“Masih jauh lagi nggak sih?” Greta melihat map yang ada di dashboard mobil Radin. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju sebuah panti asuhan. Katanya calon istri Radinka itu tinggal di sana. Satu fakta lagi yang membuat mereka semua pesimis akan sosok perempuan yang digadang-gadang alamarhum ayah mereka cukup pantas menjadi pendamping seorang penerus Saska T&G.
“Nanti mentok di depan, trus belok kiri. Sampai.” Radinka menjawab. Kata map sih begitu.“Awas aja kalau nggak ada hasil.”Sheza yang duduk di sebelah Radinka menoleh ke belakang. “Kamu beneran berhenti jadi dokter, Gre?” Dia mencoba melanjutkan obrolan yang sudah berhenti sejak lima belas menit yang lalu. By the way, Sheza lebih tua enam tahun dari Greta. Dia sudah menganggapnya sebagai adik.“Beneran, Kak. Aku trauma. Pegang papa malah ko’it.”“Nggak gitu juga, Gre. Udah takdir, mau diapain? Sayang loh ilmunya.”“Nanti deh, Kak. Aku mau rehat dulu. Mau liat calon istri mas Radin kayak apa dulu. Gatel pengen nindas.”“Hus!” Nadya mencolek lengan Greta. Hus maksudnya supaya Radinka tidak tau rencana busuk mereka.Tapi Radinka tidak bereaksi apa-apa. Laki-laki itu tetap fokus melihat jalan di depan, supaya panti asuhannya tidak sampai kelewat.“Pesan kakak, jangan lama-lama hiatusnya. Kalau dokter ‘kan makin banyak praktek, feel-nya makin bagus. Nanti kamu lupa, ‘kan sayang jadinya.”Greta mengangguk saja. Diakuinya Sheza ini cukup perhatian. That’s why dia tidak keberatan Radinka berpacaran dengannya meski penampilannya seperti penari striptease. Yah, terkadang.Tiga menit kemudian mereka benaran berhenti di depan sebuah panti asuhan. Radinka memastikan lagi dengan membuka pesan dari Roni di ponselnya. Tidak ada plang nama sebagai petunjuk. Dia mengirim foto kepada Roni dan katanya mereka berada di tempat yang benar.Semua orang melepas sabuk pengaman dan mengemasi barang. Radinka membuka pintu lalu turun. Sheza, Nadya dan Greta pun menyusul. Anak-anak panti asuhan sudah berkerumun di depan pintu sejak mendengar ada suara mobil yang berhenti di depan rumah.Sulis berlarian dari belakang ke depan. Roni sudah memberi kabar padanya kalau keluarga Saskara akan datang dan sudah dalam perjalanan. Dia juga sudah sengaja menahan Mila supaya tidak pergi ke kampus dengan alasan ada tugas kelompok.“Benar dengan Panti Asuhan Sejahtera?” Radinka bertanya setelah Sulis –yang dia anggap dituakan di sana– muncul di hadapan mereka.“Benar sekali. Dari mana ya, Pak? Ada yang bisa kami bantu?” Sulis berpura-pura tidak tau.“Saya Radinka. Putra dari almarhum bapak Jordhy Saskara yang akan dijodohkan dengan salah satu anak asuh anda.” Radinka menjawab dengan malas. “Dan ini keluarga saya.”“Oh, keluarga pak Jordhy ya? Selamat datang, Pak, Bu.” Sulis tersenyum kepada tiga perempuan beda generasi di belakang Radinka. Senyumnya dibalas dengan begitu manis. Tapi terpaksa. Itu jelas.“Mari masuk. Anaknya ada di dalam.” Sulis membawa keempat tamunya ke dalam sebuah ruangan yang dikhususkan bagi tamu-tamu terhormat. Seperti donatur misalnya. Tempat ini jauh dari kebisingan anak-anak panti yang biasanya sedang bermain di jam-jam seperti ini.Radinka tetap terlihat tenang. Sheza duduk di sebelahnya, disambung Nadya dan Greta. Setelah itu Sulis pamit sebentar untuk memanggil Kemilau.“Kayaknya papa kamu terlalu banyak membuang uang ke tempat ini. Ini terlalu bagus untuk sebuah panti asuhan.” Nadya bergumam kecil kepada Greta. Matanya memindai seisi ruangan dengan tatapan tajamnya. Sofa yang mereka duduki saja terbilang terlalu oke untuk ruangan yang jarang ditempati.“Iya, AC-nya juga full gini. Padahal kayaknya nggak ada yang tempati,” timpal Greta tak ingin kalah julid.