LOGIN"Bagaimana?" tanya Haris setelah beberapa saat Anton belum memberikan jawaban.
Tapi, di matanya terlihat jelas kalau dia sulit menolaknya.
Bagaimana bisa? Bertahun-tahun dia berusaha bekerja sebaik mungkin, mendekati dan mencari perhatian bos. Bahkan menjilat pun kerap dilakukannya agar terlihat bos.Dia tidak kunjung naik jabatan.
Tapi ini? Hanya mengizinkan Selena bekerja, dia akan menjadi Manajer.
"Coba saya tanyakan Selena dulu, Pak."
"Kalau dia bersedia, besok langsung temui saya di kantor," jawab Haris sambil tersenyum.
"Baik, Pak."
Sementara itu, Selena yang masih di dapur tampak bingung sendiri. Haruskah dia menjadi asisten pribadi Haris? Tapi, ini adalah kesempatan yang dia tunggu-tunggu.
Tidak berapa lama, Haris berpamitan dari pasangan suami istri itu.
Selena dan Anton mengantarkan sang bos hingga depan pintu.
"Berikan jawabannya besok," ucap Haris kepada Anton, tapi ekor matanya melihat ke arah Selena.
"Baik, Pak."
Di kamar Anton dan Selena.
Tubuh Anton penuh peluh, dia baru saja menuntaskan hasratnya. Sedangkan Selena, hanya terbaring diam.
Anton berbaring di sampingnya, nafasnya naik turun. Dia tidak peduli dengan Selena yang bahkan belum mencapai puncaknya.
Asal Anton sudah puas, dia akan menghentikan permainan, dia tidak bertanya apakah Selena sudah puas atau belum, baginya itu tidak penting.
"Kamu ditawari Pak Haris bekerja," ujar Anton setelah nafasnya kembali normal.
Selena menarik selimut, menutupi tubuhnya yang masih telanjang.
"Kerja apa?" tanya nya, pura-pura tidak tahu.
Padahal Selena sempat mendengar pembicaraan Anton dan Haris tadi.
"Menjadi asisten pribadinya," jawab Anton.
"Sekretaris maksudnya?" tanya Selena.
"Ya itu, karena memang sekretaris Pak Haris sudah resign. Yang sekarang itu hanya pengganti sementara. Tapi, beliau meminta merangkap menjadi asistennya," jawab Anton.
"Oh." Selena hanya menjawab singkat.
Dia pun masih ragu dengan tawaran itu. Tatapan tak biasa dan sentuhan yang berani itu membuat Selena berpikir, apakah tawaran ini karena kerjanya atau….
"Kamu mau?" tanya Anton.
"Kamu pasti tidak mengizinkannya, percuma juga walaupun aku mau," jawab Selena lemah.
Anton terdiam, tatapannya tertuju pada langit-langit kamar yang putih. Jabatan Manajer begitu menggiurkan. Kapan lagi bisa mendapatkan promosi dengan mudah?
"Menurutku, kamu harus ambil deh," ucap Anton akhirnya.
"Hah?" Selena terkejut mendengarnya.
Anton tiba-tiba mengizinkannya bekerja. Bukankah itu hal yang aneh?
Selena memang tidak mendengar tawaran Haris untuk Anton. Makanya dia syok saat tahu Anton mengizinkannya.
"Mumpung aku berbaik hati. Jangan sampai aku berubah pikiran," sambung Anton dingin.
"Kamu beneran boleh?" tanya Selena.
"Besok langsung temui Pak Haris," ujar Anton mengabaikan pertanyaan Selena, lalu membelakangi Selena.
Tidak berapa lama, terdengar dengkuran halus dari bibir Anton, artinya dia sudah terlelap.
Keesokan harinya...
"Mas, kamu beneran bolehin aku bekerja?" tanya Selena sambil mematut diri di depan cermin.
Mengenakan kemeja putih, dan celana kulot hitam. Dengan bando dari pita berwarna putih, penampilan Selena terlihat sempurna.
"Jangan banyak tanya. Kalau mau kerja ya kerja aja. Aku sudah pusing mendengar rengekanmu setiap hari," jawab Anton.
"Terima kasih, Mas."
"Hmmm."
Anton melirik ke arah sang istri, tanpa polesan make up yang tebal istrinya terlihat begitu cantik. Ada rasa tidak rela. Tapi, ini juga demi dirinya.
Dia akan segera menjadi Manajer.
Tiba di kantor, Anton hanya memberikan petunjuk kepada Selena dimana ruangan Haris.
"Jangan tunjukkan di depan orang kalau kita suami istri," ujar Anton kepada Selena.
"Hah? Kenapa, Mas?" tanya Selena bingung.
