Share

Bab 4. First met.

“Masih jauh lagi nggak sih?” Greta melihat map yang ada di dashboard mobil Radin. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju sebuah panti asuhan. Katanya calon istri Radinka itu tinggal di sana. Satu fakta lagi yang membuat mereka semua pesimis akan sosok perempuan yang digadang-gadang alamarhum ayah mereka cukup pantas menjadi pendamping seorang penerus Saska T&G.

“Nanti mentok di depan, trus belok kiri. Sampai.” Radinka menjawab. Kata map sih begitu.

“Awas aja kalau nggak ada hasil.”

Sheza yang duduk di sebelah Radinka menoleh ke belakang. “Kamu beneran berhenti jadi dokter, Gre?” Dia mencoba melanjutkan obrolan yang sudah berhenti sejak lima belas menit yang lalu. By the way, Sheza lebih tua enam tahun dari Greta. Dia sudah menganggapnya sebagai adik.

“Beneran, Kak. Aku trauma. Pegang papa malah ko’it.”

“Nggak gitu juga, Gre. Udah takdir, mau diapain? Sayang loh ilmunya.”

“Nanti deh, Kak. Aku mau rehat dulu. Mau liat calon istri mas Radin kayak apa dulu. Gatel pengen nindas.”

“Hus!” Nadya mencolek lengan Greta. Hus maksudnya supaya Radinka tidak tau rencana busuk mereka.

Tapi Radinka tidak bereaksi apa-apa. Laki-laki itu tetap fokus melihat jalan di depan, supaya panti asuhannya tidak sampai kelewat.

“Pesan kakak, jangan lama-lama hiatusnya. Kalau dokter ‘kan makin banyak praktek, feel-nya makin bagus. Nanti kamu lupa, ‘kan sayang jadinya.”

Greta mengangguk saja. Diakuinya Sheza ini cukup perhatian. That’s why dia tidak keberatan Radinka berpacaran dengannya meski penampilannya seperti penari striptease. Yah, terkadang.

Tiga menit kemudian mereka benaran berhenti di depan sebuah panti asuhan. Radinka memastikan lagi dengan membuka pesan dari Roni di ponselnya. Tidak ada plang nama sebagai petunjuk. Dia mengirim foto kepada Roni dan katanya mereka berada di tempat yang benar.

Semua orang melepas sabuk pengaman dan mengemasi barang. Radinka membuka pintu lalu turun. Sheza, Nadya dan Greta pun menyusul. Anak-anak panti asuhan sudah berkerumun di depan pintu sejak mendengar ada suara mobil yang berhenti di depan rumah.

Sulis berlarian dari belakang ke depan. Roni sudah memberi kabar padanya kalau keluarga Saskara akan datang dan sudah dalam perjalanan. Dia juga sudah sengaja menahan Mila supaya tidak pergi ke kampus dengan alasan ada tugas kelompok.

“Benar dengan Panti Asuhan Sejahtera?” Radinka bertanya setelah Sulis –yang dia anggap dituakan di sana– muncul di hadapan mereka.

“Benar sekali. Dari mana ya, Pak? Ada yang bisa kami bantu?” Sulis berpura-pura tidak tau.

“Saya Radinka. Putra dari almarhum bapak Jordhy Saskara yang akan dijodohkan dengan salah satu anak asuh anda.” Radinka menjawab dengan malas. “Dan ini keluarga saya.”

“Oh, keluarga pak Jordhy ya? Selamat datang, Pak, Bu.” Sulis tersenyum kepada tiga perempuan beda generasi di belakang Radinka. Senyumnya dibalas dengan begitu manis. Tapi terpaksa. Itu jelas.

“Mari masuk. Anaknya ada di dalam.” Sulis membawa keempat tamunya ke dalam sebuah ruangan yang dikhususkan bagi tamu-tamu terhormat. Seperti donatur misalnya. Tempat ini jauh dari kebisingan anak-anak panti yang biasanya sedang bermain di jam-jam seperti ini.

