Bab 21Salima menunggu dengan sabar setiap harinya. Sebentar lagi adalah jadwal menstruasinya. Dia mendadak gelisah karena sangat berharap datang bulan itu tak akan datang. Salima bahkan sudah menyiapkan beberapa buah testpack yang akan segera dipakai jika sudah melewati masa menstruasinya.Setelah melewati satu minggu setelah masa datang bulannya terlewat, Salima memantapkan hati untuk menggunakan salah satu testpacknya. Setelah beberapa menit menunggu, dia melihat hasilnya ternyata … negative.“Apa aku belum ditakdirkan memiliki anak dari Mas Fahri?” Salima membatin dalam hatinya.Hatinya dilanda cemas luar biasa, bagaimana tidak, kehadiran anak tentunya akan berdampak besar akan kelanjutan hubungan antara dia dengan Fahri. Salima tidak rela jika dia harus bercerai dengan Fahri setelah satu tahun. Fahri adalah tipe suami idaman Salima yang tak akan pernah dilepas begitu saja.Dan hari berlalu dengan cepat. Fahri bersikap dingin seperti sedia kala. Tidak ada malam panas yang terulang
Bab 22Pov SalimaBeberapa hari sebelum pernikahan Adinda-FahriAku sudah menyiapkan surat perjanjian berisi pernyataan bahwa Adinda hanya akan menjadi istri simpanan dan harus menyembunyikan pernikahannya di depan umum. Dan perjanjian kedua berisi kerahasiaan perjanjian yang harus dijaga agar Fahri jangan sampai tahu. Jika ada yang melanggar maka konsekuensinya adalah membayar denda sebesar 100 juta rupiah. Entah kapan Adinda menandatangani kertas ini, namun aku harus menyiapkan segala kemungkinan.Aku puas melihat isi perjanjian itu. Tentu saja sudah kupikirkan dengan matang apa yang akan kulakukan kedepannya. Aku bukan lagi Salima yang hanya mendamba cintanya Fahri. Namun aku akan tetap menjadi orang ketiga yang ada dalam hubungan mereka, dan memastikan sendiri mereka tidak akan bahagia karena cinta mereka telah membuat hidupku merana.Setelah kemarin menemui Adinda dan menawarkan Adinda agar menjadi adik maduku, ternyata Adinda menola
Bab 23Kembali ke Masa KiniAku sudah memasukkan kembali baju ke dalam koper. Tak banyak barangku disini, hanya sebuah koper yang aku bawa saat pertama datang.“Sudah selesai packingnya?” tanya Mas Fahri sambil melongokkan kepalanya ke dalam kamar.“Sudah Mas,” jawabku sambil berdiri dan menyeret koper.Mas Fahri langsung mengambil alih koper itu dari tanganku, “Mas aja yang bawa.”“Makasih sayang,” gumamku pelan. Menjadi istrinya masih seperti mimpi saja. Mas Fahri langsung berhenti melangkah dan berbalik menatapku.“Bilang apa tadi, merdu banget dengernya,” katanya. Dia tertawa sambil terus menatapku.Aku hanya menggelengkan kepala dan mendorong punggungnya dari belakang agar dia mempercepat langkah. Masih banyak yang harus kami lakukan hari ini.Setelah semua barang masuk ke dalam mobil, aku menghampiri Salima yang sedang berdiri di dekat pintu.“Makasih banyak ya, Sal sudah diizinkan tingga
Bab 24Kedatangan Ibu Mertua“Eh, Ibu. apa kabar, Ibu sehat?” tanyaku menepis rasa gugup yang mendera. Ibu masih bergeming dan tak menjawab sapaan dariku. Ia masih menatapku tajam dan menelisik dari atas sampai bawah. Ia juga seperti sedang mengamati sekitar rumah.Aku meneguk ludah, lalu membungkuk dan mencoba meraih tangannya ingin mencium tangannya. Namun, Mama langsung menepis tanganku dengan kasar. “Jangan sentuh tanganku, pelakor!”Aku mengelus dada sambil beristigfar dalam hati. Andaikan ada Mas Fahri disini, mungkin aku tak akan mati kutu seperti sekarang ini. Aku benar-benar tak tahu bagaimana harus menjelaskan pada Bu Halimah. Harusnya ini semua dilakukan oleh Mas Fahri.“Mas Fahri sedang tak ada di rumah, Bu. Sedang di luar kota.” Aku berusaha setenang mungkin menjawab pertanyaan darinya.“Saya tahu. Makanya saya kesini, mau lihat seperti apa sosok wanita yang menggoda anakku untuk melakukan poligami, dan menjadikannya anak durhaka dalam sekejap. Sama sekali aku tak diunda
