LOGINSudah 30menit tidak ada satu pun yang menyampaikan ide. Sepertinya mereka tidak bisa memikirkan apapun. Bahkan beberapa dari mereka terdengar menggerutu.
Naomi mengangkat tangannya. Seluruh orang yang ada di ruangan memandangnya. Termasuk Mareeq, dia menatap Naomi lekat-lekat.
"Bagaimana jika kita fokus pada sensainya?" Naomi berpendapat.
"Coba jelaskan." Pinta Mareeq.
"Minuman dengan komoposisi santan, gula aren, dan pandan itu sudah lumrah. Tapi, kita buat seperti memakan klepon. Biasanya boba tapioka dimasak dengan gula aren. Atau popping boba dengan isian sirup. Kita gabungkan keduanya dengan membuat popping boba isian gula aren. Ketika menggigitnya, sirup gula aren meletus sensasinya sama seperti memakan klepon." Terang Naomi.
Orang-orang berpikir dan mulai mengangguk. Mareeq tidak melepaskan pandangan dari Naomi. Naomi tidak tahu apa yang ada di pikirannya, apakah dia setuju atau menolak.
"Bagaimana tim R&D?" Tanya Mareeq tanpa mengalihkan pandangan dari Naomi.
"Itu ide bagus dan bisa dicoba."
"Baiklah kita pakai ide itu. Yang lain seperti biasanya lakukan tugas masing-masing. Aku tunggu kemajuan kalian." Ujar Mareeq yang kemudian mengambil ponselnya sambil berjalan ke arah jendela untuk menelpon seseorang.
Semua orang meninggalkan ruang meeting kecuali Mareeq yang sedang sibuk menelepon.
Di lorong, Naomi terusik dengan sebuah pemandangan di luar jendela. Kucing itu lagi. Dia berjalan di atas pagar pembatas.
"Berapa nyawa tersisa yang dia punya. Kucing siapa sebenarnya?" gumam Naomi.
"Kamu menyukai kucing?" Suara Mareeq membuat Naomi terkejut.
"Oh!" Naomi melihat Mareeq di belakangnya, "Aku suka. Tapi aku tidak bisa memelihara. Aku memiliki alergi debu dan bulu binatang."
"Aku baru akan memberi tahu bahwa aku punya kucing di rumah. Tapi aku akan mengurungkannya karena itu akan membuatmu iri,"
"Kamu sudah mengatakannya." Naomi dengan nada kesal.
Mareeq berlalu dengan sedikit tertawa. Naomi yang menyadari bahwa Mareeq bisa tertawa pun tersenyum. Dia menyusul Mareeq dan berjalan bersama.
***
Sabtu sore, Naomi dan Flora pergi ke mall bersama. Dia melihat kakaknya bersama seorag wanita. Mereka terlihat memasuki tempat makan. Naomi berpamitan pada temannya. Lalu menghampiri kakaknya.
"Sayang! Sedang apa kamu di sini?" Tanya Naomi.
Mereka berdua terlihat terkejut melihat kedatangan Naomi. Terlebih wanita itu.
"Sayang?" Ujar kakak Naomi yang keheranan.
Beberapa orang di sekeliling memandangi mereka. Itu seperti adegan seorang pria yang tertangkap basah sedang selingkuh.
"Siapa wanita ini? Dia selingkuhanmu?" Tanya Naomi dengan menunjuk wanita yang ada di sebelahnya.
Vino berdiri dan mencoba menenangkan Naomi. "Apa yang kamu bicarakan? Ayo, kita bicara di luar"
Wanita itu mendorong kursinya ke belakang. Naomi dan Vino memandangnya. Terlihat muka kesal darinya.
"Aku permisi" Pamit wanita itu.
"Tunggu!" cegah Vino tapi tidak berhasil.
Naomi hanya memandangi kepergian wanita itu.
"What are you doing?" Tanya Vino minta kejelasan.
Naomi menggigit bibirnya sendiri seolah tidak ingin bicara. Segera dia mengalihkan padangan. Naomi pergi meninggalkan Vino tanpa rasa bersalah.
