Share

Part. 3

Happy Reading...

Akhirnya Kau kembali." Suara bariton itu.

Aku seperti terlempar dari atas tebing tinggi saat suara berat itu menyapa gendang telingaku. setahun lamanya aku berusaha untuk melupakannya.

Mengingat kejadian malam pertama kami yang gagal. dan di detik itu pula dia mentalak ku. atas nama kebahagiaan dia lantang mengatakannya tanpa memberi penjelasan sepatah katapun.

Wahai hati, kuatkan dirimu.

"Maafkan aku, aku bukan pria sempurna," sesalnya malam itu. padahal kami sudah dalam keadaan tak memakai apapun. aku malu sangat malu terhadapnya dan juga pada diri sendiri. aku merasa begitu murahan karena begitu mendambakan malam itu.

Saat itu adalah malam yang di nantikan oleh semua pasangan yang baru menikah, yaitu malampertama.

Dengan sisa keberanian dalam diriku dan dengan dada bergejolak penuh kerinduan aku beranikan diri menegakkan tubuhku berdiri dan

berbalik ke arah sumber suara.

"Kak Edwin." Suaraku tercekat di tenggorokan. tak kuasa rasanya otot-otot di tubuh ini menyangga tubuh yang mulai lemah sedang detak jantungku kian menguat.

"Apa kabar Aurel." sapanya dengan lembut.

Betapa aku ingin berlari untuk menghampirinya. mengikis jarak di antara kami hingga udara pun tak akan mampu memberi jarak diantara kami.

Tak dapat ku pungkiri bahwa rasa ini masih ada. perpisahan kami terlalu menyakitkan untuk diriku. tapi aku tak tahu arti diriku di hatinya. terbukti dia mampu melepaskan ku begitu saja. bahkan untuk berpura-pura mencegahku pun tidak ia lakukan.

"Seperti yang kakak lihat, aku masih bernafas hingga saat ini." timpal ku untuk mengurai kecanggungan.

Ku lihat dia terkekeh. sepertinya dia baik-baik saja dan sepertinya hanya aku yang menderita di sini.

"Ku masih sama tak pernah berubah." Ku lihat lagi senyumnya yang mampu meruntuhkan gelisah ku. masih sama seperti setahun yang lalu saat terakhir aku melihatnya di ruang persidangan itu. melihat itu aku semakin ingin menangis.

Kami berdiri saling berhadapan dari jarak yang cukup jauh. kami sadar jika kami bukan sepasang kekasih seperti dulu yang dengan tak tahu malunya saling menempel.

"Memang kakak ingin aku berubah seperti apa? cat woman?" candaku. sebetulnya itu hanya alibi untuk menutup kegugupanku.

Debar jantungku semakin tak terkontrol. aku takut pria di hadapanku dapat mendengarnya. aku pasti sangat malu jika ia sampai mengetahui perasaanku sebenarnya. perasaan yang sama dengan yang kumiliki sejak pertama kali kami bertemu.

Kecanggungan kembali terjadi. kami berdiri bersisian di tepi kolam. semilir angin malam membuai dengan lembutnya. menerbangkan surai-surai panjangku.

Jika dulu ia melihatku kerepotan karena rambutku yang sangat mengganggu, maka dengan cekatan ia akan mengikatnya dengan sepucuk sapu tangan miliknya. aku akan sangat bahagia karenanya. perhatian kecil yang selalu mampu menambah rasa cintaku.

"Aku sama sekali tak ingin kamu berubah. karena aku juga tak pernah berubah."

Sebuah jawaban yang mampu membuat jiwaku bergetar. apa itu artinya ia masih memiliki perasaan yang sama denganku. ah, aku tak mau membayangkannya. terlalu menyakitkan jika semua itu ternyata bohong.

"Kakak belum menjawab pertanyaan ku." Kembali ku ulang pertanyaan itu.

"Yang mana?"

"Kabar kakak."

"Oh itu, ya kakak baik. kapan kamu pulang?"

"Kemarin." memang selama setahun ini tak pernah sekalipun aku menjejakkan kakiku di tanah air.

Aku merasa malu dan sangat bodoh atas tindakanku waktu itu. tak seharusnya aku mengambil keputusan sendiri. meskipun ia juga menyetujuinya saat itu juga.

"Apa kau akan kembali ke Kanada?"

"Jika aku jawab 'iya' apa kau akan mencegahku pergi? betapa inginnya aku melontarkan pertanyaan itu. namun sayang kalimat itu berakhir dengan Saliva yang ku telan dengan sangat susah.

"Aku akan di sini sebentar" Jawabku akhirnya.

Entah kenapa aku memilih untuk menjawab dengan kata-kata itu. apa aku berharap kami akan kembali seperti dulu. ah aku malu sendiri di buatnya.

Malam yang semakin larut menenggelamkan kami dalam cerita. dan tanpa kami sadari, kami kembali seperti dulu bebas berkata dan cerita tapi tidak dalam cinta.

Kami menghabiskan sisa waktu dalam pesta dengan saling bertukar kisah. sekarang kami sudah layak untuk di sebut sebagai teman. saling berbagi pengalaman.

"Fikirkan tawaranku. kau tak perlu lari lagi. aku tak akan mengganggumu jika kau tak memberi izin." ucapnya sebelum kami berpisah di akhir pesta itu.

"Akan aku fikirkan." jawabku akhirnya.

Sebenarnya aku belum terlalu siap jika harus sering bertemu dengannya. aku takut perasaan yang dengan susah payah ku basmi akan muncul kembali. aku takut untuk kembali berharap. mengharapkan yang bisa dengan mudah ku dapatkan. namun sulit untuk memilikinya. masalah kami terlalu rumit hingga aku tak sanggup untuk mengingatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status