Dewi sana, biasa dipanggi Sana. Dia tidak menyukai manusia berjenis kelamin laki-laki. Hanya dua yang membuatnya senang, membuat cerita atau memakan ayam goreng kesukaannya. Sampai suatu saat dia sadar jantungnya kembali berdetak setelah sekian lama. Tapi rasa trauma yang tidak di ingat Sana, membuat hubungan mereka sulit. Ditambah Fikar adalah manusia bebas, dia tidak ingin terikat dengan sebuah hubungan meskipun dia tertarik dengan Sana. Tetapi masalah-masalah yang datang, membuat mereka terikat dan bergantung satu sama lain. Si cantik yang Jenius dan Si tampan yang bebas. Akankah hubungan mereka bisa berlanjut.
ดูเพิ่มเติม"Lo gak papa?"
Sana menoleh, wajahnya terlihat sekali paniknya. "Gapapa." Jawab seadanya. Dia tidak mengenal laki-laki itu.
Cowo itu terkekeh pelan. "Bener? Muka lo pucet banget."
Sana tersenyum kecil menatap cowo itu, kemudian mengalihkan pandangannya menatap sekitarnya. Saat ini dia sedang berada di taman depan gerbang kampus. Tali name tag yang dia pakai sekarang salah. Bukannya warna merah, dia malah memakai warna biru.
"Mau gue bantuin?" Tanya cowo itu lagi. Sana menggeleng, dia tidak mengenalnya. Sana juga sedang menunggu Sarah, mereka satu kelompok jadi tidak perlu.
Kemudian cowo itu menunjukan seutas tali merah. "Ini kan yang lo butuhin." Senyum cowo itu. Wajah Sana langsung sumgringhai melihat tali itu, dia mengangguk.
Cowok itu tertawa pelan, " ini buat lo aja, gua gepake soalnya." Menyodorkan seutas tali merah itu pada Sana.
"Makasih." Sana mengambil seutas tali itu, kemudian melepaskan name tagnya. Dia mengganti tali biru menjadi tali merah di name tagnya. Saat sudah memasangkan talinya, Sana mulai memasangkan name tagnya kembali dengan mengikatkan kedua tali itu di belakang lehernya.
"Sini gua bantuin." Cowo itu langsung mengambil name tag di tangan Sana tanpa bertanya. Dia langsung mengalungkan lengannya di sekitar Sana. "Deket banget." Bisik Sana dalam hati. Dia sampai bisa mencium aroma parfum cowo itu.
Sana sedikit mengintip wajah cowo itu, dia baru sadar, hanya satu kata yang bisa menggambarkan wajah itu yaitu Tampan, rahang kokoh, hidung mancung dan alis yang tebal. Karena tadi terlalu panik wajah cowok itu jadi ngeblur di penglihatannya.
"Nanti wajah gua bisa bolong kalau lo ngeliatnya kayak gitu." Ucap cowok itu santai. Sana langsung mengalihkan pandangan ke arah lain, rasanya wajah dia panas sekarang. Maluu sekaliii ... bisa-bisa tertangkap basah dengan orangnya langsung.
"Udah." Cowok itu menjauh dan tersenyum menatapnya. Sana melihat name tagnya sudah terpasang di lehernya dengan rapi.
"Makasih loh ...?" Sana menatap cowok itu dengan pandangan bertanya. "Fikar. Biasanya sih di panggil kaya gitu." Ucap Fikar yang mengerti maksud Sana.
Sana mengulang ucapannya. "Iya makasih Fikar. Gue tadi panik, jadi gak tau harus apa." Sana tersenyum lebar menatap Fikar berterimakasih.
Fikar berdehem, mengalihkan pandangannya. "Iya sama-sama. Lagian lo kasian, kaya anak ilang, celingak-celinguk kebingungan gitu."
Sana tertawa canggung. "Iya iya."
Fikar mengangguk. "Yaudah gua duluan ya, Jangan sampe salah lagi Ospek besok." Ucap Fikar tersenyum, kemudian melenggang pergi dari hadapannya sebelum dia menepuk kepala Sana pelan.
Wajah Sana bersemu. "Kenceng banget." Memegang dadanya yang berdetak cepat. Dia menatap Fikar yang sudah berjalan menjauh.