Vino terlihat menghela nafas. Dia segera pergi ke kasir untuk membayar makanan yang belum sempat dimakan. Naomi terlihat berdiri menunggu di depan pintu.
Tidak ada percakapan selama di perjalanan. Vino terlihat kesal. Naomi tidak berani mengatakan sesuatu. Tentu saja setelah apa yang dia lakukan.
Sesampainya di rumah. Naomi bergegas masuk ke kamarnya menghindari kakaknya.
"Kakak butuh penjelasanmu!" Teriak Vino yang seketika membuat Naomi menghentikan langkahnya.
"Bukankah kakak sedang selingkuh? Bukankah pacar kakak seseorang bernama Angel?" Naomi menjawab dengan sebuah pertanyaan.
"Kamu pernah melakukan ini juga pada Angel. Dan karena itu pula kakak putus dengan Angel."
"Kakak berpacaran cewek itu?" Selidik Naomi.
"Belum" Jawab Vino datar.
Belum? Berarti ada niat kakaknya berpacaran dengan gadis tadi.
"Maaf. Aku kira kakak berselingkuh." Ujar Naomi melangkah pergi meninggalkan kakaknya yang sedang kesal.
***
Setelah beberapa bulan divisi Naomi bergabung. Naomi semakin akrab dengan gadis bernama Flora. Dia periang dan baik hati. Entah kenapa dia semakin mendekati Naomi. Bisa dibilang kini mereka bersahabat di kantor.
Naomi juga dekat dengan Claudia selaku manajer atau pimpinan di divisi baru ini. Claudia selalu mengajak Naomi rapat karena beberapa kali Naomi memberika ide yang bagus. Secara tidak langsung mengangkat nama divisi.
Tapi sudah beberapa kali ini Claudia pergi rapat tidak mengajak Naomi. Padahal Naomi juga ingin tahu perkembangan produk yang sedang berjalan. Ada ide Naomi juga yang tertuang di produk itu. Pagi ini pun Naomi melihat meja Claudia kosong.
"Kemana Claudia?" Tanya Naomi.
"Dia sedang rapat. Dia sibuk mengurus produk milik Rahaal dan Mareeq. Mereka memiliki cara promosi yang berbeda menurut mereka,"
"Tumben sekali dia tidak mengajakku" gumam Naomi.
"Mungkin dia yakin bisa mengurus semuanya. Padahal sebelumnya dia bilang mengahadapi mereka berdua itu menyebalkan. Tapi kulihat mereka makin akrab," celetuk Flora.
"Kamu merasakannya juga?" Naomi sependapat.
"Ini seperti dia sengaja mendekati mereka."
"Bukannya Claudia berpacaran dengan Max?" Tanya Naomi.
"Ya, aku yang menjodohkan mereka."
"Itu berarti itu memang urusan pekerjaan. Mungkin dua produk baru ini istimewa."
"Kita belum mendapatkan informasi tentang produk ini. Aku sih nggak mau diminta berpikir mendadak bagaimana mempromosikan ini nanti,"
Meskipun mencoba untuk berpikir positif, Naomi juga merasa ada yang janggal. Naomi dan Mareeq memang dekat setelah beberapa kejadian di luar pekerjaan. Tapi, Claudia seperti mencoba semakin dekat dalam pekerjaan. Dia selalu mengatakan Mareeq ataupun Rahaal itumenyebalkan. Apakah Claudia memiliki tujuan?
Usai makan siang, Naomi pergi ke kafe untuk membeli minuman. Di konter, Naomi melihat ada Mareeq. Naomi menyapanya dengan senyuman.
"Kamu sendirian?" Tanya Mareeq.
"Iya. Yang lain bilang sedang tidak ingin kopi,"
"Mau pesan apa?"
"Jika ingin mentraktir, kamu harus mentraktir anggota timku juga," pinta Naomi. Melihat tidak ada reaksi, Naomi segera tertawa. "Aku bercanda"
"Pesanlah untuk timmu," ujar Mareeq kemudian.
