"Aku mencintaimu, Rose."Wanita itu berdiri dengan menumpukan beban tubuhnya pada kaki kiri dan sebelah tangan berkacak pinggang. Bibirnya tersenyum miring."Benarkah?"Dengan anggun Rose mendekatinya dan meraba dadanya. "Kau mencintai aku karena apa?""Semuanya. Aku mencintaimu karena dirimu."Wanita itu malah tertawa terbahak-bahak. Pandangan yang semula menggoda tiba-tiba berubah menjadi dingin. Senyuman di bibir itu menghilang sepenuhnya."Kau bisa mencintai kami? Kau mencintaiku yang suka menyiksa orang? Aku bahkan bisa mematahkan kakimu di saat kau terlelap."Ia langsung mundur ketika Rose tidak lagi bertingkah manja dan genit seperti tadi, tetapi menjelma menjadi seorang psikopat. Bibirnya menyeringai dan tangan kanannya mengacungkan sebilah pedang."Aku tidak yakin kau mampu hidup dengan tenang selama ada aku."Pedang terayun dan ia berteriak kencang karena kakinya seperti terpaku pada bumi yang dipijaknya. Ia memejamkan mata dan menantikan rasa sakit itu datang. Namun, ternya
"Sampai kapan kita akan terus berada di mobil?" tanya Jack setelah dua puluh menit berlalu semenjak mereka sampai di tempat parkir Greenlake Corporation."Aku masih mau di sini bersamamu," rengek Elena sambil memeluk tubuhnya dengan erat.Wanita itu membelitnya seperti ular. Duduk di atas pangkuannya dan sesekali mengendus lehernya, membuatnya berkali-kali menggeram."Elena, tolong jangan begini," mohonnya dengan kedua tangan terkepal.Wanita itu mendongak. Meskipun Elena termasuk tinggi untuk ukuran perempuan, tapi dia terlihat mungil jika dibandingkan dengannya. Jack memiliki tinggi hampir 2 meter, dan dia selalu menarik perhatian dimana saja dia berada."Janji akan mengajakku jalan-jalan setelah ini?" pinta wanita itu dengan mata melebar.Ia menghela nafas panjang. Mungkin kehamilan bisa mengubah sifat perempuan itu menjadi manja. "Ya, tentu saja."Setelah menjawab pertanyaan itu, Elena langsung membuka pintu mobil dan turun dengan santainya. Mengabaikan kondisinya yang tidak aman.
"Ada Nona Isabella Woods juga yang berteriak-teriak memaksa untuk masuk ke gedung ini," tambah wanita yang merupakan direktur HRD itu sambil meremas kedua tangannya.Elena mengangguk dengan ekspresi tenang, sama sekali tidak terlihat panik. Jack benar-benar semakin kagum pada wanita itu. Biasanya wanita akan heboh terlebih dulu jika sudah berhadapan dengan polisi."Panggil Diana dan Maurice dari divisi keuangan beserta Direktur Keuangan. Keluarkan surat pemecatan untuk dua orang itu dan Isabella Woods," perintah Elena dengan tegas.Wanita itu memasuki ruangan yang bertuliskan CEO di atas pintu dan menelepon Alan untuk segera datang ke ruangannya."Haruskah aku menyuruh polisi itu untuk datang ke sini?" tawar Jack sambil berdiri di sebelah kursi Elena.Tanpa diduga, tiba-tiba kerah jasnya ditarik dan ia hampir saja jatuh jika saja kedua tangannya tidak langsung bertumpu pada kedua sisi meja.Wanita itu menciumnya dengan liar sambil duduk di atas meja, mengabaikan dokumen-dokumen yang b
"Alan, segera urus kasus Diana dan Maurice sekarang juga dan pecat mereka. Jangan biarkan tikus-tikus itu terus menggerogoti perusahaan. Masukkan nama mereka ke dalam blacklist. Libatkan Direktur Keuangan dalam masalah ini. Dia harus tahu bagaimana kualitas kinerjanya," perintah Elena ketika baru saja keluar dari lift.Pria itu mengangguk dan langsung menuju ke lift sambil membawa dokumen tebal di tangannya. Jack heran dengan hubungan kakak-beradik itu yang begitu profesional. Seolah-olah mereka adalah orang asing ketika sudah dalam mode bekerja."Kau... Siapa namamu? Dari divisi mana?" tanya Elena setelah mereka masuk ke ruangan."Nama saya Lana. Saya dari divisi keuangan, Nona Pierce," jawab wanita itu sambil menunduk.Sebagai orang yang sudah lama menghadapi berbagai macam karakter manusia, Jack melihat ada yang janggal dari perempuan itu. Lana bukanlah perempuan yang asli culun. Sama seperti Elena."Baik. Jadi apa yang ingin kau ceritakan padaku mengenai Thomas Pierce?" tanya Elen
