Keadaan sudah sangat berantakan saat Jared Filmore tiba di rumah. Keterkejutannya mencapai level tertinggi.
Saat mendapat kabar dari istrinya--Erica Filmore, Jared mencemaskan keluarga dan orang-orangnya akan habis karena serangan mendadak itu, tapi yang didapati justru kebalikannya. Semua dalam keadaan baik, kecuali satu pengawal dan seorang pelayan wanita. Mereka mati dengan beberapa tusukan, sisanya mendapat luka-luka yang masih bisa diselamatkan oleh medis.Para penyerang telah ditangkap dan ditangani oleh para anak buah Jared dari kesatuan pengamanan yang dia bentuk secara rahasia, sebut saja Phantom.Saat ini di ruang kerja pribadinya."Mereka dari Crescent Moon."Jared Filmore melengak pada wajah pria yang berdiri di seberang mejanya. "Crescent Moon?" ulangnya sembari mengernyit tipis, berpikir mungkin salah mendengar."Benar, Tuan Presiden." Pria itu--Demian Goon, menganggukkan kepalanya. "Tindakan penyerangan itu dipicu oleh masalah jatuhan hukuman mati atas Christianson, wakil ketua klan mereka. Mereka marah karena berkas pengajuan banding ditolak pengadilan, dan Anda bahkan menandatangi berkas persetujuan hukuman itu dipercepat. Karena itu, Anda menjadi subjek utama yang mereka incar," jelasnya.Wajah Jared menegang sesaat karena terkejut, lalu merunduk seraya mengembuskan napas kasar dari mulutnya. "Aku sudah menduga pemberontakan ini akan terjadi," katanya dengan suara pelan, kemudian kembali mengangkat wajah, menatap pria di hadapannya. "Goon.""Iya, Tuan Presiden." Goon bersiap dengan perintah.Tapi Jared Filmore malah terdiam. Iris matanya menunjukkan ketakutan yang tak sederhana, Goon bisa menilai itu.Adalah keputusan besar saat Jared menandatangi berkas percepatan hukuman mati atas Christianson.Christian sendiri adalah wakil ketua dari Crescent Moon, sebuah klan yang terkenal dengan kekuatan dan kesadisannya. Tak banyak yang berani menentang mereka. Tapi hukum tetap harus menonjolkan eksistensi keadilannya.Dan sebagai presiden, Jared tak diperkenankan untuk takut, dia harus bersikap bijak dan profesional dalam setiap keputusan. Yang dilakukannya adalah demi kebaikan semua orang agar tak lagi berlaku kejadian serupa.Christianson menghabisi anak seorang menteri dengan siksa dan pelecehan. Selain itu, dia juga terlibat dalam aksi pengeboman di dermaga kapal bertahun silam, itu baru terungkap belum lama belakangan ini.Cukup dengan perdebatan di pikirannya, Jared mendorong mulutnya untuk bersuara, yang sebenarnya lebih terdengar seperti sebuah permintaan, "Tolong rahasiakan penyerangan ini dari publik, senyapkan dari media. Aku tak ingin masalahnya semakin lebar dan memicu hal yang lebih besar."Dengan penuh hormat Goon menyahut, "Baik, Tuan.""Aku percaya padamu. Kau boleh pergi."Goon mengangguk, dia akan berbalik untuk pergi, tapi ... "Umm, maaf. Ada satu hal lagi yang sepertinya perlu Anda ketahui, Tuan Presiden," katanya, kembali meluruskan hadap pada presiden.Jared mengerut kening memberi tatapan ingin tahu. "Katakan."Sejenak Goon terdiam, ada sesuatu yang mengganjal di hati pria itu sebenarnya. Sebentuk perasaan gagal sebagai pemimpin pasukan. Tapi tak akan baik akhirnya jika tidak dia ungkapkan sekarang. Jared pasti akan kecewa jika kelak mengetahui dari orang lain.Akhirnya Goon beranikan diri untuk mengungkap, "Hampir enam puluh persen dari para penyerang itu ... diselesaikan oleh tangan pemuda yang Anda panggil untuk melukis dinding di lantai empat.""APA?!"