"Bisa gak sih kamu itu gak banyak tanya! Jangan terlalu cerewet!" kesal Anton dan segera meninggalkan Selena menuju ruangannya.
Dengan petunjuk dari Haris, Selena akhirnya tiba di depan sebuah ruangan dengan papan nama tergantung diatasnya "Haris Pradana - CEO".
Tok! Tok! Tok!
Ragu-ragu Selena mengetuk.
"Masuk!" terdengar suara dari dalam.
Ceklek!
Selena meraih handle pintu dan masuk ke ruangan Haris. Harum bunga mawar lembut menyambutnya. Ternyata, Haris memiliki sisi feminim juga.
"Selena?" tanya Haris yang seolah terkejut melihat kedatangan Selena di ruangannya.
"Iya, Pak. Mas Anton bilang, bapak membutuhkan asisten dan meminta saya datang," jawab Selena sambil menunduk.
"Iya, silakan duduk."
Selena duduk pada kursi di hadapan Haris, tapi tatapan lelaki itu seperti sedang menelanjanginya. Menusuk, tapi penuh makna.
"Sudah tahu tugasnya?" tanya Haris.
Selena menggeleng. "Mas Anton hanya bilang sebagai asisten."
Haris bangkit dari kursinya, kemudian memutar layar komputernya hingga menghadap Selena.
Haris berdiri di belakang Selena, jarak mereka sangat dekat. Bahkan, Selena bisa merasakan embusan nafas Haris di samping telinganya.
"Ini tugas kamu sebagai sekretaris, termasuk mengatur semua jadwalku," ujar Haris tangannya menyentuh bahu Selena.
Selena diam, dia merasa tidak nyaman.
Tangan Haris meremas bahunya dengan lembut.
"Berapa gaji yang kamu minta?" tanya Haris setengah berbisik di telinga Selena.
"Sa-saya tidak tahu, Pak," jawab Selena.
"Tidak perlu gugup. Sebutkan saja, aku akan menyetujuinya," ucap Haris.
“Kamu hanya perlu katakan kepada Pak Haris untuk tidak menyalahkan aku!” bentak Anton lagi.Selena merebahkan dirinya membelakangi Anton, rasanya sudah begitu malas berdebat dengan suaminya.“Kamu dengar tidak?” tanya Haris menarik tubuh Selena agar menghadap ke arahnya.“Aku tidak akan mencampuri pekerjaan kamu, Mas. Termasuk untuk bilang ke Pak haris. Lakukan saja sesuai prosedur, kalau salah yang terima saja di marah,” jawab Selena menghela nafas berat.“Apa salahnya sih bantu suami sendiri!”“Ingat Mas, kamu sendiri kan gak mau ada yang tahu kalau kita suami istri.”“Pak Haris beda! Dia sudah tahu kamu istriku. Kalau aku mau, aku bisa cabut izin kerja kamu. Aku akan minta kamu berhenti!” jawab Anton yang masih tidak mau kalah.“Lakukan saja, Mas.”Anton menatap Selena tidak percaya, istrinya itu sudah mulai berani menjawabnya. Dan sekarang, malah dia yang takut kalau Selena berhenti.“Aku tidak main-main, Selena.”“Iya, aku juga.”Akhirnya Anton terdiam, dia kembali sibuk dengan p
“Ngapain kita kesini, Pak?” tanya Selena heran ketika mobil yang dikemudikan oleh Haris bukan ke arah tempat meeting yang disebutkan.“Gapapa.”“Bapak bohong ada meeting diluar?” tanya Selena.Bos nya ini benar-benar penuh kejutan, tadi melarang sopir mengantarkan, sekarang malah mengubah arah.“Gak, meetingnya satu jam lagi, diundur.”“Terus ngapain kesini?” tanya Selena penasaran.Saat ini mereka berada parkiran sebuah mall, entah apa yang ingin dilakukan oleh Haris. Jadwal meeting yang awalnya jam sepuluh, diundur menjadi jam sebelas. Memang masih ada waktu satu jam lagi.“Ke salon.”“Hah? Bapak mau ke salon?” tanya Selena heran.“Kamu.”“Kenapa saya?”“Wajah kamu masih pucat.”Sontak Selena melihat penampilannya di kaca mobil, hanya dilapisi bedak tipis. Tadi, dia memang lupa membawa concealer dan foundation. Jadi, setelah dihapus tadi pagi dia hanya melapisinya dengan bedak tipis.“Saya jelek ya, Pak?” tanya Selena pelan.“Gk, kamu sangat cantik. Tapi, kalau untuk bertemu orang l
