Nesya merasa kacau setelah ia berdebat dengan Kiara. Rasa bersalahnya tak bisa dibendung dan sangat ingin meminta maaf dengan segera. Toilet umum di rumahnya menjadi tempat nongkrong paling nyaman bagi Nesya. Selain tidak sering digunakan, juga bisa mencium masakan orang dapur karena jaraknya cukup dekat.Berbeda dengan kakaknya Lutri, ia lebih senang memasak ketika merasa pusing. Ia lebih baik menghabiskan waktu di sana dibanding berjalan-jalan atau shopping seperti wanita pada umumnya, termasuk juga Nesya.Gadis itu masih tak ingin keluar dari sana, apalagi setelah mendengar kakaknya mengeluhkan tentang video. Nesya buru-buru membuka ponselnya dan memeriksa galeri. Iya, dirinya tidak merasa pernah mengambil video ketika Lehon mencium Kiara.Lalu, video apa yang dimaksudkan oleh Lutri? Tatkala masakannya sudah selesai, wanita itu mengambil ponselnya dan memeriksa pesan terkirim pada Lehon yang ternyata sudah dibaca."Centang biru, artinya sudah dilihat, sudah dibaca artinya sudah dit
Nesya akhirnya tiba di kafe di mana Kiara bekerja. Ia duduk selama beberapa saat tanpa membuat pesanan. Semua orang merasa bingung dengan sikap itu, sehingga beberapa orang dari mereka pun mulai bertanya."Selamat sore, Kak. Ada yang bisa dibantu? Kenapa semua pelayan kami tidak dipedulikan? Mereka sudah bertanya sejak tadi.""Aku ingin bicara dengan Kiara. Aku merasa bersalah padanya. Tolong bawa dia ke mari dan akan kubayar kalian dua kali lipat gaji sehari ini," jawab Nesya masih dengan ketidakfokusan seolah ia sedang berkhayal."Kenapa Kiara semakin laris saja akhir-akhir ini?" gumam mereka yang segera memanggil gadis itu.Kiara tidak mau, ia malah menolak. Menolak untuk memastikan siapa yang ingin bertemu dengannya. Senyumannya hilang ketika teman-temannya bilang jika yang datang adalah seorang wanita.Berpikir jika itu adalah Mery yang mungkin telah sembuh, Kiara memilih fokus pada pekerjaannya yang masih banyak. Walau begitu, ia tetap fokus dan tetap setuju untuk diajak bicara
"Kamu habis ketemu siapa barusan?" tanya Lutri pada sang adik yang merasa malas dan belum puas akan apa yang ia lakukan.Sudah seminggu ini, Nesya mencari celah untuk bisa bertemu dan mengobrol dengan Kiara, namun usahanya selalu berhasil. Hal itu membuatnya sedikit frustasi dan tidak ingin mengobrol dengan siapapun."Kamu dengar kakak ngomong nggak, sih? Kamu tau akibatnya kalau pulang malam begini? Kamu mau kakak hukum?!" bentak Lutri menggunakan kekuasaannya sebagai seorang kakak."Apa sih, Kak?! Bisa diam tidak? Udahlah, urus diri sendiri aja. Aku nggak suka dengan kakak, malas, muak! Memangnya yang Kakak lakukan selama ini apa ada benarnya? Kakak yang nggak mau nganggap aku sebagai saudara di kantor, kakak yang jahat sama Kiara karena dia mendapat perhatian dari Pak Lehon, kakak yang mencuri foto itu dariku. Apa lagi, apa?!"Lutri terdiam membisu. Menatap ke sembarang arah sembari membuang napas dengan kasar. "Terus, maunya kamu apa?" tanya wanita itu melemparkan kaca matanya ke
Dua hari berlalu, Kiara merasa heran sebab kehilangan keberadaan Nesya dan Lutri. Entahlah ke mana mereka. Namun, hal itu berhasil membuat semua orang bertanya-tanya dan dia lah yang menjadi sasarannya.Gadis itu tampak termenung ketika seseorang kembali bertanya padanya. "Aku tidak tau. Kalian semua kenapa bertanya pada—" Tatkala hendak protes, Lutri tiba-tiba datang dengan berkas bersamanya. Entah apa isinya.Ia berjalan melewati ruangannya, hanya menatap sekilas ke arah orang-orang yang padahal selama dua hari ini telah bertanya-tanya. Ia segera memalingkan pandangannya ketika Kiara menganga, hendak bertanya. Ia berjalan lurus lalu masuk ke ruangan Lehon.Wanita itu tampaknya telah ditunggu oleh sang general manager yang sedang memainkan pena nya. Tampak jika di sana ada Abi."Dari mana aja kamu, Lutri? Apa maksudnya tidak memberi kabar pada kami semua? Lihatlah semua pandangan ke arahmu sejak tadi. Kamu sudah menjadi seleb dadakan," ucap Lehon menyambut kedatangan wanita itu semb