----------------Waktu menunjuk angka dua dini hari saat sepasang kaki Art tiba di apartemen milik kekasihnya--Hanna Milton. Sebuah apartemen tua yang masuh mempertahankan gaya dan arsitektur lama.Puluhan detik ia habiskan hanya berdiri diam di depan pintu.Ini bukan waktu yang baik untuk bertamu, Art tahu itu. Tapi ia merasa ini adalah tempat yang tepat untuk dituju selain rumah yang jauh di timur kota.Habis untuk berpikir, akhirnya ia memaksakan diri untuk menekan bell, tak peduli lagi akan mengganggu pemiliknya atau tidak.Tiga kali banyaknya, barulah Hanna membukakan pintu."Art!"Teguran bernada terkejut itu disikapi Art dengan senyuman konyol. "Hi, Sayang."Hanna menyapu penampilan kekasihnya dari ujung rambut hingga ujung kaki, terlihat ... lumayan berantakan."Apa yang--""Aku ingin menginap untuk malam ini!" Art memotong cepat seraya melangkah masuk melewati Hanna tanpa dipersilakan. "Dan pinjamkan aku kaosmu yang sedikit besar."Hanna menatap bingung, terdiam di tempat belum beranjak selain kepalanya yang mengikuti pergerakan pria itu. "Ada apa dengannya?" Akhirnya dia memutuskan untuk bertanya nanti. Kelelahan di wajah Art juga lumayan membuatnya iba. Pria itu perlu tidur.*****Lantai tiga kediaman presiden, adalah lantai yang tak sembarang orang bisa menginjaknya, termasuk para pelayan dan petugas kebersihan yang dasarnya memang bekerja di sana. Mereka harus mendapat perintah dulu, baru diperkenankan.Lantai itu adalah hunian pribadi milik istri presiden--Erica Filmore. Dia meminta demikian karena banyak alasan, dan Jared mengabulkannya.Untuk sampai di lantai empat, semua orang harus menggunakan elevator, tak boleh sedikit pun menginjak ranah pribadi Erica di lantai tiga, kecuali Jared sendiri. Jika membutuhkan pelayanan istrinya, pria itu akan datang dengan waktu yang sudah terjadwal dengan sangat apik.Seaneh itu.Tapi malam tadi, seorang pemuda tak dikenal justru memasuki hunian itu dengan cara santai, membuat seorang Erica kelabakan seperti melihat hantu."Temukan pemuda itu, lalu habisi!" Pasang mata Erica memerah geram.Perintah segera disahuti oleh lawan bicaranya. "Baik, Nyonya."Dia adalah Husky, orang terkuat tunggal yang paling dipercaya Erica. Husky bukan dari Phantom yang dikendalikan Demian Goon di bawah naungan Jared Filmore, Erica membawanya entah dari mana.Seorang pria lain datang menggantikan Husky yang baru saja berlalu. Dia mendekat pada Erica kemudian duduk di sebelahnya."Kau harus, Tenang, Eri. Jangan sampai menunjukkan kecemasanmu pada semua orang. Itu akan sangat merugikanmu. Aku dan Husky akan berusaha mencari dan mendapatkan orang itu, hidup atau mati." Pipi Erica dibelainya mesra tanpa ada canggung seperti mana harusnya pada atasan.John Moorder, pria yang semalam bersenang-senang dengan Erica. Dia adalah salah seorang kepercayaan Jared untuk menjadi pengawal istrinya. Tapi siapa sangka, kepercayaan itu justru berubah tema menjadi hal yang menjijikkan, 'selingkuhan'.Erica Filmore menatapnya tak yakin. "Lakukan dulu tugasmu dengan baik dan bersih. Aku tidak mau kejadian semalam tersebar ke masyarakat dan menghancurkanku, hanya karena dilihat oleh