Share

Tak Dikenali

"Honey?!" panggil Kim dengan suara sedikit bergetar.

Rasa rindu setelah satu bulan tidak bertemu, membuatnya ingin sekali merengkuh Cahaya dalam hangat peluknya. Hembusan angin di penghujung musim semi, menerbangkan surai hitam panjang Cahaya.

Cahaya mencoba tersenyum, tak mengingkari diri kalau dia juga merindukan sosok yang ada di hadapan sekarang. Laki-laki yang pernah begitu gigih hatinya inginkan. Laki-laki yang sudah membuatnya tak setia pada Raja.

"Oppa!"

"Aku rindu!" jujur Kim setengah berbisik antara malu dan tak kuasa menahan beban rindu. Tapi, dia sudah bertekad. Semua harus diakhiri sekarang.

Apa pun keputusan Cahaya, dia akan terima dengan lapang dada. Cukup sudah semua ketidakpastian di antara mereka.

Cahaya sendiri sedang meraba hatinya. Dia mencari tahu getaran perasaan yang mungkin masih berdesir saat dia bertemu dengan Kim, dan ... ternyata memang masih ada!

"Aku juga!" jawab Cahaya jujur. Cukup sudah dia berbohong pada dirinya. Dulu, dia tidak mau jujur akan perasaan sesungguhnya pada Raja, hingga akhirnya dia kehilangan lelaki penuh pesona itu. 

Cahaya tidak ingin kesalahan itu terulang lagi. Jika Kim,

 lelaki yang--katanya-- sangat mencintainya, mengatakan tentang kerinduan padanya, Cahaya berjanji akan kembali menerima Kim. Bukankah lebih baik dicintai daripada mencintai?

"Benarkah?" Kim tak dapat menyembunyikan raut bahagia di wajahnya. Dia memangkas jarak mereka dengan berdiri tepat di depan Cahaya.

"Iya, aku juga ... rindu!" senyuman Kim semakin lebar, Cahaya tetap menjadi miliknya.

"Apakah itu artinya ... kita--"

Cahaya mengangguk. Kim menarik lembut tubuh Cahaya, mengabaikan tatapan orang yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Terima kasih, Honey! Saranghe!" bisik Kim memeluk erat tubuh kekasih yang sebulan ini sukses membuatnya tersiksa rasa.

Tangan Cahaya terangkat membalas pelukan penuh rindu Kim. Sekali lagi, dia memberikan kesempatan lelaki itu kesempatan. Cahaya berharap, kali ini Kim bisa membuktikan semua ucapannya.

***

"Ya! Dia mendekat! Beneran A Raja!" Suara Alya menyadarkan Cahaya dari kenangannya tiga tahun silam.

Dengan gugup, Cahaya menoleh ke arah belakangnya.

Benar. Lelaki itu adalah Raja. Rajendra Subrata.

Sementara yang lain terlihat bahagia melihat Raja, Cahaya memilih menundukkan kepala. Gadis itu membiarkan rambut panjangnya menutupi sebagian muka.

Dia belum sanggup bertemu Raja, bahkan di saat hatinya sudah tidak bisa merasakan cinta untuk siapa pun juga. Gadis itu masih terbelenggu dalam janji palsu seseorang yang sudah membiarkannya, tanpa kata akhir hubungan mereka.

"Aa Raja!" Alya, yang sudah tidak bisa menahan rasa bahagianya, akhirnya berteriak memanggil Raja yang berjalan bersama staf lain.

Merasa namanya dipanggil, Raja menoleh. Dia lalu tersenyum lebar melihat siapa yang tengah melambai padanya dengan senyum sumringah.

"Alya?!" Raja ragu, namun melihat lelaki yang ada di sebelah gadis itu, dan dia juga mengenalnya, Raja yakin dengan hasil pemindaian mata dan rekam otaknya.

Raja menderap langkah mendekat, hatinya berharap. Di mana ada Alya, di situ pasti ada Cahaya. Walau mungkin pertemuan mereka sekarang akan jauh dari harapan tersambungnya kisah masa lalu, setidaknya mungkin mereka masih bisa memperbaikinya?