“Mungkin sengaja dinyalakan karena tau kita akan datang.” Radinka menjawab dengan dingin. Dia yakin Sulis juga berhubungan dengan Roni.“Oh ya? Tau dari mana? Siapa yang kasih tau?” Nadya penasaran.“Pak Roni pasti tektokan dengan dia. Mustahil papa meninggalkan semuanya tanpa persiapan.”Nadya tidak menjawab lagi karena sepertinya itu benar. Yang dia takutkan adalah, semoga saja Sulis itu bukan selingkuhan suaminya.Suara langkah terdengar lagi dari luar. Mereka langsung menegakkan punggung yang sempat bersandar. Ya, kecuali Radinka. Sejak tadi dia sudah duduk dengan tegak. Semua mata melihat ke arah pintu. Sangat penasaran pada wujud perempuan yang akan dinikahi Radinka dalam waktu dekat.Hingga akhirnya rasa ingin tahu mereka terjawab. Sulis masuk bersama seorang perempuan bertubuh mungil dengan wajah cantik dan kulit sedikit kecoklatan. Parasnya sangat mirip dengan artis Michelle Ziudith, pemain sinetron yang sering muncul di televisi. Rambutnya dikuncir kuda demi memberikan kesan tubuh yang sedikit lebih tinggi. Di mata Sheza, style yang dipakai gadis itu terkesan terlalu dipaksakan. Mungkin dia sengaja didandani demi pertemuan ini. Tapi baguslah, dia pasti terlihat aneh di mata seorang Radinka.“Ini Cahaya Kemilau. Panggil saja Mila.” Sulis memperkenalkan.Radinka menatap gadis bernama Kemilau itu dengan datar. Memindai tubuhnya dari atas sampai ke bawah. Sama sekali bukan tipenya. Lagian, dia ini umur berapa? Kenapa seperti anak kuliahan?“Berapa usiamu?”“D—dua puluh sa—satu, Om.”OM! Mila memanggilnya Om! Karena memang, kalau dilihat secara kasat mata, Radinka itu sudah cukup matang. Apalagi postur tubuhnya yang tinggi, besar dan berotot. Mila menebak dia sudah sekitar empat puluhan.“Saya bukan om kamu.” Radin menyoroti wajah Mila dengan tidak suka.“Mila, ini Radinka, putera tuan Jordhy yang akan menikah dengan kamu.”“APA?” Kemilau terbelalak. “Dia? Beneran dia?” Mila tidak mengira laki-laki inilah orangnya. Dia terlalu tua untuk ukuran orang yang belum menikah dan menerima perjodohan.“Saya nggak mau, Bu! Ini jelas nggak masuk akal! Saya nggak mau nikah sama om-om!” Kemilau dengan frontal menyuarakan penolakannya. Sulis pun langsung berdebar. Nggak enak sama keluarga Saskara.“Mila!” Sulis sedikit membentak. Dilihatnya mata Kemilau sudah berkaca-kaca. Setengah hatinya tidak tega, karena Mila pasti tertekan. Tapi mengingat masa depan yang dijanjikan Jordhy, Sulis harus bertahan.Nadya, Greta dan Sheza menggertakkan geraham melihat tingkah Kemilau yang dinilai sangat tidak sopan. Siapa juga yang mau menikah dengan gadis kucel seperti dia? Sheza jauh lebih unggul dilihat dari segi manapun. Tapi demi warisan, sabarrrr.Tidak jauh berbeda dengan Radinka. Laki-laki itu menatap Kemilau dengan datar dan dingin. Andai saja tidak ada amanah konyol itu, dia juga jijik harus ada di sini. Apalagi melihat tingkah gadis bernama Kemilau ini. Apa dia rasa dirinya cantik??“Besok kamu akan dijemput. Kemasi barang-barangmu.” Seperti tidak perduli dengan penolakan Mila, Radinka tetap menentukan waktu penjemputan. Laki-laki itu berusaha tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan supaya Sulis tidak bisa membaca tujuan mereka yang sebenarnya.“Bu, please.” Kemilau semakin memohon kepada Sulis agar menghentikan rencana bodoh ini. Tapi ibu asuhnya hanya diam dan membiarkan dia menangis sesenggukan.“Saya juga nggak kenal dekat sama tuan Jordhy. Kenapa saya dipaksa harus nurut dijodohkan sama laki-laki yang nggak saya kenal? Memangnya Om belum punya pacar? Kenapa Om nggak nolak aja?” Kali ini Mila berusaha meminta empati dari Radinka, laki-laki yang dia yakin tidak akan tertarik kepadanya. Bahkan perempuan di sebelahnya jauh lebih cantik. Entah siapapun dia.