Kiara berhasil membawa gadis itu masuk ke dalam apartemen yang segera ia istirahatkan di kamarnya. Ia berpikir jika Ben sama sekali tidak tahu sebab pria itu belum pulang. Sesungguhnya, ia cukup ragu untuk membawa Nesya pulang bersamanya. Namun, keadaan yang cukup mengkhawatirkan memaksa ia harus melakukannya."Makasih, Kiara. Maaf kalau selama ini aku udah jah—""Tidak, Nesya. Jangan bahas hal semacam itu untuk sekarang. Aku ambilin minum dulu buat kamu," potong Kiara yang segera berlalu dan masuk ke dapur.Ia menengok ke segala arah dengan hati-hati agar tidak ketahuan oleh Ben. Ia khawatir jika pria itu tahu perbuatannya."Ehem!" Deheman itu membuat Kiara kaget. Ia bahkan hampir melompat dari posisinya sekarang. "Kenapa kamu sekaget itu? Ada yang kamu sembunyikan?"Pertanyaan itu seolah membuat Kiara tersudutkan. Pertanyaan yang sangat ia khawatirkan malah keluar. "Iya. M-maafkan aku. Aku...""Kenapa kamu bawa dia ke sini? Kenapa nggak di tempat lain saja?" Kiara merasa bersalah s
Nesya dan Kiara tampak berangkat bersama dan diantarkan oleh Ben. Keduanya merasa senang karena bisa bersama-sama. Namun, Nesya selalu saja diasingkan oleh pria itu yang membuatnya benar-benar merasa tidak nyaman."Ini bekalmu, jangan berbagi pada siapapun!" perintah Ben kemudian memberikan kecupan di kening Kiara."Em ... baiklah. Terima kasih." Kiara mengangguk walau sedang menahan sedikit malu setelah mendapat kecupan itu."Untukku?" tanya Nesya terlalu berani membuat mata Kiara melotot. Ia saja tidak pernah berucap seberani itu pada Ben yang memang terkesan kejam."Nah!" Memberikan sebuah kotak buah pada Nesya."Kenapa hanya ini?" kesal Nesya hendak mengganti miliknya dengan Kiara. "Aku kan lagi sakit!""Justru itu. Kamu sedang sakit, lebih butuh buah. Ingat, kamu miskin, hanya parasit. Bertingkahlah di rumahmu sendiri dan jangan buat aku rugi!" Ben kemudian mendorong tubuh kedua gadis itu untuk segera masuk ke area kantor dan bekerja."Bye!" seru Nesya bersemangat sambil mengangk
Ben tampak memasuki kamar Kiara dengan membawa banyak belanjaan. Ia menatap ke arah lemari juga gantungan di kamar mandi. Di antara pakaian Kiara tidak ada yang berbeda, artinya ia telah meminjamkan pakaian untuk Nesya. Ia tentu saja tidak suka akan hal itu.Dengan segera ia memasukkan sebuah lemari yang juga baru ia pesan, meletakkan pakaian baru di lemari itu khusus untuk Nesya. Tampaknya ia tidak suka jika gadis yang ia cintai memakai barang yang sama dengan orang lain.Beberapa saat setelahnya, ia mendapat panggilan atas sebuah pesanan yang baru saja datang dan tengah menunggu di depan apartemen. Ia segera keluar untuk menerimanya. Membuka kotak yang isinya adalah sebuah gaun. Dari informasi yang ia dapat, sebuah pasangan akan semakin erat dan terjaga keharmonisannya apabila wanitanya sering disuguhi hal-hal romantis. Salah satu hal yang bisa ia lakukan adalah dengan makan malam bersama.Ia memasang gaun itu di sisinya, mengaca dirinya lalu tersadar jika ia harus merapikan pangka
Ben duduk di ruang utama menunggu kehadiran Kiara yang masih dirias oleh Nesya. Ia memainkan ponselnya untuk membahas pekerjaan dengan beberapa orang untuk kerja sama memperluas jaringan. Cukup lama ia menunggu, sekitar lima belas menit dan dirinya masih sabar. Sama sekali tidak tahu keadaan di dalam sana."Nesya, bisakah kamu menolongku untuk membatalkan rencana dinner ini? Dinner apaan? Aku nggak mau." Bibir Kiara mengerucut, ia menahan air matanya. Tak segan-segan mencampakkan dress ke lantai yang segera dipungut oleh temannya itu."Kiara, nggak boleh begitu dong. Kalau kamu nggak mau, kenapa nggak bilang dari tadi? Ben udah nunggu di luar tuh. Kalau kamu batalin sekarang, dia bakal marah besar. Jangan dong, Kia. Kamu harus ingat tujuan kamu apa, ya?" Nesya mencoba membujuk gadis itu.Dengan segala pertimbangan, akhirnya Kiara mengangguk setuju. Ia membiarkan Nesya untuk merias wajahnya dan segera menggunakan dress yang dibelikan oleh Ben untuknya."Tolong rias yang polos aja," pin