"Hai! Senang sekali melihat kalian! Apa kabar?" tanya Raja begitu sampai di meja tempat Alya dan yang lain berada.

Raja mengulurkan tangan menyalami Alya dan Andri.

"Wah, tidak menyangka bisa bertemu di sini."

"Iya, Pak. Lama tidak bertemu!" Andri yang mendapat salam pertama Raja, mengguncang kuat tangan Raja.

Raja pun menyalami Alya dengan memindai keseluruhan sosok Alya, "Wow!  Calon Ibu!"  Pria itu takjub dengan perubahan status Alya. Dia pun menoleh pada Andri yang terlihat bangga duduk di sebelah Alya. Tanpa bertanya, Raja tau siapa penyebab Alya berbadan dua.

Alya tertawa lebar. Dengan penuh sayang, dia mengusap perutnya yang membuncit, "Iya, Aa. Hasil kolaborasi ini!" jawab Alya konyol, ciri khasnya.

Mendengar jawaban Alya, siapa pun tertawa, kecuali Cahaya yang tengah berharap dia bisa menghilang begitu saja dari sana. Di tengah kehangatan pertemuan itu, dia merasa terasing sendiri.

"Iya, syukurlah. Berapa bulan?"

"Tujuh bulan, Aa. Doain, ya? Selamat sampai lahiran nanti," pinta Alya tulus.

"Aamiin. Hai, Yan! Apa kabar?" Giliran Adrian mendapatkan perhatian Raja. Tanpa sengaja Raja melihat gadis yang menundukkan kepala di samping Adrian. Tangan gadis itu terus mengaduk nasi acak. Walaupun dia berharap itu Cahaya, tetapi penampilannya cukup berbeda dengan sosok yang Raja ingat. Oleh sebab itu, dia berpikir bahwa gadis itu adalah pacarnya Adrian.

Fokus Raja akhirnya beralih pada Adrian lagi.

"Baik, Pak. Baik, alhamdulillah." Adrian membalas ramah sapaan Raja.

"Wah, Pak Raja ternyata mengenal para senior di sini rupanya?" tanya orang yang tadi bersama Raja menimpali. Dia mengambil tempat duduk di sebelah Adrian dan berhadapan dengan Raja.

"Iya, Pak Iman. Saya kenal mereka tiga tahun lalu di Korea. Tidak menyangka kalau perusahaan ini adalah cabang dari Korea," terang Raja menjelaskan. 

"Cuma mereka? Dengan satu laginya tidak kenal? Mereka kan berempat."

Alya, Andri, dan Adrian saling tatap menunggu reaksi dua orang yang kini seakan tidak saling kenal. 

"Cahaya?" suara Raja terdengar penuh kerinduan saat nama itu dia sebut. Hal itu membuat Cahaya memejamkan mata. 

"Kenal, sangat kenal!" mata Raja menerawang jauh, "Mungkin, dia sudah bahagia di sana. Bukan begitu? Tapi, bagaimana Pak Iman mengenalnya? Apa dia juga bekerja di sini?"

Raja menatap penuh selidik pada orang-orang yang duduk di depannya, terutama Alya yang sambil menyuap makan siangnya terus mengulum senyum.

"Al?"

"Ya, A?!" Alya menelan cepat makanan yang dikunyahnya.

"Cahaya kerja di sini? Bukan tinggal di Korea?"

"Pak Raja, ini orang--"

"Aa bisa tanya langsung dengan orangnya!" Alya menyela perkataan Iman cepat. Dia ingin melihat reaksi Raja melihat Cahaya.

"Cahaya? Di mana?"

"Masa Aa tidak mengenali gadis yang duduk di sebelah Adrian?" Semua orang menatap Raja. Sedang yang menjadi objek perhatian, menoleh cepat pada gadis yang belum juga merubah posisinya.

Adrian mempercepat makannya, seakan ingin memberikan ruang pada Raja agar bisa melihat jelas pada Cahaya.

"Katanya kenal semua? Orangnya ada di sini kok nggak kenal." Iman terkekeh melihat Raja menatap tak percaya pada Cahaya.

Cahaya Kamila ada di sini! Si pencuri hati, yang enggan mengembalikan apa yang sudah diambilnya pergi. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status