“Mari kita sama-sama menjalankan amanah ini. Suka atau tidak suka.” Radin bangkit berdiri pertanda sudah selesai dengan pembicaraan tak berfaedah itu. “Saya rasa sudah cukup. Kami permisi.”Sulis juga tidak tau harus berkata apa. Dia bahkan belum bertanya tentang rencana keluarga ini selanjutnya. Kenapa sudah langsung pulang? Minuman juga belum datang. Tapi dia bisa membaca ekspresi Radinka. Sepertinya pria itu juga terpaksa mengikuti perjodohan yang diatur tuan Jordhy.“Besok saya ke sini lagi, Bu. Anak saya sedang sibuk. Tolong dipahami.” Nadya berpura-pura manis di hadapan Sulis. Setidaknya sampai pernikahan itu terwujud, Sulis ini harus percaya kepada mereka. Jadi, rencana mereka tidak akan gagal.Radinka dan Sheza sudah keluar. Greta masih menunggu ibunya. Mereka sudah sepakat akan jadi sepaket. Apapun yang dilakukan Nadya, Greta akan mengikuti.“Kami pulang dulu, Mila sayang.” Nadya menyentuh kedua pundak Mila. Seolah-olah dia adalah calon ibu mertua yang paling pengertian. “Jangan bersedih terus. Kami yakin rencana ini adalah yang terbaik untuk kamu dan Radinka.”Kemilau terperangah. Sejak tadi perempuan ini diam saja. Mila mengira dia adalah salah satu tokoh antagonis di sini. Ternyata tidak. Perempuan yang merupakan ibu dari calon suaminya itu ternyata sangat lembut dan pengertian.“Iya, Mil. Eh, aku Greta, adik mas Radin. Panggil aku kakak. Kita akan jadi kakak adik kalau kamu nikah dengan mas Radin.”Lagi-lagi Mila terpukau. Apakah hanya Radinka yang jahat di keluarga ini? Karena Jordhy juga sangat baik. Eh, tapi perempuan yang satunya tadi siapa?“Sudah ya? Kami pulang dulu. Malam ini kemasi barang-barang kamu.”Setelah itu Kemilau hanya bisa tercenung. Sampai Nadya dan Greta meninggalkan panti asuhan, dia masih tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Masih belum percaya keluarga ini akan menerimanya dengan lapang dada.Ada apa sebenarnya?***Selama dua tahun terakhir, Bali dan segala isinya adalah momok yang sangat menakutkan bagi seorang Radinka Kevan Saskara. Setelah Mila meninggalkannya di tempat itu dengan cara yang tragis, dia berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi. Hidupnya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Radinka kembali ke setelan pabriknya. Dingin dan tak tersentuh. Selama dua tahun memegang pemerintahan di Saska, dia berhasil menaikkan omset tahunan lima kali lipat dari jaman kejayaan ayahnya. Kepergian Mila membuatnya tidak punya pilihan selain fokus pada Saska. Radinka harus mengakui, kata-kata Mila sangat benar tentang Saska adalah tanggung jawabnya. Setelah dipikir-pikir kembali, alangkah bodohnya dia saat berniat melepaskan Saska demi hal lain yang belum tentu layak untuk diperjuangkan. Seperti Mila salah satunya. Hingga sekarang, sama sekali tidak ada kabar dari perempuan itu. Radinka juga tidak berusaha untuk mencari tau keberadaannya. Hati yang sudah membatu, membuat
Tidak hanya Radinka yang merasakan hati bagai tersayat-sayat. Kemilau juga sama. Sepanjang penerbangan ke London dia tidak berhenti menangis. Mengorbankan hidupnya ke dalam tangan Amar yang bahkan tidak dia kenal dengan baik, adalah satu hal besar yang sesungguhnya tidak ingin dia lakukan. Tapi dia tidak berdaya ketika Amar dan Adam selalu menerornya lewat pesan. Mengancam akan benar-benar menjatuhkan Saska jika dia tidak bersedia ikut ke London.Mila bahkan tidak tau apa tujuan sepasang orang tua ini membawanya ke sana. Bukankah itu tindakan yang terlalu berani? Sepanjang perjalanan Kemilau tidak bersuara. Sedikitpun tidak berkenan menjawab pertanyaan Amar dan Pratiwi. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan, Mila masih betah dengan segala kebungkamannya.“Tersenyumlah. Karena itu membuatmu jauh lebih cantik.” Pratiwi mencoba menghibur cucunya. Namun jelas itu tidak penting. Kemilau tidak membutuhkannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Radinka. Entah bagaimana kabar pria
