Share

Gadis Gila

last update Last Updated: 2021-09-07 12:24:43

Rain yang sudah diburu waktu pun segera memasukkan buku Bella yang tadi dikeluarkannya ke dalam tas si empunya.

Ia bergegas menyusuri sisa koridor dan menaiki tangga. Tak ingin waktunya sia-sia, demi melihat anak tangga dihadapannya lengang, Rain memutuskan menaiki anak tangga dengan berlari. Membawa dua tas di bagian depan dan belakang tubuhnya, membuat ia sedikit limbung saat pertama kali mencoba berlari di anak tangga, tapi dengan cepat ia bisa menyeimbangkan tubuhnya. Langkah demi langkah ia lalui dengan sigap, cermat, dan mantap. Hingga di bagian tangga paling akhir, ia merasakan tubuhnya menabrak dada bidang di depannya. Membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh, beruntung otaknya berjalan cepat dan mengirimkan sensor di rangkaian otot reflek agar membanting tubuhnya ke kiri, menjauhi bagian belakang tubuhnya yang hanya terlihat undakan anak tangga.

“Yakelah anak SD mana sih yang ke SMA? Nggak lihat apa untung gue nggak jatuh ke belakang. Kalau jatuh ke belakang bisa kedubrak dung des gue! Bisa-bisa remuk nih badan gue!” omel Rain beranjak berdiri sambil seolah-olah membersihkan tubuhnya dari debu lantai.

“Diem aja lagi loe! Nggak punya mulut apa hah? Diajak ngomong malah diem!” tambahnya, melihat sepatu berwarna biru navy di hadapannya yang tak berkutik sedikitpun, bahkan tak mencoba untuk membantunya berdiri.

“Loe yang salah, gue yang disalahin, cewek aneh!” jawab suara maskulin milik cowok di depan Rain, yang tak lain tak bukan, adalah orang yang Rain tabrak.

“Dimana-mana yang salah cowok, bukan cewek bege!” bela Rain dan mendongakkan kepalanya. 

“Apa? Loe bilang apa tadi coba ulangin!” ucap cowok di depan Rain, yang sekarang mampu membuat Rain bungkam, diam, dan tak berkedip. Jika melihat Rain dalam kondisi ini, sangat sulit dibedakan, apakah Rain masih sadar atau pingsan dengan mata terbuka. Satu menit sudah Rain memandang makhluk Tuhan yang ada di hadapannya ini, jam seakan berhenti berdetak, waktu seakan berhenti berputar.

“Woi malah bengong!” teriak si cowok berpesona bak dewa ini, sambil menggerakkan tangannya di depan muka Rain.

“Aaaak ahhkk enggak, siapa juga yang bengong?” jawab Rain gelagapan.

“Ya loe lah! Disini cuma ada gue sama loe! Ya kalik gue yang bengong,” 

“Dih, ya bisa aja loe yang bengong!” timpal Rain tak mau kalah.

“Udah jelas-jelas loe yang bengong, masih aja nggak mau ngaku,”

“Helloow, sok tahu banget Anda! Udahlah malah ribut, sekarang loe minta maaf aja sama gue nih!” ucap Rain sambil menjulurkan tangan kanannya, membayangkan cowok di depannya menyambut tangannya yang halus dan lembut.

“Ogah! Loe yang salah kok gue yang disuruh minta maaf,” bantah cowok di depannya.

“Kalau loe nggak di depan sini, gue nggak bakalan nabrak loe! Sengaja ya loe? Modus banget eeuuw," ucap Rain sambil mengibaskan rambut panjangnya.

“Dan kalau loe nggak lari-larian kayak bocah TK, loe nggak bakalan nabrak gue! Jelas-jelas gue mau turun, nggak liat loe?” kesal cowok di hadapannya sambil memajukan jari telunjuk dan jari tengahnya ke arah mata Rain, membuat Rain dengan otomatis bergerak mundur.

“Heh itu tangan kalau sampai kena mata gue sesenti aja, mata loe gue congkel!” ancam Rain dan mendengus sebal.

“Males gue ngomong sama cewek aneh bin gila kayak loe!” dengan mengibaskan tangannya di udara dan beranjak melangkah turun tangga.

“Apa loe bilang? Loe yang aneh bin gila! Tapi dilihat-lihat loe ganteng juga si, sabi lah!” ucap Rain sambil menunjukkan gigi rapi dan putihnya.

“Sabi apaan maksud loe?” tanyanya penuh dengan tatapan curiga, menghentikan langkah kakinya dan memutar badannya agar menghadap Rain.

