Share

Gadis Gila

Rain yang sudah diburu waktu pun segera memasukkan buku Bella yang tadi dikeluarkannya ke dalam tas si empunya.

Ia bergegas menyusuri sisa koridor dan menaiki tangga. Tak ingin waktunya sia-sia, demi melihat anak tangga dihadapannya lengang, Rain memutuskan menaiki anak tangga dengan berlari. Membawa dua tas di bagian depan dan belakang tubuhnya, membuat ia sedikit limbung saat pertama kali mencoba berlari di anak tangga, tapi dengan cepat ia bisa menyeimbangkan tubuhnya. Langkah demi langkah ia lalui dengan sigap, cermat, dan mantap. Hingga di bagian tangga paling akhir, ia merasakan tubuhnya menabrak dada bidang di depannya. Membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh, beruntung otaknya berjalan cepat dan mengirimkan sensor di rangkaian otot reflek agar membanting tubuhnya ke kiri, menjauhi bagian belakang tubuhnya yang hanya terlihat undakan anak tangga.

“Yakelah anak SD mana sih yang ke SMA? Nggak lihat apa untung gue nggak jatuh ke belakang. Kalau jatuh ke belakang bisa kedubrak dung des gue! Bisa-bisa remuk nih badan gue!” omel Rain beranjak berdiri sambil seolah-olah membersihkan tubuhnya dari debu lantai.

“Diem aja lagi loe! Nggak punya mulut apa hah? Diajak ngomong malah diem!” tambahnya, melihat sepatu berwarna biru navy di hadapannya yang tak berkutik sedikitpun, bahkan tak mencoba untuk membantunya berdiri.

“Loe yang salah, gue yang disalahin, cewek aneh!” jawab suara maskulin milik cowok di depan Rain, yang tak lain tak bukan, adalah orang yang Rain tabrak.

“Dimana-mana yang salah cowok, bukan cewek bege!” bela Rain dan mendongakkan kepalanya. 

“Apa? Loe bilang apa tadi coba ulangin!” ucap cowok di depan Rain, yang sekarang mampu membuat Rain bungkam, diam, dan tak berkedip. Jika melihat Rain dalam kondisi ini, sangat sulit dibedakan, apakah Rain masih sadar atau pingsan dengan mata terbuka. Satu menit sudah Rain memandang makhluk Tuhan yang ada di hadapannya ini, jam seakan berhenti berdetak, waktu seakan berhenti berputar.

“Woi malah bengong!” teriak si cowok berpesona bak dewa ini, sambil menggerakkan tangannya di depan muka Rain.

“Aaaak ahhkk enggak, siapa juga yang bengong?” jawab Rain gelagapan.

“Ya loe lah! Disini cuma ada gue sama loe! Ya kalik gue yang bengong,” 

“Dih, ya bisa aja loe yang bengong!” timpal Rain tak mau kalah.

“Udah jelas-jelas loe yang bengong, masih aja nggak mau ngaku,”

“Helloow, sok tahu banget Anda! Udahlah malah ribut, sekarang loe minta maaf aja sama gue nih!” ucap Rain sambil menjulurkan tangan kanannya, membayangkan cowok di depannya menyambut tangannya yang halus dan lembut.

“Ogah! Loe yang salah kok gue yang disuruh minta maaf,” bantah cowok di depannya.

“Kalau loe nggak di depan sini, gue nggak bakalan nabrak loe! Sengaja ya loe? Modus banget eeuuw," ucap Rain sambil mengibaskan rambut panjangnya.

“Dan kalau loe nggak lari-larian kayak bocah TK, loe nggak bakalan nabrak gue! Jelas-jelas gue mau turun, nggak liat loe?” kesal cowok di hadapannya sambil memajukan jari telunjuk dan jari tengahnya ke arah mata Rain, membuat Rain dengan otomatis bergerak mundur.

“Heh itu tangan kalau sampai kena mata gue sesenti aja, mata loe gue congkel!” ancam Rain dan mendengus sebal.

“Males gue ngomong sama cewek aneh bin gila kayak loe!” dengan mengibaskan tangannya di udara dan beranjak melangkah turun tangga.

“Apa loe bilang? Loe yang aneh bin gila! Tapi dilihat-lihat loe ganteng juga si, sabi lah!” ucap Rain sambil menunjukkan gigi rapi dan putihnya.

“Sabi apaan maksud loe?” tanyanya penuh dengan tatapan curiga, menghentikan langkah kakinya dan memutar badannya agar menghadap Rain.

“Ah elah! Kode kayak gitu aja nggak tahu? Ganteng doang otak cetek! Bay boy!” dan Rain menyelonong pergi meninggalkan Garda yang mengernyitkan dahinya.

“Baru pertama kali masuk sini, udah ketemu aja sama spesies langka. Mana modelannya kayak gitu lagi. Aneh bin gila. Semoga nanti di kelas gue nggak ada tu jenis homosapien kayak dia! Dih amit-amit.” ucap Garda sambil memukul-mukul pegangan anak tangga dengan tangan kirinya.

“Lagian Papa kenapa si harus nyuruh gue pindah sekolah? Mana udah kelas dua, kan tanggung tinggal satu tahun lagi," sewot Garda ke dirinya sendiri dan berjalan menuruni anak tangga. 

“Ini mana sih ruang kepala sekolah? Sekolah nggak gede-gede amat juga, masak susah ditemuin. Apa terlalu kecil kali ya ruang kepala sekolahnya?” tanya Garda.

Ketika hampir sampai di anak tangga terakhir, Garda berpapasan dengan Bella yang akan naik ke lantai dua.

“Permisi, maaf mau tanya ruang kepala sekolah di sebelah mana ya?” dan Bella pun terpana lebih lama daripada Rain, hingga berkali-kali Garda menggerakkan tangannya agar Bella tersadar.

“Eeegh, nanti loe tinggal lurus aja dari sini, ruangannya di sebelah kiri, nanti ada tulisannya kok,” jawab Bella dengan pipi merona.

“Ooh gitu ya? Ya udah, makasih ya, gue duluan," pamit Garda dan segera menuju arah yang telah ditunjukkan Bella.

Bella yang tadi hanya diam tak berkutik, sekarang sudah lari kalang kabut lagi melebihi larinya karena sakit perut.

“Pesona gue saking kuatnya, atau ganteng gue yang kelewatan sih? Udah berapa cewek tuh yang ngeliatin gue sampe bengong?" Ucap Garda seakan heran dengan kejadian tadi padahal tidak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status