“Aku pengen jalan-jalan.” Mila sesumbar membuat permohonan saat Radika sedang memakai baju tidurnya. Wanita itu memeluknya dari belakang dan mencium tengkuknya dengan agresif.“Jalan-jalan ke mana, Baby?”“I don’t know. Mungkin Bandung, atau Bali lagi?”Radinka memutar tubuhnya dengan senyum yang sudah terlukis di wajah. “Kamu … mau honey moon sesi kedua?”Mila balas tersenyum lebar dan mengangguk dengan semangat. “Aku sumpek dengan semua yang terjadi belakangan. Pengen menghirup udara segar.”“Bali? Kapan?”“Bebas. Kamu bisa ijinin aku ke kampus ‘kan Sayangg?” Mila memohon manja.“Baiklah. Saya juga akan mengatur jadwal cuti lagi di kantor. Bagaimana kalau kita berangkat besok lusa?”Lagi-lagi anggukan di kepala Mila membuat Radinka begitu yakin kalau Mila sudah memilihnya. Lusa berarti sudah melewati batas perjanjian dengan Amar. Kalau Mila sendiri yang meminta untuk jalan jauh, itu artinya Radin sudah bisa tenang.Dan Bali akan menjadi tempat yang akan Radinka benci seumur hidupnya
Nadya dan Greta sudah menanti kepulangan Radinka dan Kemilau. Meski dulu sempat tidak menyukai Mila, sekarang kedua orang itu justru tidak berharap Mila lebih memilih keluarga Amar. Sungguh nyata Allah adalah maha pembolak-balik hati. Saat Radin dan Mila muncul di ambang pintu, senyum di wajah Nadya langsung terkembang. Entah bagaimana bisa melihat sosok Kemilau ada di rumah ini terasa lebih baik dari pada tidak.Nadya menepuk kursi di sebelahnya, seperti memberi kode kepada Mila agar perempuan muda itu duduk di antara dia dan Greta. Dan Radinka membiarkan istrinya menuruti sang mama."Kami sungguh-sungguh meminta maaf." Nadya membuka pembicaraan. Memang inilah yang harus mereka bahas sekarang. Sebelum mereka kembali melanjutkan hidup dengan normal."Iya, Ma. Aku mengerti."Nadya mengambil kedua tangan Kemilau dan dia genggam begitu erat. "Maafkan semua perbuatan kami di awal-awal pernikahan kalian. Kami sungguh malu dan sangat menyesal."Lagi-lagi Kemilau harus menangis. Terpaksa. I
Setelah percintaan panas itu selesai, Mila menepati janji untuk menceritakan semuanya kepada Radinka. Mulai dari foto yang dia lihat di ruang kerja Adam, hingga obrolan Adam dan Sastri yang dia dengar kemarin siang. Kemudian tentang obrolan dia dengan Ibu Sulis saat di kampus, yang membuat dia sedikit curiga kepada Deva. Mila tidak mengurangi atau menambahi apapun. "Kenapa kamu lebih percaya kepada mas Adam dan mba Sastri? Bukan kepada saya? Kenapa kamu memilih untuk menyembunyikan ini, Sayang? Seandainya dulu kamu jujur saat saya bertanya tentang kedua orang tua kamu, mungkin urusannya tidak harus sampai sejauh ini." Kini Radinka sedang berada dalam pelukan Mila. Dia benar-benar ingin dimanja. Dia ingin Mila membelai rambutnya, wajahnya, semuanya. "Aku minta maaf. Aku masih egois dengan pemikiranku sendiri. Aku mengira ini bukanlah perkara besar. Maafkan aku." Mila tidak punya pilihan kata lain. Dengan lembut dia menyugar rambut Radinka dan melabuhkan kecupan panjang di setiap inc