“Ah elah! Kode kayak gitu aja nggak tahu? Ganteng doang otak cetek! Bay boy!” dan Rain menyelonong pergi meninggalkan Garda yang mengernyitkan dahinya.

“Baru pertama kali masuk sini, udah ketemu aja sama spesies langka. Mana modelannya kayak gitu lagi. Aneh bin gila. Semoga nanti di kelas gue nggak ada tu jenis homosapien kayak dia! Dih amit-amit.” ucap Garda sambil memukul-mukul pegangan anak tangga dengan tangan kirinya.

“Lagian Papa kenapa si harus nyuruh gue pindah sekolah? Mana udah kelas dua, kan tanggung tinggal satu tahun lagi," sewot Garda ke dirinya sendiri dan berjalan menuruni anak tangga. 

“Ini mana sih ruang kepala sekolah? Sekolah nggak gede-gede amat juga, masak susah ditemuin. Apa terlalu kecil kali ya ruang kepala sekolahnya?” tanya Garda.

Ketika hampir sampai di anak tangga terakhir, Garda berpapasan dengan Bella yang akan naik ke lantai dua.

“Permisi, maaf mau tanya ruang kepala sekolah di sebelah mana ya?” dan Bella pun terpana lebih lama daripada Rain, hingga berkali-kali Garda menggerakkan tangannya agar Bella tersadar.

“Eeegh, nanti loe tinggal lurus aja dari sini, ruangannya di sebelah kiri, nanti ada tulisannya kok,” jawab Bella dengan pipi merona.

“Ooh gitu ya? Ya udah, makasih ya, gue duluan," pamit Garda dan segera menuju arah yang telah ditunjukkan Bella.

Bella yang tadi hanya diam tak berkutik, sekarang sudah lari kalang kabut lagi melebihi larinya karena sakit perut.

“Pesona gue saking kuatnya, atau ganteng gue yang kelewatan sih? Udah berapa cewek tuh yang ngeliatin gue sampe bengong?" Ucap Garda seakan heran dengan kejadian tadi padahal tidak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bentala dan Nabastala   Lampu merah

    “Nggak usah sok baik sama gue!” ucap Garda setelah ia tersadar dengan siapa ia berbicara, cewek yang ia katakan aneh. Cewek yang akhir-akhir ini selalu membuatnya emosi.Rain yang mendengar dirinya dibilang sok baik pun hanya mengernyitkan keningnya dan tersenyum.“Terserah sih loe mau ngomong apa ke gue. Tapi kalau gue sok baik, apa untungnya buat gue? Kalau gue nggak tulus apa untungnya gue bersiap diri buat dengerin cerita loe yang gue aja nggak tahu loe buat dramatis atau enggak,” jawabnya enteng.“Alah loe kayak gini biar loe bisa dapat kunci ngebully gue kan? Biar loe bisa bilang ke temen-temen kan kalau gue sadboy! Ngaku aja loe nggak usah munafik!” kini sempurna Garda menghadap ke arah Rain.“Terserah loe mau ngomong apa, terserah loe mau berfikiran buruk ke gue kayak gimana. Terserah loe mau percaya sama gue atau enggak, nggak ada ruginya buat gue,&r

  • Bentala dan Nabastala   Hujan

    Pagi harinya, Rain berangkat sekolah dengan menaiki angkutan umum berwarna biru dari rumahnya. Ia berjalan melewati gerbang sekolah dengan senyuman riangnya.“Senyum-senyum mulu loe Rain!” Ucap Nando yang entah dari mana datangnya sudah berada di samping Rain.“Apaan si loe? Kayak demit tahu nggak loe!” ucap Rain sambil menyingkirkan tangan kiri Nando yang tanpa ia sadari sudah ada di pundaknya.“Yakelah galak amat loe! Mana ada demit ganteng kayak gue gini hah?” ucapnya sambil merapikan kerah bajunya.“Elooe? Ganteng? Ganteng dari Hongkong!” balas Rain lagi dan disambut cengiran kuda khas Nando, mereka berdua pun berjalan beriringan sampai tiba di kelasnya.“Eh si nyonya sudah datang!” sapa Rion yang sudah terlebih dahulu berada di kelas Xl IPS 2. Sedang duduk di kursi Rain bersama dengan Bara, Boni, Arya dan teman-teman cowoknya yang lain. Maklum sudah menjadi tradisi bahwa bangku

