Share

Part. 7

Happy Reading...

POV. Satria.

Sinar mentari pagi menyapa wajahku, saat aku pergi meninggalkan rumah kontrakan yang kami tinggali bersama.

Pagi ini aku kesiangan karena selepas subuhan aku tidur lagi. Rumah ini baru kami tempati seminggu yang lalu. Heru, Taufan dan aku, kami sepakat untuk menyewa rumah bertiga agar bisa lebih nyaman kami tinggali. dari pada harus menyewa satu kamar yang sempit dan kami harus berbagi tempat untuk yang lainnya.

Entah karena aku terlalu penat atau aku yang tak bisa tidur karena dia yang mengganggu ku lewat bayangannya. hingga pagi ini untuk pertama kalinya seorang Satria harus mandi bebek. jika teman-temanku sampai tahu, sudah pasti mereka akan mengejekku habis-habisan.

Dengan sedikit kencang aku memacu kuda Besi ku. membelah jalanan pagi yang masih padat oleh kendaraan lain. dan akhirnya aku sudah sampai di sekitar perusahaan dan aku memacu motorku dengan sedikit pelan.

"Assalamu'alaikum pak Rowi." Ucapku pada satpam yang aku lewati di depan pos pertama.

"W*'alaikum Salam, tumben telat mas?" jawab pria berusia limah puluh tahunan itu. meski usianya sudah setengah abad, namun fisiknya masih sangat bugar. terlihat dari tubuhnya yang masih tegap.

"Iya, kesiangan pak!" Jawabku sambil menscan barcode dari ID ku.

"Satria kesiangan? wah ini merupakan berita yang baru kali ini aku dengar." Timpal teman seprofesinya yang sedikit lebih muda darinya.

"Iya pak Narmo, mungkin terlalu lelah jadinya sering tak bisa tidur." Jawabku sambil duduk lagi di atas jok motorku dan menghidupkannya.

"Sudah saatnya kamu cari guling baru Satria!" Timpal Udin, seorang Ob yang sedang mengambil gelas kopi bekas satpam yang shift malam.

"Iya Din, kamu benar. di rumah kontrakan ku memang tak tersedia guling." Jawabku tanpa rasa curiga sedikitpun kemana arah pembicaraan mereka.

"Gulingnya yang bisa bernafas Satria, biar bisa bangunin kamu." Ucap pria berkemeja biru yang di kombinasikan warna kuning pada bagian lengannya itu.

Seketika Pos depan langsung riuh mendengar jawaban Udin. dan aku langsung mengerti apa yang ia maksud dengan guling yang bisa bernafas itu. aku hanya mampu mengulas senyum tipis. malu rasanya jika jadi bahan gurauan teman-teman. apalagi jika mereka tau alasan kenapa aku terlambat dan kenapa sampai saat ini aku masih melajang.

Hingga selama lima menit aku masih berada di sana, meladeni gurauan tak masuk akal mereka. tak seperti biasanya aku langsung pergi ke gedung Utara, tempat dimana department ku berada.

Hingga suara deru mobil membuat kami harus menoleh berjamaah. dan kulihat kembali mobil yang semalam melintas di belakangku saat kami bertiga sedang asik makan nasi goreng di ujung gang tempat tinggalku.

Mobil itu melaju kencang memasuki area kantor yang berada sekitar lima ratus meter dari gerbang depan.

Shit! Aku kepergok masih berada di sini olehnya. pasti dia akan berfikir bahwa aku adalah karyawan yang malas. karena jam segini masih berada di luar gedung.

Eh, tunggu. ini bukan jam masuk para staff kantor. jam kerja mereka masih satu jam lagi, lalu kenapa Dia sudah berada di sini saja. apa mungkin ada perubahan jam kerja tapi aku tidak tahu.

Ah sudah lah, tak perlu aku pikirkan.yang penting aku tidak terlambat. masih ada waktu sepuluh menit untuk aku menyiapkan bahan untuk hari ini.

Ku kendarai motor ku dengan pelan menuju tempat parkir khusus staff dan sepertinya sudah penuh. ini salahku aku tidak dapat tempat parkir yang teduh. kasihan sekali motorku yang sekeren ini harus berada di bawah terik untuk beberapa jam ke depan.