Setelah polisi datang, semua preman yang menculik Dinda, di bawa ke kantor polisi. Sebenarnya Sana tidak rela, seharusnya preman itu mati di tangannya."Awas aja kalau gua ngeliat muka orang-orang itu lagi!" Gumanya kesal.Saat ini Sana sedang duduk di kursi tunggu yang berada di klinik, tempat Kak Fikar di rawat sekarang. Ketika itu, polisi sekalian membantu mereka membawa Kak Fikar yang pingsan, ke klinik terdekat.Sedangkan Sarah dan Dinda sekarang sedang membuat laporan tentang penculikan yang sebelumnya terjadi, kepada polisi.Pikiran Sana sekarang sudah mulai jernih dan bisa di gunakan, karena pikiran dia sebelumnya hanya di penuhi ketakutan tentang kematian kak Fikar. Dia menghela nafas kasar, meskipun sekarang dia masih sedikit khawatir.Kakinya dari tadi tidak bisa diam dan terus bergerak, dan matanya menatap kosong ke depan, menunggu hasil pemeriksaan dokter di dalam.Srett ...Pintu ruang rawat Fikar terbuka, keluar l
Sana dan Sarah masih berlari, tapi bau menyengat yang berasal dari perkampungan kumuh ini seakan menjadi uji nyali bagi mereka, apalagi di tambah tanah yang becek, membuat baju mereka basah karena cipratan dari kaki mereka yang sedang berlari.Tapi masih ada satu hal yang Sana syukuri. Hari ini dia memakai celana! Dia tidak bisa membayangkan harus lari-larian menggunakan dress panjang kesukaannya.Dan di perkampungan kumuh ini banyak sekali tikungan-tingkungan kecil yang bisa mengecohkan. Istilah lainnya jalan tikusnya banyak."Belok kanan!" Ucap Sana sepelan mungkin, saat di depan mereka ada pertigaan.Orang-orang yang mengejarnya dibelakang belum sempat melihat mereka berbelok, tikungan seperti ini memang menguntungkan. Saat Sana panik berlari, Sarah menarik tangannya masuk ke dalam kamar mandi umum daerah perkampungan kumuh itu."Hah?" Tanya Sana menggunakan tatapannya saat mereka tatap-tatapan di dalam bilik kamar mandi. "Stss." Sar
Sana turun dari kamarnya ke lantai bawah, keheningan memenuhi ruangan tersebut. Papahnya pergi seperti biasa untuk urusan bisnis dan mamahnya pasti ikut pergi bersama papahnya, sedangkan kak Dewa belum pulang. Karena hari ini dia hanya memiliki satu mata kuliah, jadi dia pulang sendiri naik transportasi online.Dan pastinya dia sudah memberikan pesan pada kakaknya untuk tidak menjemputnya. Sana duduk di sofa ruang TV nya, dia baru sadar rumahnya sebesar ini, dan ternyata rasanya sangat sepi jika dia sendirian saja di dalam rumah. Dia melihat figura-figura foto yang di pajang di dinding rumahnya, dia menghela nafas."Kayaknya, temen gua gak bakal susah nyari aib gua. Tinggal dateng aja ke rumah." Gumam Sana, memperhatikan satu persatu foto-fotonya, disana ada foto dia dari masih kecil sampai terakhir foto kelulusannya waktu sma.Masa Sma ya? Sana tidak begitu mengingat banyak kenangan, ketika masa-masa smanya. Kecuali satu orang, yang sampai saat ini masih sangat
"Dinda." Panggil Hina, temannya yang baru saja datang.Dia menutup buku yang dibacanya, lalu menoleh ke arah temannya. "Lo lama banget! Gua lumutan nungguin lo dibawah pohon gini!""Ya, maap. Gua kan ngikutin dosen gua yang keluarnya ngaret." Jawab Hina, lalu duduk disamping Dinda. Dia melihat buku yang dibaca temannya itu, "Apa ini?""Lo gak tau? Ini namanya buku!"Hina menatap Dinda, "Iya gua tau. Maksudnya, ini buku apa?!""Buku novel." Tunjuknya."Emang pengen banget gua timpuk pake batu, ya. muka lo!" Kesal Hina."Novel Bumi Manusia. Karya Pramoedya Ananta Toer." Jawab Dinda akhirnya, senang sekali dia bisa menggoda temannya itu."Eh, selera lo unik ya?" Hina menatap kelangit, lalu tersenyum. "Biasanya anak remaja kaya kita, lebih suka novel romance yang ringan."Dinda menjawab. "Iya, gua kan, Makhluk langka yang perlu di museum kan.""Gak! Ayo, mending gua bawa lo langsung ke Ragunan. Biar terus
Brakk ... Suara gebrakan meja, membuat sebagian mahasiswa terkejut. "Kalian becanda sama saya!" Marah Bu Dosen, wajahnya bahkan terlihat sangat merah, karena terlalu kesal."Dari semua pertanyaan yang saya beri pada kalian satu-satu! Cuma Sana yang bisa jawab! Sebenernya kalian belajar bareng atau gak?!" Bu Dosen menunjuk-nunjuk anggota kelompok, yang sedang presentasi di depan sekarang.Satu kelas hening tidak ada yang berani berbicara sedikitpun. Bahkan orang yang tidur di belakang kelas dibangunkan oleh teman-teman mereka, karena takut menambah emosi dosennya.Rika akhirnya menjawab dengan percaya diri. "Kita udah diskusi kelompok Bu. Tapi Sana yang buat makalah, jadi dia yang lebih paham materi dari kita.""Huuu." Sorakan pelan dari beberapa anak terdengar. Rika belum sadar dengan ucapannya sendiri, jadi dia tetap tenang. Sedangkan Seren sudah menangis diam-diam karena kemarahan dosennya."Jadi bener! Cuma Sana yang kerja buat makalah! Dari tad
Klek ... pintu kamar Sana terbuka."San, Ini sisa lima makalahnya. Gua taro meja belajar lo, ya." Ucap Kak Dewa yang sudah memasuki kamarnya, di depan meja belajar Sana."Hhmm ... makasih Kak Dewa." Dia saat ini sedang fokus pada komputernya. Lalu Kak Dewa berjalan mendekat padanya. "Tidur lo terlalu dikit. Jangan di biasain.""Lo udah tau kan, jawaban gua." Jawab Sana, menatap fokus pada komputer atau PC di depannya. Jari-jari tangannya tidak berhenti di atas keyboard.Dewa tersenyum, sambil menghela nafas. "Setidaknya, kalau berterima kasih bisa sedikit lebih manis dong. Gua juga cape, loh."Sana berhenti mengetik. Lalu dia menoleh pada Kak Dewa dengan tersenyum lebar. "Makasih Kak Dewa. Berkat Lo, pekerjaan gua jadi lebih ringan. Emang Lo kakak terbaik!" Ucap Sana ceria.Dewa menutup mulutnya. "Hahh ... gua terharu banget.""Hhmm ... Jangan lupa tutup pintunya." Ucap Sana kembali datar, kemudian dia kembali fokus pada komputer di d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น