Radinka tetap terlihat tenang. Sheza duduk di sebelahnya, disambung Nadya dan Greta. Setelah itu Sulis pamit sebentar untuk memanggil Kemilau.

“Kayaknya papa kamu terlalu banyak membuang uang ke tempat ini. Ini terlalu bagus untuk sebuah panti asuhan.” Nadya bergumam kecil kepada Greta. Matanya memindai seisi ruangan dengan tatapan tajamnya. Sofa yang mereka duduki saja terbilang terlalu oke untuk ruangan yang jarang ditempati.

“Iya, AC-nya juga full gini. Padahal kayaknya nggak ada yang tempati,” timpal Greta tak ingin kalah julid.

“Mungkin sengaja dinyalakan karena tau kita akan datang.” Radinka menjawab dengan dingin. Dia yakin Sulis juga berhubungan dengan Roni.

“Oh ya? Tau dari mana? Siapa yang kasih tau?” Nadya penasaran.

“Pak Roni pasti tektokan dengan dia. Mustahil papa meninggalkan semuanya tanpa persiapan.”

Nadya tidak menjawab lagi karena sepertinya itu benar. Yang dia takutkan adalah, semoga saja Sulis itu bukan selingkuhan suaminya.

Suara langkah terdengar lagi dari luar. Mereka langsung menegakkan punggung yang sempat bersandar. Ya, kecuali Radinka. Sejak tadi dia sudah duduk dengan tegak. Semua mata melihat ke arah pintu. Sangat penasaran pada wujud perempuan yang akan dinikahi Radinka dalam waktu dekat.

Hingga akhirnya rasa ingin tahu mereka terjawab. Sulis masuk bersama seorang perempuan bertubuh mungil dengan wajah cantik dan kulit sedikit kecoklatan. Parasnya sangat mirip dengan artis Michelle Ziudith, pemain sinetron yang sering muncul di televisi. Rambutnya dikuncir kuda demi memberikan kesan tubuh yang sedikit lebih tinggi. Di mata Sheza, style yang dipakai gadis itu terkesan terlalu dipaksakan. Mungkin dia sengaja didandani demi pertemuan ini. Tapi baguslah, dia pasti terlihat aneh di mata seorang Radinka.

“Ini Cahaya Kemilau. Panggil saja Mila.” Sulis memperkenalkan.

Radinka menatap gadis bernama Kemilau itu dengan datar. Memindai tubuhnya dari atas sampai ke bawah. Sama sekali bukan tipenya. Lagian, dia ini umur berapa? Kenapa seperti anak kuliahan?

“Berapa usiamu?”

“D—dua puluh sa—satu, Om.”

OM! Mila memanggilnya Om! Karena memang, kalau dilihat secara kasat mata, Radinka itu sudah cukup matang. Apalagi postur tubuhnya yang tinggi, besar dan berotot. Mila menebak dia sudah sekitar empat puluhan.

“Saya bukan om kamu.” Radin menyoroti wajah Mila dengan tidak suka.

“Mila, ini Radinka, putera tuan Jordhy yang akan menikah dengan kamu.”

“APA?” Kemilau terbelalak. “Dia? Beneran dia?” Mila tidak mengira laki-laki inilah orangnya. Dia terlalu tua untuk ukuran orang yang belum menikah dan menerima perjodohan.

“Saya nggak mau, Bu! Ini jelas nggak masuk akal! Saya nggak mau nikah sama om-om!” Kemilau dengan frontal menyuarakan penolakannya. Sulis pun langsung berdebar. Nggak enak sama keluarga Saskara.

“Mila!” Sulis sedikit membentak. Dilihatnya mata Kemilau sudah berkaca-kaca. Setengah hatinya tidak tega, karena Mila pasti tertekan. Tapi mengingat masa depan yang dijanjikan Jordhy, Sulis harus bertahan.