“Kamu ini apa-apaan sih? Jangan menuduh sembarangan!” kesal Anton sambil berdiri dan meninggalkan Selena dalam diam.“Aku tidak menuduh. Memang semalam kamu menyebut namanya,” jawab Selena.“Jangan melibatkan orang lain dalam rumah tangga kita!”Anton pergi meninggalkan rumah tanpa pamit.Saat Selena tiba di kantor, dia melihat Anton dan Citra sudah bersiap berangkat meninjau material di proyek dalam kota, sesuai dengan hasil meeting beberapa hari lalu kalau beberapa complain masuk tentan material yang kurang.“Pagi, Bu Selena,” sapa Citra dengan ramah.“Pagi,” jawab Selena dengan senyum lembutnya.Meskipun hatinya hancur berkeping-keping melihat adegan itu, tapi dia akan tetap professional.Di kejauhan Haris menunggunya di depan lift.“Muka kamu kenapa?” tanya Haris.Selena yang sejak tadi berjalan menunduk, menahan air mata agar tidak menampakkan diri. Ini di kantor, dia tidak akan membawa masalah pribadinya ke kantor. Begitupun sebaliknya, dia akan berusaha bersikap profesional.“P
“Mas, aku perlu ngomong,” ujar Selena.Selena baru saja keluar dari kamar mandi, membersihkan tubuhnya. Rasa lapar di perutnya sudah hilang begitu saja. Tapi, ada hal yang harus Selena bahas. Dia ingin Anton jujur, mengapa dia berbohong pada keluarganya mengatakan Selena yang bermasalah untuk hamil?Tapi…ZZzzz! Zzzz!Saat Selena menoleh ke atas tempat tidur, suaminya sudah terlelap. Anton sama sekali tidak merasa bersalah. “Padahal tadi aku sudah bilang, jangan tidur dulu,” gumam Selena sembari mengeringkan rambutnya.Hilang sudah kesempatan untuk berbicara. Di hari kerja, Anton pasti akan pulang terlambat. Apalagi semenjak naik jabatan, selalu alasan kalau sekarang dia semakin sibuk.Saat weekend?Tidak akan ada waktu. Anton akan bermain ke rumah orang tua nya seharian. Bahkan mungkin itu hanya alasan saja. Mungkin dia menghabiskan waktu bersama Citra.“Kenapa rumah tanggaku jadi seperti ini?” tanya Selena pada dirinya sendiri.Tidak ada pilihan lain, selain merebahkan diri di sam
“Mas Anton yang ngizinin aku kerja, Ma,” ujar Selena mencoba membela diri.“Atau jangan-jangan kamu mandul?” tanya Susan.Deg!Selena yang mendengar itu langsung menoleh. Hatinya sakit, siapa sih yang tidak ingin punya anak. Tapi, kalau belum rezekinya, mau bagaimana lagi?“Aku sudah periksa dan sehat, Kak,” jawab Selena tegas.Mata Selena melirik kearah Anton yang sedang sibuk memberikan keponakannya beberapa lembar uang seratus ribuan. Aldi minta uang, katanya untuk membeli game playstation empat.Dan sebenarnya yang bermasalah adalah Anton, menurut dokter dari hasil tes yang mereka lakukan bahwa sperma Anton mayoritas abnormal dan sangat lemah, kemampuan pergerakannya untuk membuahi itu sangat lamban.Bahkan dokter mengatakan kalau kemungkinan Selena bisa hamil itu dibawah dua persen. Tapi, bukan hal yang mustahil.Dan kehamilan bukanlah sesuatu yang bisa diburu-buru.“Alasan saja. Kamu mau bilang Anton yang mandul?” tanya Susan sinis.“Aku tidak bilang begitu, kak.”“Anton sudah c
“Mas, aku…”“Apa? Katakan sekarang apa maumu, hah?” tanya Anton dengan mata menatap tajam kearah Selena.“Tidak ada, Mas.”Anton berdecak kesal, dia menepis wajah Selena dengan kasar. “Tidak ada perayaan apapun, aku sibuk!”“Iya, Mas.”Mobil Anton berlalu dengan meninggalkan suara decitan ban. Selena menghapus air matanya dan merapikan kembali make upnya.“Pagi, Bu Selena.” Beberapa karyawan yang datang bersamaan dengannya menyapa ketika Selena tiba di kantor.Masih setia dengan ojek online, Selena selalu menyunggingkan senyuman ramahnya pada setiap karyawan yang dijumpainya.“Bu Selena itu ramah ya,” bisik beberapa karyawan.“Cantik lagi.”“Cocok kalau jadian sama Pak Bos.”Selena yang mendengar itu hanya menghela nafas berat. Seandainya mereka tahu kalau Selena adalah istri Anton, entah apa tanggapan mereka.Suasana di dalam lift cukup ramai, maklumlah sebentar lagi jam kerja akan dimulai. Semua orang terburu-buru masuk. Termasuk Selena yang ikut di dalam lift itu.Dan seperti hal u







