera menyelesaikan urusannya lalu membiarkan pria itu pergi. Tetapi, sepertinya tidak semudah itu.

"Ah baiklah."

Pria itu menyunggingkan senyum manisnya dan itu membuat keempat anak buah Kayana terkagum-kagum. Satu tangan yang ada dalam kantong celana ditarik lalu terulur ke depan.

"Perkenalkan, nama saya Logan Liu."

Pesawat helikopter dengan logo G mendarat tepat di atap gedung Global grup. Sepasang kaki bersepatu pantofel turun dengan gerakan yang elegan, rambutnya yang hitam melambai-lambai diterbangkan oleh angin kencang yang ditimbulkan oleh baling-baling helikopter yang berputar.

Lalu dibelakangnya, satu orang pria dengan penampilan serupa menyusul. Mengikuti langkah sang atasan menuju pintu masuk gedung pencakar langit tersebut.

"Anda baik-baik saja, Tuan?"

"Ya, aku baik-baik saja."

Terdengar suara helikopter menjauh. Lalu keduanya melangkah menuju koridor yang terhubung dengan lift khusus petinggi perusahaan.

Begitu sampai di ruangan, beberapa berkas laporan menumpuk, menunggu untuk ditandatangani oleh pemimpin yang kini baru saja tiba.

"Penyambutan yang luar biasa," ucap Eiser setengah mengeluh. Hans menarik sudut bibirnya.

"Bukan hanya itu, Tuan. Tuan Muda Liu telah tiba di Indonesia sejak satu bulan yang lalu."

Eiser mengalihkan perhatian dari berkas ke arah asistennya. Keningnya berkedut melihatnya. "Lalu?"

"Tuan Besar menginginkan kerja sama dengan Liu Corp, Tuan. Jadi beliau ingin Anda ...." Ucapan Hans terhenti oleh tangan Eiser yang tiba-tiba mengarah ke depan. Ia jelas tahu kode itu. Artinya, atasannya itu tidak ingin ia meneruskan ucapannya.

"Pemimpin di sini adalah aku, jadi kerjasama dalam bentuk apapun dan dengan pihak manapun, aku yang menentukannya."

"Tapi, Tuan ...." Lagi-lagi ucapan Hans terhenti. Padahal Eiser hanya menatapnya. Betul-betul tidak ada kesempatan untuk protes kali ini.

"Sebenarnya kau ini asistenku atau asisten Papaku, hmmm?"

Hans tertunduk. Sebelum Eiser memuntahkan api amarahnya, Hans segera meminta maaf. "Maaf, Tuan."

"Kembali ke tempatmu."

"Baik, Tuan."

Eiser betul-betul kesal, sudah tahu ia tidak suka dibantah tetapi asistennya itu justru ingin memprotes keputusannya. Ia kembali fokus pada pekerjaan. Berkas di hadapannya tidak akan berkurang jika hanya dilihat saja.

Lalu ia mulai meraih satu persatu, diperiksa sebelum membubuhkan tanda tangan. Baru berkurang setengah, ponselnya berdering. Ia raih benda pipih di samping tangannya untuk melihat layar. Tertera nama Ivana di sana.

"Ya, Ivana."

Mendengar suara dari seberang, Eiser mengumpat. "Sialan, tunggu aku pulang sebentar lagi."

Di sisi lain. Kayana ingin sekali menolak ajakan Logan, nama pria yang baru ia kenal tadi untuk pergi ke kafe terdekat. Meskipun hanya sekedar ngopi, tetapi Kayana pikir ini berlebihan untuk ukuran orang yang baru dikenal.

Tetapi, demi tanggung jawab dan ganti rugi atas kesalahannya tempo hari. Kayana terpaksa menurutinya. Terlebih ini adalah salah satu permintaan Logan sebagai bentuk ganti rugi.

"Kau tidak suka kopinya?" Panggilan Logan pada Kayana berubah menjadi tidak formal.

"Ah tidak." Kayana sedikit canggung.

"Ah, tidak suka ya. Ganti saja kalau begitu." Logan hendak memanggil pelayan tetapi dicegah oleh Kayana.

"Hei jangan."

Logan menelengkan kepala. Merasa bingung dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Dipandangi seperti itu membuat Kayana salah tingkah. Ia raih cangkir berisi kopi latte lalu mengesapnya.

"Kau sungguh cantik, Nona."

"Pffttt!"

Logan seketika terpejam, ketika semburan kopi itu mengenai wajahnya. Kayana melotot, Apa yang ia perbuat? Ia sampai menutup mulutnya karena kaget.

"Astaga! Maafkan saya, Tuan." Tergesa-gesa ia menarik tissue di meja, lalu membersihkan wajah Logan yang terkena cipratan kopi yang berasal dari mulutnya.

"Kau sengaja, Nona."

"Tidak, Tuan. Sungguh!"

"Kesalahan yang pertama, kau belum membayarnya, sekarang malah tambah lagi. Kau sungguh luar biasa, Nona."

"Maaf Tuan, Saya sungguh tidak sengaja. Kalau begitu biarkan saya membayar lebih. Sekarang sebutkan nomor rekening Anda." Kayana mengeluarkan benda pipih, dan berniat mengirim sejumlah uang melalui aplikasi banking di ponselnya. Tetapi derai tawa yang terdengar, menghentikan niat Kayana.

"Apa aku terlihat seperti orang yang kekurangan uang, Nona Kay?" kata Logan membuat Kayana terdiam.

"Maafkan saya. Bukan begitu. Tapi ...."

"Berhenti minta maaf dan lakukan apa yang aku inginkan." Ucapan Logan membuat Kayana memandang pria di hadapannya, sehingga tanpa sengaja tatapannya bersibobrok dengan iris cokelat milik Logan. "Pertama-tama berikan nomor ponselmu."

"Ah baiklah." Dengan polosnya wanita cantik itu menuruti keinginan Logan. Itu karena rasa bersalah yang menguasai dirinya.

"Simpan nomorku baik-baik. Aku akan meminta ganti ruginya lain kali. Sekarang aku harus pergi karena ada pekerjaan. Maaf tidak bisa mengantarmu, Nona."

"Hei tunggu." Percuma saja, saat Kayana berteriak, pria itu sudah menjauh darinya dan meninggalkan beberapa lembar uang di meja.

Langit berselimut mendung tebal. Sebelum turun hujan, Kayana memutuskan untuk pulang. Pukul lima sore, Kayana tiba di rumah. Wajahnya terlihat kuyu. Itu karena ia merasa lelah. Lama tidak bekerja membuatnya sedikit kelelahan, namun dapat mengobati rasa bosannya secara bersamaan.

Kayana melangkah begitu saja tanpa mengamati ada mobil lain yang terparkir di sana. Dan ketika ia membuka pintu, terlihatlah sosok pria dengan tatapan dingin duduk dengan satu kaki bertumpu pada kaki lainnya, sedang menatap dengan penuh amarah ke arahnya.

"Dari mana saja kamu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status