"Aku takut. Bagaimana jika Alan diserang oleh Diana dan Maurice?" tanya Elena di sela-sela isakannya."Tenang saja, aku sudah mengepung tempat ini," balasnya sambil mengelus punggung wanita itu.Ia mendengar suara salah satu agen yang sudah bersiap di luar gedung Greenlake yang menunggu perintah selanjutnya dari headset earphone."Eksekusi sekarang," perintahnya dengan tegas.Ia membawa Elena keluar dari ruangan itu setelah memerintahkan salah seorang anak buahnya untuk naik ke lantai paling atas dan meringkus Lana di ruangan CEO. Tak lupa ia memborgol tangan wanita itu dan mengaitkannya pada kaki kursi beroda milik Elena."Kita ke ruangan HRD sekarang," ajak Elena sambil menekan angka 9 setelah mereka memasuki lift.Sejujurnya ia ingin sekali menanyakan tentang perubahan sikap Elena, tapi situasinya sedang kacau. Lain kali ia akan menemui Paul, psikolog yang sering ditunjuk oleh FBI dan membahas tentang wanita itu.Ia takut jika Elena ternyata memiliki kepribadian ganda seperti Clair
Selama film berlangsung, Jack hanya diam dan fokus melihat adegan-adegan di layar karena Elena tertidur sambil memeluk lengannya. Ada hal-hal yang terasa janggal. Tapi yang paling membuatnya terus kepikiran adalah kalimat Elena."Kau akan merindukanku ketika aku pergi."Meskipun itu adalah bagian dari dialog salah satu tokoh dalam film yang mereka tonton, tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Tidak, mungkin ia hanya kelelahan saja. Setelah Thomas dan Lucas tertangkap, semuanya selesai dan dia bisa kembali berpikir jernih seperti semula.Lalu mereka menikah. Kenyataan itu seperti memukulnya. Ia kembali menunduk untuk melihat wanita yang kini masih terlelap dengan nyaman.Apakah keputusannya sudah benar? Apakah mereka akan bahagia setelah menikah nanti?Ketika film selesai, Elena terbangun dengan senyum di bibirnya."Aku malah ketiduran ya," kata wanita itu lalu terkekeh kecil. "Aku mau ke toilet dulu."Ia hanya mengangguk. Mereka keluar dari bioskop dan berjalan ke arah yang berla
Lucas mengumpat ketika mendapati markas mereka di Beaverton kosong. Firasatnya benar. Setelah teleponnya tidak kunjung diangkat oleh orang-orang mereka, ia mulai merasa ada yang tidak beres. Mereka tidak pernah mengabaikan telepon dari sesama anggota. Rasa resah mulai menyerangnya. Apakah mereka tertangkap? Tapi siapa yang tahu markas rahasia mereka? Tempat ini terpencil dan terlihat seperti rumah kosong. Tidak ada seorangpun yang mau mendekat karena dari luar terlihat seperti rumah hantu."Sialan!"Ia menelepon timnya yang ada di Portland sambil menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya berkali-kali. Ia harus tetap tenang."Sialan! Sialan! Apa mereka semua tertangkap?"Pasti ada yang berkhianat. Pasti ada penyusup. Jantungnya mulai berdegup kencang ketika memasuki markas. Langkahnya terhenti ketika mendapati rumah itu benar-benar kacau. Komputer mereka sudah lenyap, begitu juga dengan alat-alat lainnya."Tidak, tidak! Tidak sekarang. Tidak sekarang!"Ia berlari menaiki tangga d
"Kenapa semua kartuku diblokir? Siapa yang melakukannya?" raung Miranda begitu masuk ke dalam mansion Pierce.Thomas yang sedang berdiskusi dengan Andrew, anak buah kepercayaannya selain Lucas, menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan datar.Semenjak Bella ketahuan mengacaukan rencananya dan Lucas untuk menghamili Elena, ia begitu membenci wanita yang berstatus sebagai perempuan simpanannya itu.Ya, dia tidak pernah meresmikan hubungan mereka ke jenjang pernikahan meskipun Amelia sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu."Kau berkata seolah-olah kau bekerja keras untuk seluruh uang itu, jalang," desis Thomas dengan wajah geram."Tentu saja aku bekerja keras untuk uang itu. Setelah semua yang kulalui di masa lalu, aku berhak mendapatkan seluruh kekayaan ini," balas Miranda dengan ketus.Thomas mendengkus. "Dari dulu kau tak lebih dari seorang pencuri murahan. Kau sudah menjebakku hingga menghamilimu dan memaksa masuk ke dalam mansion ini, lalu sekarang kau begitu serakah ingin menguas