satu orang cecunguk yang tak berarti."John tersenyum seraya mengelus punggung tangan Erica, mentransfer ketenangan."Aku sudah mencari tahu. Dia adalah pelukis yang ditemui Tuan Presiden dua hari lalu, dan semalam dia memenuhi panggilan suamimu. Kau tenang saja, Eri. Dia akan sangat mudah ditemukan tanpa bersusah payah. Kau akan mendapatkan kabar baik dariku tak lama lagi."Kalimat itu sepertinya sedikit berhasil memberi ketenangan pada Erica. "Baiklah, John, aku percaya padamu. Setidaknya untuk sementara. Tapi untuk menguatkan keberhasilan pekerjaanmu nanti ... bawa sepotong telapak tangannya padaku."Perkelahian sengit terjadi di bawah terowongan rel kereta api, pukul sembilan waktu setempat. Satu lawan empat. “JANGAN LARI KAU, BEDEBAH!!!” Satu meneriaki dengan suara keras, lalu mengejar. “KEMBALIKAN TAS ITU PADA KAMI!” Lawan tunggalnya terus berlari menembus gelap tak peduli suara-suara rusuh di belakangnya. Sebuah tas hitam berukuran 30x20 senti ikut berjoged di tangan kanan, terayun terombang-ambing namun tetap dipertahankan. “Ck! Kemana larinya sialan itu?!” Dua dari empat orang yang tersisa berkeliling badan mengedar tempat, setelah dua lainnya pingsan lebih dulu habis dihajar musuh yang hanya satu. Tak mereka dapati orang yang sedang mereka kejar, tiba-tiba saja menghilang entah kemana. Namun detik berikutnya .... HAPP! DUGG! Setungkai kaki panjang entah dari mana munculnya menendang dua orang tadi sekaligus. Keduanya tersungkur sampai ke tengah rel. Ternyata orang itu bersembunyi, menunggu lawannya lengah. “Keparat!” teriak salah satunya seraya mengusap cairan mera
“Apa alasan Anda begitu percaya pada anak itu, Ketua?” Sargas bertanya pada Jared, ingin tahu. Saat di markas besar Phantom, Jared bukan lagi seorang presiden, melainkan ketua Phantom, itulah alasan panggilan Sargas sesaat lalu. Acara sarapan pagi baru saja usai. Ternyata tidak ada pembahasan penting apa pun seperti yang dikatakan Jared. Art hanya diperkenalkan dengan Awan Ketujuh--lantai ajaib Phantom. Dan anak itu baru saja berlalu dari ruangan bersama Demian Goon. Jared tersenyum, dia sudah paham benar apa yang ada dalam pikiran dan pandangan Sargas terhadap Art. Pria kacamata itu belum bisa mempercayai, terlebih Art hanya anggota baru yang bahkan belum genap enam bulan bergabung dengan Phantom Security. “Dia pelindung putriku. Aku hanya menghargai pekerjaannya,” jawab Jared, masih santai. “Dengan mempersembahkan Awan Ketujuh?” sergah Sargas, keberatan. “Ya,” jawab Jared. “Dia pantas mendapatkan penghargaan ini.” “Tapi, Ketua--” “Berulang kali putriku dicelakai musuh, berul
Menyadari dirinya melewati batas, Art segera menjauhkan diri. Baju depan Krystal yang kancingnya sudah dibuka tiga oleh tangannya, dia rapikan lagi.“Maaf, aku hanya terbawa suasana, aku tidak bermaksud begitu,” ujarnya menyesali. Mulanya dia berniat bangkit, berjalan-jalan untuk setidaknya membuang keinginan kuat dari kelelakiannya, namun ....“Art!”Krystal menahan tangannya.Mereka bersitatap lagi.“Aku tidak keberatan!” kata Krystal, lalu menelan ludah setelahnya, merasa ganjil menyikapi dirinya sendiri.Art mengerut kening. “Maksudmu?”Sesaat Krystal terdiam. Bibirnya bergerak-gerak, ragu untuk berkata. Napas dipautnya sebentar, modal mendorong diri dan suaranya agar keluar. Sampai kemudian .... “Aku tidak keberatan melakukan hal yang tadi. Bukankah kita ....” Rasa ragu itu muncul lagi, namun tak lama .... “suami istri?” tandasnya.Demi apa pun Art terkejut, tak menyangka dia akan mendengar itu dari mulut seorang Krystal yang dasarnya begitu takut dengan hubungan demikian dengan