Nadya, Greta dan Sheza menggertakkan geraham melihat tingkah Kemilau yang dinilai sangat tidak sopan. Siapa juga yang mau menikah dengan gadis kucel seperti dia? Sheza jauh lebih unggul dilihat dari segi manapun. Tapi demi warisan, sabarrrr.

Tidak jauh berbeda dengan Radinka. Laki-laki itu menatap Kemilau dengan datar dan dingin. Andai saja tidak ada amanah konyol itu, dia juga jijik harus ada di sini. Apalagi melihat tingkah gadis bernama Kemilau ini. Apa dia rasa dirinya cantik??

“Besok kamu akan dijemput. Kemasi barang-barangmu.” Seperti tidak perduli dengan penolakan Mila, Radinka tetap menentukan waktu penjemputan. Laki-laki itu berusaha tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan supaya Sulis tidak bisa membaca tujuan mereka yang sebenarnya.

“Bu, please.” Kemilau semakin memohon kepada Sulis agar menghentikan rencana bodoh ini. Tapi ibu asuhnya hanya diam dan membiarkan dia menangis sesenggukan.

“Saya juga nggak kenal dekat sama tuan Jordhy. Kenapa saya dipaksa harus nurut dijodohkan sama laki-laki yang nggak saya kenal? Memangnya Om belum punya pacar? Kenapa Om nggak nolak aja?” Kali ini Mila berusaha meminta empati dari Radinka, laki-laki yang dia yakin tidak akan tertarik kepadanya. Bahkan perempuan di sebelahnya jauh lebih cantik. Entah siapapun dia.

“Mari kita sama-sama menjalankan amanah ini. Suka atau tidak suka.” Radin bangkit berdiri pertanda sudah selesai dengan pembicaraan tak berfaedah itu. “Saya rasa sudah cukup. Kami permisi.”

Sulis juga tidak tau harus berkata apa. Dia bahkan belum bertanya tentang rencana keluarga ini selanjutnya. Kenapa sudah langsung pulang? Minuman juga belum datang. Tapi dia bisa membaca ekspresi Radinka. Sepertinya pria itu juga terpaksa mengikuti perjodohan yang diatur tuan Jordhy.

“Besok saya ke sini lagi, Bu. Anak saya sedang sibuk. Tolong dipahami.” Nadya berpura-pura manis di hadapan Sulis. Setidaknya sampai pernikahan itu terwujud, Sulis ini harus percaya kepada mereka. Jadi, rencana mereka tidak akan gagal.

Radinka dan Sheza sudah keluar. Greta masih menunggu ibunya. Mereka sudah sepakat akan jadi sepaket. Apapun yang dilakukan Nadya, Greta akan mengikuti.

“Kami pulang dulu, Mila sayang.” Nadya menyentuh kedua pundak Mila. Seolah-olah dia adalah calon ibu mertua yang paling pengertian. “Jangan bersedih terus. Kami yakin rencana ini adalah yang terbaik untuk kamu dan Radinka.”

Kemilau terperangah. Sejak tadi perempuan ini diam saja. Mila mengira dia adalah salah satu tokoh antagonis di sini. Ternyata tidak. Perempuan yang merupakan ibu dari calon suaminya itu ternyata sangat lembut dan pengertian.

“Iya, Mil. Eh, aku Greta, adik mas Radin. Panggil aku kakak. Kita akan jadi kakak adik kalau kamu nikah dengan mas Radin.”

Lagi-lagi Mila terpukau. Apakah hanya Radinka yang jahat di keluarga ini? Karena Jordhy juga sangat baik. Eh, tapi perempuan yang satunya tadi siapa?

“Sudah ya? Kami pulang dulu. Malam ini kemasi barang-barang kamu.”

Setelah itu Kemilau hanya bisa tercenung. Sampai Nadya dan Greta meninggalkan panti asuhan, dia masih tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Masih belum percaya keluarga ini akan menerimanya dengan lapang dada.

Ada apa sebenarnya?

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
RiztyrieM
Banyak tokoh antagonis nya ...... Semangat Mila ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status