  • Bentala dan Nabastala   Toko

    "Assalamualaikum Ma, Rain pulang!” salam Rain ketika membuka pintu rumahnya.“Ma?” panggil Rain karena tidak ada jawaban dari Mamanya.“Ma? Rain udah pulang nih! Mama dimana?” ucapnya lagi sambil mencari Mamanya di dapur.“Ma?” teriaknya lebih keras.“Iya Rain! Mama di kamar mandi, habis nyuci baju ini!” mendengar jawaban dari Mamanya, Rain memutuskan menghampirinya.“Loh kok pakai tangan Ma? Mesin cucinya kenapa lagi? Rusak ya?” segera Rain berjongkok di samping Mamanya, dan mencoba mengambil alih pekerjaan yang tengah dilakoni Mamanya.“Rain! Nggak usah, biar Mama aja yang nyuci, kamu kan baru aja pulang. Sana ganti baju dulu, terus makan siang,” perintah Mamanya namun tak dihiraukan oleh Rain.“Mama cubit ya! Satu, dua,”“Eh jangan dong Ma! Jangan dicubit. Mama udah makan siang?” tanya Rain.“Hehe, belum nih, ha

  • Bentala dan Nabastala   Jatuh

    Bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Seluruh siswa-siswi dari kelas X sampai XII berhamburan dari kelas masing-masing bak gerombolan lebah mencari pelaku pengobrak-abrik sarang. Saling sikut, saling mendahului, saling menginjak, saling menjitak. Tak bisa dibedakan mereka berpelukan atau berdesakan. Amat sesak, membuat mata yang melihatnya penat.“Cabut yuk!” ucap Rion menepuk bahu Nando dan berjalan ke arah Rain.“Mau ke cafe dulu nggak? Nongki-nongki kek biasa,” tanya Nando sambil mengikuti Rion dari belakang, seperti anak ayam yang mengikuti induknya.“Aduh! Males ah gue, males ketemu mbak-mbak pelayan yang sok kemarin, iuu,” jawab Rain sambil memasukkan buku terakhir di mejanya, berjalan keluar kelas diikuti Rion dan Nando.“Yakelah Rain, cuma sama mbak-mbak pelayan sok aja loe pake ngambek nggak mau ke cafe. Kan belum tentu tu mbak-mbak pelayan hari ini jaga. Bisa juga temennya,” Rion mencoba mencari a

  • Bentala dan Nabastala   Hukuman

    "Sudah belum bersihin kelasnya Rain, Boni?" Ucap Pak Arsan ketika memasuki ruang kelas.“Sudaahh Paakk!” jawab Rain dengan semangat yang dibuat-buat karena kesal.“Baiklah, sekarang bisa kita mulai pelajaran matematika hari ini?” tanya Pak Arsan dan hanya diangguki malas oleh penghuni kelas, kecuali Bella dan Garda.“Bisa Pak!” ucap mereka berdua dengan tegas dan bersamaan.“Nah! Seperti ini seharusnya murid Bapak! Diajak belajar matematika semangat, menjawab dengan tegas, tidak membuat ulah!” ucap Pak Arsan sambil melihat ke arah Bella dan Garda bergantian.“Kamu seharusnya bisa mencontoh teman kamu, si Bella, Rain! Murid teladan!” tambahnya lagi.“Bapak hobi banget sih banding- bandingin orang," jawab Rain memutar bola matanya malas.“Bapak bandingin kamu supaya kamu sadar, bisa jadi murid yang lebih baik lagi,”“Ya sudah, buka buk

  • Bentala dan Nabastala   Bocah

    "Sialan!" umpat Garda sambil berdiri mengibaskan sampah di dadanya, membuat plastik es teh milik Boni jatuh di bawah mejanya."Rasain loe! Berani-beraninya ngatain gue bocah!" jawab Rain sambil terus melemparkan apa saja ke arah Boni, yang tidak ada tanda-tanda akan berhenti."Emang loe kayak bocah! Aneh!" ucap Garda dan mendapat timpukan kertas ulangan matematika milik Rain yang terpahat nilai 20 dengan tinta merah. Melihat itu Garda pun melemparkan kertas itu kembali ke Rain."Pantes," ucapnya dan memutar bola matanya."Udah Rain! Pak Arsan bentar lagi masuk kelas! Masak iya kelas kita kayak tong sampah gini!" Bella mencoba memeluk Rain, mencegah kedua tangan Rain untuk melemparkan barang-barang di sekitarnya."Lepasin Bel! Lagian biarin aja kotor, kayak nggak pernah liat aja loe!" ucap Rain sambil berusaha melepaskan diri."Bon! Bon! Pak Arsan dateng Bon!" teriak Bara dari pintu kelas. Membuat Boni menoleh sekilas dan tetap melemparkan sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status