Ku ayunkan langkah menuju ke gudang, tempatku mengais Rezeki selama tiga tahun ini. dan kulihat juga dia sedang berjalan ke arah yang sama. ke arah gudang.

Ya Tuhan, seketika aku kalang kabut dalam hatiku. tapi aku tetap tenang dalam langkahku. jika pagi ini aku kena semprot bahkan SP karena kepergok masih mengobrol, itu artinya aku sedang apes. tidak ada hubungannya dengan mimpiku semalam. mimpi saat dia datang padaku dan tersenyum, lalu mencium punggung tanganku tahzim. gila, aku pasti gila jika terlalu mempercayai mimpi.

Dia sudah sampai terlebih dahulu di dalam gudang. ku lihat di berdiri di sana sambil menenteng sebuah paper bag yang tengah berbicara dengan Heru. temanku yang bertanggung jawab untuk mengatur keluar masuknya barang setelah aku memberinya nota. begitulah aturan pabrik, memang sedikit rumit.

"Selamat pagi bu!" Sapa ku formal. ia hanya menoleh sebentar lalu merogoh paper bag di tangannya.

"Bisakah kau memberiku Behel seperti ini." tunjuknya pada accessories tas di tangannya.

"Maaf." ucapku kikuk.

Aku mengambilnya di tangannya dan tanpa sengaja tangan kami bersentuhan. percayalah itu sesuatu yang membuat darahku berdesir dan dadaku berdebar lebih kencang dari dari biasanya. entah karena takutku di anggap tak sopan atau aku yang tengah terpesona dan hampir terpikat olehnya.

Dia hanya mengulas senyum sebentar namun itu cukup untukku merasa bahwa waktu juga memberikan jeda agar menikmati senyum indah itu.

Wajah cantiknya yang menurutku di balut oleh kesombongan itu raib entah entah kemana saat itu. ah! aku tak memikirkannya. yang terpenting aku dapat menikmati kebersamaan kami yang sekilas ini.

"Apakah ini akan menjadi target kita selanjutnya, Bu" ucapku formal di sertai gurauan untuk memecah kecanggungan kami.

"Jangan mengejekku, atau aku akan memberikan SP untukmu." Ucapnya garang penuh ancaman tapi dia cemberut manja. Hey, tak tahukah dia jika perbuatannya itu membuatku ingin memakannya.

Aku terkekeh, gemes sekali melihatnya. bibir merah alaminya membuatku gagal fokus.

"Itu tas kesayanganku, hadiah dari seorang teman. jadi aku sedih saat melihat talinya rusak." Dia menjelaskan. namun fokusku pada bibirnya yang sedang bergerak saat menerangkannya.

"Baiklah, sesuai perintahmu saya akan memperbaikinya." Aku membawa tas nya yang ia bilang kesayangannya itu ke meja kerjaku.

Tas kesayangan? haruskah aku cemburu pada sebuah tas? menggelikan sekali.

"Kenapa harus kau? bukankah kau banyak pekerjaan?" Protesnya.

"Mereka juga banyak pekerjaan, atau anda ingin melakukannya sendiri?" tawarku dengan sedikit senyum untuk menggodanya.

"Jika kau mengejekku sekali lagi, aku akan benar-benar memberi mu SP atau bahkan menskors mu." ancamnya lagi. lagi dan lagi aku melihatnya cemberut. lalu dengan begitu saja ia meninggalkan aku yang masih memegang tas kesayangannya.

"Sepertinya yang asing sudah tak asing lagi nih." ejek Heru setelah kepergian direktur cantik itu.

"Dia bukan orang asing dan tak pernah menjadi orang asing" ucapku menimpali candaan Heru.

"Setidaknya di hatiku." Batinku meneruskan.

"Ya... ya.. ya... yang sudah saling menyentuh." goda Heru lagi.

"Ngomong apa kamu Heru!" Hardik ku garang sambil membuka laci tempat penyimpanan accessories.

"Apalah.. apalah..." ucapnya lagi sambil ngeloyor pergi. aku hanya menggeleng atas bualannya itu. meskipun itu benar adanya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status