"Tolong, jadilah maduku!" ucap wanita berhijab di depanku. Matanya menatap lurus manik mataku. Kalimat yang sama sekali tidak aku duga bisa keluar dari bibirnya yang mungil itu. Aku menutup mulut, menatapnya tak percaya. Dia Salima, temanku saat SMA. Kami sudah lama tidak bertemu, pertemuan ini karena Salima yang mengajakku via chat di aplikasi hijau."Kamu jangan bercanda Sal, aku kesini buat ketemu kamu karena kangen, bukan buat dengerin omongan konyol kamu itu," jawabku tak terpengaruh ucapannya. Entah atas dasar apa dia bicara begitu padaku. Aku tak menanggapinya, melanjutkan makanku yang sempat terjeda oleh perkataan absurdnya. Hm ... ternyata enak juga makanan disini."Aku serius, Adinda ..." ucapnya lagi. Matanya terlihat berkaca-kaca. Aku melihat ada kesungguhan pada matanya. Namun jika dia menangis, sudah pasti dia berbicara tentang sesuatu yang menyakiti hatinya bukan?"Kenapa kamu bicara gitu, Sal? Aku benar-benar tidak mengerti maksud ucapanmu," timpalku lagi. Makanan buru
Seperti biasa hari ini, aku berjualan nasi uduk. Setiap pagi aku bangun pukul 2 pagi. Lalu pergi ke pasar, belanja bahan masakan untuk dimasak, karena pada jam itu, harga jual masih murah karena biasanya yang pergi belanja adalah para pedagang juga. Menu di nasi uduk cukup banyak, ada kentang balado, tempe orek, oseng bihun, kerupuk, dan juga nasi uduk yang tebuat dari santan. Itu adalah menu yang kumasak setiap harinya.Salima menagih jawabanku lewat aplikasi chat hijau, ia menanyakan kesanggupanku menjadi madunya, namun aku abaikan. Aku kembali menjalani rutinitasku sebagai penjual nasi uduk.Setelah kepergian Mas Arkan, mau tidak mau aku harus mencari nafkah sendiri. Orang tuaku sudah tua, Ayah hanya bekerja sebagai guru honorer yang bahkan gajinya saja hanya dibayar satu bulan sekali sebesar delapan ratus ribu rupiah. Itu sangat tidak cukup. Namun, ia tetap mengabdi menjadi pengajar meskipun gajinya sangat memprihatinkan. Saat menikah dengan Mas Arkan, beliau yang membantu perekon
"Gimana Din, kamu udah buat keputusan?" tanya Salima to the point begitu waiters telah pergi mengambil buku menu."Keputusanku masih sama seperti kemarin Sal, maaf banget." Aku menyatukan kedua tangan, memohon maaf pada Salima.Salima terlihat menghela napas dan menatapku dengan tatapan kekecewaan."Tapi Din, tolong pikirkan sekali lagi, poligami itu diperbolehkan dalam agama, mungkin banyak manfaat juga dengan menikahnya kamu dengan Mas Fahri, kamu tidak perlu bersusah payah lagi berjualan. Ekonomi keluargamu akan terbantu, dan yang paling penting, kamu akan menyelamatkan pernikahan sahabatmu ini. Aku mohon, tolong kamu pikirkan dengan matang sebelum mengambil keputusan."Salima menggenggam erat tanganku. Tatapannya penuh dengan permohonan. "Fahri, tak bisakah kamu membatalkan perjanjian itu? Bukannya aku mau ikut campur, tapi kalianlah yang menyeretku dalam permasalahan kalian.""Maaf Din, bukan maksudku membuatmu terlibat dalam masalah ini, aku sudah melakukan yang kubisa. Perjanj
"Assalamualaikum, Mas. Aku datang, aku minta maaf baru kesini lagi. Aku benar-benar kerepotan setelah kepergianmu Mas. Betapa bergantungnya aku padamu. Hampir saja aku hendak menyusulmu, Mas. Aku ..."Tidak sanggup lagi berbicara, aku menumpahkan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata. Mengeluarkan semua rasa sesak yang menyeruak dalam dada. Tenyata, aku masih begitu merindukannya."Aku mau cerita, Mas. Tapi tolong jangan marah ya, tentang apapun yang kukatakan. Tolong dengarkan dulu sampai tuntas."Setelah Menghela nafas, aku melanjutkan cerita."Kemarin aku bertemu teman SMA-ku, Salima namanya. Mungkin Mas pernah dengar aku sering menceritakannya dulu, dan kita pernah menghadiri pernikahannya tahun lalu. Namun ada hal yang belum pernah aku ceritakan padamu, Mas. Suaminya Salima, adalah mantanku saat SMA. Aku tidak pernah cerita karena takut menyakitimu. Tapi aku pastikan aku tidak pernah mengkhianatimu selama pernikahan kita. Kemarin, Salima datang padaku memintaku menjadi