*Sebelumnya maaf kalau ada typoMobil Radinka bergerak dengan cepat meninggalkan pelataran rumah Adam. Hasrat ingin melampiaskan rindu terhadap Kemilau begitu menggebu-gebu di dalam dirinya. Tangan yang tak berhenti tertaut melambangkan betapa dia sangat takut perempuan itu meninggalkan dia. Radinka sudah berjanji akan melakukan segala cara agar Kemilau memilih untuk bertahan di sisinya. Tidak perlu mempertimbangkan Amar dan keluarganya yang penghianat itu.“Sayang, aku kangen.” Mila tak sungkan-sungkan mengutarakan isi hatinya sambil meremas jemari Radin yang besar.“Kamu pikir saya enggak, hm? Kamu berhutang penjelasan tentang semuanya. Kenapa saya harus mengetahui ini dari orang lain, bukan dari kamu sendiri.”Mila menggigit bibir. “Aku akan menceritakan semuanya nanti. Dari awal.”“Better like that, Baby. Karena saya merasa bodoh ketika mengantar kamu ke kampus, lalu kamu pergi lagi tanpa sepengetahuan saya. Saya mencari kamu ke mana-mana tapi tidak ada yang tau kamu di mana. Saya
*Maaf kalau ada typoSemua orang tercengang. Nadya, Greta, Julian dan Kemilau sama sekali tidak kepikiran ke sana. Mendengar Radinka mengutarakan hal tersebut membuat mereka bertukar pandang satu sama lain. Berbeda dengan keluarga Amar yang membeku di tempat.Akhirnya … motif mereka mendekati Kemilau terbongkar sudah.“Benarkah?” Radinka mengulangi pertanyaannya dengan nada skeptis. “Apakah Sheza juga yang memberi tahu kalian bahwa Mila mendapat bagian yang begitu besar?”“Opa, benar begitu Opa?” Kemilau merasa kalau dia berhak untuk mendengar jawaban dari sang opa.“Kalau iya … bukankah niat kalian lebih busuk dari pada ayah saya? Kalian bahkan tidak perduli tentang kebakaran itu dan tentang orang tua Kemilau yang meninggal karenanya. Tapi kalian hanya peduli warisan itu? Begitu??”…“Kalian juga sengaja membuat syarat untuk kembali menguliahkan Mila. Supaya apa? Supaya saat waktunya kalian mengambil dia dari sisi saya, dia sudah siap untuk kalian jadikan robot pekerja, begitu?”“DIA
Feeling Nayda ternyata benar. Setelah mengetahui bahwa Kemilau adalah keponakan Adam, wanita itu langsung merasa bahwa ada yang tidak beres dengan keluarga Amar. Apalagi berdasarkan info dari Julian, Radinka tidak berhasil menemukan Mila di kampus. Nadia langsung tau di mana mereka bisa menemukan Mila. Dia mengajak Julian dan Greta segera pergi menyambangi rumah Adam.Bisa dibilang mereka tiba di waktu yang tepat. Persis saat Amar dan Pratiwi tiba, tapi kedua orang itu tidak menyadari kedatangan mereka. Nadya, Julian dan Greta tidak langsung masuk, memilih untuk berdiam sebentar di luar untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan. Dan sudah tentu ini adalah tentang peristiwa kebakaran itu.“Lantas apa yang kalian mau? Apa kalian pikir suami saya juga menginginkan kebakaran itu?” Nadya masuk menyahut ucapan bengis Amar dari ambang pintu. Hanya melihat Radinka dicecar secara verbal saja sudah membuat hatinya teriris-iris. Memang, harus diakui, menganiaya Mila seperti dulu adalah perbuat
Radinka melarikan mobilnya secepat kilat menuju rumah kediaman Adam. Sebelum orang-orang itu meracuni pikiran istrinya dengan yang tidak-tidak, lebih baik dia segera sampai. Hampir saja dia menerobos lampu merah dan menbuat kekacauan di jalan raya. Namun untung saja kontrol diri laki-laki itu masih bekerja dan dirinya tidak sampai berurusan dengan pihak yang berwajib.Akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Radinka turun dengan terburu-buru. Bahkan sampai pintu mobilnya terdengar berdebam keras dari dalam rumah. Adam, Sastri dan Kemilau berdiri karena kaget.“Mila!” Teriakan itu membuat tubuh Kemilau seketika dibanjiri bermacam rasa. Campur aduk. Senang tapi sedih. Rindu tapi bingung. Sosok yang sedari tadi mereka bicarakan akhirnya muncul di depan mata dengan napas yang tersengal hebat.Dua pasang mata itu saling menatap. Sama-sama ada kerinduan yang tersirat di sana. Namun, sebagaimana yang mereka sudah ketahui bersama, ada sebuah batu besar yang kini menghalangi sehingga raga mereka