"Aku hanya bercanda. Dan aku akan membayar untukku sendiri," balas Naomi."Tolong, matcha satu" pesannya pada barista.
"Tambah lagi sepuluh dan masukkan ke tagihanku." kata Mareeq.
"Aku bilang aku hanya bercanda."
"Dan aku bilang aku yang akan membayar,"
"Terima kasih." Tutur Naomi. Dia kemudian penasaran dengan apa yang terjadi. "Kamu, Rahaal, dan Claudia tampak sibuk." Imbuhnya.
"Ya. Kami mempercepat peluncuran produk." Jawab Mareeq.
"Oh..." Gumam Naomi. Barista menyodorkan minuman pada Naomi. Naomi pun menyambutnya. "Terima kasih."
Mareeq segera mengambil alih sebagian minuman agar Naomi tidak kerepotan.
"Akan ada sesuatu yang mengejutkan nanti."
Naomi menatap bingung ke Mareeq. "Apa itu?"
"Kamu akan tahu nanti. Aku tidak tahu dengan yang lain, tapi kamu pasti akan suka." Jawab Mareeq berjalan lebih dulu.
Pertanyaan itu menggantung di udara, penuh beban penyesalan dan harapan yang memaksa Naomi untuk memilih. Jawaban Naomi sudah jelas. Sudah sangat terlambat di usia mereka yang sudah dewasa. Pengharapan mamanya yang sia-sia.***Malam minggu, Naomi sudah siap-siap berdandan karena ada makan malam keluarga. Dia tidak mengajak Leon karena dia harus mengunjungi keluarganya juga. Jadi, tidak ada menghabiskan waktu bersama.Naomi menunggu di halte depan apartemen. Begitu sebuah mobil mendekat, dia tidak ragu untuk membuka pintu dan masuk. Tentu saja karena dia sudah janjian dengan orang tersebut. Kakaknya, Vino.Mobil mereka tampak melaju menerjang hiruk pikuknya malam keramat untuk muda-mudi. Sampai akhirnya mobil mereka masuk ke halaman rumah yang cukup luas. Sudah lama sekali mereka tidak masuk ke rumah itu. Yah, mungkin setahun sekali seperti ini.Naomi dan Vino masuk ke dalam rumah. Naomi menyapukan seluruh pandangan ke tiap ruangan yang dia lewati.
“Seseorang yang aku kenal,” jawab Naomi, nadanya dibuat seringan mungkin. “Kebetulan dia ada urusan di kantor, jadi kami bicara sebentar.”Ia segera mengalihkan topik, cepat, dan tanpa jeda. “Mau makan di mana kita? Aku sudah lapar.”Leon menatapnya sejenak, tatapan itu seolah mengukur kebenaran dari setiap kata, sebelum akhirnya mengendur. Ia terkekeh pelan. “Kamu mengenal banyak orang, ya?”Tawa Leon seharusnya menenangkan, tetapi justru membuat perut Naomi terasa mual. Ia tahu Leon hanya bercanda, tetapi ia merasa seperti penipu. Senyum tipis yang ia pasang di wajahnya terasa dingin dan kaku, sebuah upaya keras untuk menyembunyikan kegelisahan yang terjadi.Leon tidak boleh tahu. Belum. Pintu menuju masa lalu dan kerumitan keluarganya adalah babak yang belum siap ia buka untuk siapa pun, terutama untuk Leon. Ia hanya bisa berdoa semoga Leon tidak bertanya lebih jauh.Keesokan harinya, tepat setelah
"Itu karena aku mencintaimu." Suara Mareeq terdengar serak dan putus asa.Itu bukan penjelasan. Itu adalah ratapan. Pengakuan itu bukan lagi rahasia terpendam, melainkan kesakitan yang terbuka. Naomi terdiam. Dia tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Bahkan untuk menoleh pada Mareeq dia tidak bisa."Aku bingung harus bagaimana. Aku tidak boleh mencintaimu. Aku berusaha tidak memikirkanmu dengan menjauhimu. Tapi aku tidak sanggup untuk tidak melihatmu. Itu mengapa sikapku membingungkanmu. Karena aku pun bingung harus bersikap bagaimana." terang Mareeq.Mareeq berhenti bicara. Dia telah menelanjangi dirinya sepenuhnya. Dia mengakui bahwa kebingungannya adalah sumber penderitaan mereka.Naomi berbalik dan memandangi pria itu. Dia telah mengatakan semua perasaannya. Mengapa dia melakukan itu. Naomi sendiri tidak tahu harus bagaimana. Perasaannya bersambut tapi keadaan tidak mengizinkan."Seperti yang pernah kita sepakati. Kamu memiliki keluarga dan ak