“Bagaimana bisa ada ular sebesar itu di dalam mobil?” Art berkicau tak habis pikir.Saat ini dia dan Krystal sudah berada di dalam kendaraan yang sama, mulai melaju meninggalkan area danau.“Mungkin terjatuh dari pohon.”Menanggapi asumsi Krystal, pikiran Art bergerak mundur ke pemandangan tempat di mana mobil dia parkirkan tadi.“Tidak mungkin!” sanggahnya setelah dengan jelas meraih ingatan, hanya berlangsung tujuh detik saja. “Pohon sekurus itu tidak akan mungkin menampung ular sebesar tadi. Jika dari danau, tidak ada bekas di rerumputan pergerakannya.”Ukuran phyton itu sebesar betisnya, panjang dan bertenaga, sementara pohon yang disebut Krystal terlihat tak memungkinkan. Daunnya saja hampir botak. Pohon lain lebih sehat bahkan berjauhan jarak.“Huh, lebih jelasnya ular itu sedang berjemur!” sungut Art, kesal sendiri.Krystal terkekeh tanpa suara.Art sempat kesulitan menyingkirkannya karena sang reptil terus berontak dan berusaha ingin melilit. Beruntung dia punya banyak cara. S
Selepas dari kegiatan mengunjungi anak-anak di panti asuhan siang ini, Krystal meminta Art berbelok ke suatu arah di mana ada hamparan Danau Biru menguasai sebuah wilayah di timur Arvis.“Kenapa tiba-tiba ingin ke sini?” tanya Art, ingin tahu. Dia menurunkan tubuh, ikut duduk seperti Krystal di bawah pohon tepian danau.“Udara segar di sini membuatku tenang,” jawab Krystal tanpa mengalihkan tatapan dari depan. “Saat kecil aku sering ke sini bersama Ibu.” Bibirnya menarik senyum, membayangkan masa-masa berkesan itu.Dia sudah bisa mengatur perasaan di hadapan Art. Lebih tenang dan biasa tanpa ada letupan di dalam dada.Art mengangguk sekali sebagai tanggapan. “Sayang sekali kita tidak membawa makanan, minuman, buah-buahan dan alas duduk.”“Kau benar. Andai mereka ada, ini akan terlihat seperti piknik sungguhan.” Krystal sependapat.“Memang sungguhan," sanggah Art. “Hanya makan minum dan alas duduk yang membedakan.”Krystal tersenyum sedikit lebih lebar kali ini.Dalam beberapa saat ked
Selang dua hari kemudian ....Suara derap langkah kaki milik Mesach Shiloh menggema di sebuah lahan sepi jauh dari pedesaan Nadav, kemudian melambat, kaku dan membelalak setelah penglihatannya dikuasai sesuatu beberapa meter di depan sana.Beberapa saat Shiloh membeku, sementara isi kepala terus mencerna keadaan.Pohon yang hanya berdiameter kurang lebih tiga puluh senti beberapa jarak di depan, mengekang seseorang dengan seutas ikatan di batang induk berserat kasar.“Dia benar-benar menepati janjinya,” gumam Shiloh, takjub, juga sedikit masih tidak percaya.Dia yang dimaksudnya tentu adalah Art.Orang itu, pria yang diikat di badan pohon itu ... adalah orang yang telah membuat putri Shiloh menetap di rumah sakit jiwa hingga sekarang. Dia adalah si perampok sekaligus pemerkosa yang sudah tiga tahun ini buron, selalu beruntung dan lolos dari kejaran polisi.Tapi Art ... semudah ini anak itu menangkapnya. Bagaimana bisa?“Tuhan memberkati melalui tanganmu, Anak Muda.”Ponsel di saku Shi