Naomi berjalan kembali ke mejanya, dengan rasa bersalah yang menusuk. Dia menyadari bahwa semakin Mareeq peduli padanya semakin keras ia akan menghukum dirinya dengan jarak yang kejam. Apa yang harus Naomi lakukan?Begitu melihat Naomi, Flora langsung menyeretnya untuk melihat pengumuman."Gathering diundur di minggu kedua" Ucap Flora.Naomi pun tersentak terkejut dan bergegas melihat pengumuman. Oh benar. Jadwal ditukar dengan tim Leon. Siapa yang menukarnya? Naomi sangat penasaran.***Naomi pergi ke ruangan personalia dan HRD. Naomi berencana konsultasi dengan mereka untuk mempertimbangkan resign atau mutasi lagi. Pihak personalia ingin mendengarkan alasan Naomi untuk memberikan saran.Mereka mengatakan bahwa mereka sudah banyak mendengar tentang Naomi di kantor ataupun tentang pekerjaannya. Mereka tidak ingin melepas orang seperti Naomi. Naomi tentu saja tidak mengatakan bahwa alasananya adalah masalah pribadi.N
Naomi jadi bingung. Matcha itu selalu ada di tempat persediaan. Jika itu punya seseorang pasti akan diberi nama dan sudah pasti diletakkan di laci khusus yang sudah disediakan.Naomi pun memilih membuat latte. Dia tidak ingin ternyata selama ini dia meminum milik orang lain. Dia kembali ke meja kerja dan bertanya pada Flora."Kamu tahu matcha yang selalu ada di pantry?""Ya. Kamu sering meminumnya." Jawab Flora yang masih sibuk dengan komputernya."Itu bukan disediakan oleh kantor. Kamu tahu milik siapa itu?"Flora nampak terkejut juga mendengarnya. Dia memandang ke Naomi. "Aku pikir itu milik kantor karena selalu direfill begitu habis""Itu dia. Aku baru tahu itu."Claudia terlihat keluar dari ruangan Mareeq. Lalu menghampiri Naomi."Naomi, untuk proyek produk baru. Bisakah kamu membuat presentasi rancangan perencanaan anggaran? Kita akan presentasi lusa. Tolong update sesuai harga bahan sek
"Naomi," Lanjut Rahaal.Naomi sedikit terkejut. Baru kali ini Rahaal menyebut namanya. Dia menyebut dengan intonasi lembut. Mungkin sebenarnya terdengar biasa saja, tapi bagi Naomi yang baru kali ini mendengar terasa aneh.Naomi memandang ke Rahaal. Dia ingin tahu dengan wajah seperti apa dia menyebut namanya. Tatapan Rahaal sangat tajam padanya, tanpa berkedip."Pikirkan baik-baik dan jangan membuat keputusan karena seseorang. Masa depanmu kamu yang menentukan.""Aku mengerti.""Sampai saat ini aku masih memilih untuk tinggal." Jawab Rahaal memberikan informasi apa yang dia pilih.Naomi mengartikan kalimat ini dengan sangat jelas. Dia tidak ingin Naomi mengikuti Mareeq. Atau mungkin tepatnya dia tidak ingin Naomi mengikuti mereka. Claudia mengatakan ini keinginan mereka berdua. Tapi, Rahaal mengatakan akan tetap tinggal. Entah siapa yang harus Naomi percaya.Di jam pulang kantor, Naomi melihat ke pengumuman mutasi. Rahaal masih belum







