Share

Dipertemukan Oleh Takdir

Pagi hari telah muncul. Allen sih Gadis yang sudah terbiasa bangun pagi jam 05:00 subuh, hanya untuk membantu Bibi yang ia sayangi itu.

"Bi? Ini sudah jam 06:00. Aku bangunin Alana dulu yah?" ucap Allen.

"Iyah Non." ucapnya.

Lalu Allen pun pergi naik keatas, tempat dimana Alana berada. Allen sudah selesai mandi dan bersih-bersih. 

"Alana..." panggil Allen dari luar pintu karena takut Alana marah.

"Lan? Alana? Bangun. Ini sudah jam 06:00. Kamu harus siap-siap. Hari ini kita upacara." ucap Allen.

"Sshht! Bising tau nggak Len?!" teriak Alana marah.

"Maaf Lan. Tapi ini sudah pagi." ucap Allen.

"Issh! Siapa bilang ini masih subuh?! Bising tau nggak?!" sentak Alana lagi.

"Lan?"

"DIAM!!!" teriak Alana sekuat mungkin.

"Ada apa ini? Kenapa Alana teriak-teriak? Apa yang telah kamu lakukan padanya Allen?" tanyanya.

"Ibu? Tidak kok Bu. Allen nggak ngapa-ngapain. Allen hanya nyuruh Alana buat siap-siap untuk pergi ke sekolah, agar tidak terlambat." jelas Allen.

"Yasudah. Kamu sana, nanti saya bangunin sendiri. Lagian, kalau Alana nggak mau ke sekolah jangan dipaksakan." tegasnya mendukung sifat Alana.

"Iyah Bu. Maaf." ucap Allen menunduk.

"Jadi, lebih baik kamu pergi saja diluan sana. Juga, kamu pake sepeda kamu saja. Jangan pakai Taksi atau bahkan Motor juga Mobil. Oke? Mengerti'kan?!" tegasnya jutek.

"I--iyah Bu. Allen pergi ke sekolah diluan yah Bu?" pamit Allen ingin menyalami tangan Ibu'nya.

"Yasudah sana! Nggak perlu pake salam-salaman yah?! Saya najis dipegang sama kamu! Lagian dari dulu kamu nggak pernah menyalam saya, dan saya juga tidak sudi salaman dengan kamu!" ucapnya tegas.

Ingin sekali air mata Allen jatuh ke pipinya dan mengatakan bahwa 'Apa salahku sebagai seorang anak? Apa aku mempunyai sebuah kesalahan yang sangat fatal, sehingga kedua oangtuaku bahkan saudaraku sendiri membenci diriku sampai segininya?' Itulah yang ingin diteriaki Allen saat ini juga.

Allen hanyalah seorang gadis yang tidak bersalah. Dari lahir sampai sekarang, tidak pernah merasakan apa atau bagaimana rasanya kasih sayang seorang orangtua kandung.

Allen cukup bersabar saja. Allen percaya, bahwa ada waktunya untuk ia bahagia melebihi dari apa yang ada di Dunia ini. Allen hanya ingin dihargai dan dilihat oleh seluruh keluarga yang ia sayangi.

Hanya saja, mungkin bukan sekarang. Mungkin dimasa yang akan datang lagi. Allen akan menunggu itu, kapan pun itu datang.

"Ma--maaf Bu. Maaffin Allen karena sudah lancang ingin menyentuh tangan Ibu." cicit Allen sembari menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Yasudah sana! Nggak perlu disini! Sana! Kamu ini! Pagi-pagi bukannya bikin saya bahagia, malah bikin saya emosi secara mendadak! Dasar anak siallan!" ucapnya dengan tegas dan jutek.

"Iyah Bu. Maaf sekali lagi. Allen pergi dulu yah Bu? Selama Pagi." ucap Allen.

"Hmmm." dehemnya.

Allen pun berlari menuju kamarnya yang dibawah. Bibi sangat terkejut saat melihat Allen berlari dengan air mata yang ditahan dari ekor matanya, agar tidak terjatuh dan mengecewakan dirinya lagi seperti kemarin-kemarin. 

"Allen? Non Allen? Non Allen baik-baik saja'kan?" tanya Bibi dari luar kamar Allen sembari berteriak memanggilnya.

"Non Allen?" panggilnya lagi.

"Pergilah Bi! Allen mau sendirian dulu." ucap Allen berteriak dengan nada halusnya.

"Tapi Non? Yasudahlah. Bibi ke dapur lagi yah Non?" pamitnya.

Bibi pun pergi meninggalkan kamar Allen. Sedangkan Allen sedang meratapi nasibnya didepan kaca kamar mandinya sendiri. Allen mulai menangis meratapi dirinya sendiri.

"Terkadang, kehidupan mengecewakan yah? Tidak pagi, siang, sore, atau bahkan malam juga. Apa semua waktu dan hari mengecewakan seperti ini? Ha? Apa aku adalah seorang gadis yang tidak diinginkan seluruh keluargaku? Bahkan aku seperti terbuang dari keluargaku sendiri. Hhhh....! Aku... aku adalah anak yang tidak diinginkan bukan? Apa sebenarnya yang terjadi sebelum aku dilahirkan ke dunia ini? Apa aku berbuat salah dirahim Ibu'ku dulu?" bisik Allen sembari menangis dan mengepalkan tangannya untuk tidak mengeluarkan suara tangisannya.

Allen menangis secara diam-diam, supaya Bibi tidak khawatir dengan dirinya. Allen mencoba untuk mengatur nafasnya dan membersihkan dirinya lagi. Setelah itu, Allen turun kebawah dan pergi ke sekolah dengan sepedanya, tanpa berpamitan dengan Bibi.

Sedangkan Bibi sedikit bingung dengan tingkah laku Allen hari ini. Tetapi Bibi yakin, bahwa Allen dalam masalah yang membuatnya menjadi mengucilkan dirinya sendiri.

Bibi bergumam saat Allen sudah pergi dari perkarangan rumah. "Bibi nggak tau apa yang Non Allen alami dan Non Allen rasain untuk saat ini. Tapi? Bibi yakin, bahwa Non Allen sedang dalam tekanan yang tidak jauh dari keluarga'kan? Bibi mengerti itu sebelum Non Allen lahir ke Dunia ini. Bibi hanya berharap, bahwa Non Allen tetap menjadi Non Allen yang gagah dan pemberani juga pintar untuk menghadapi seluruh masalah yang tidak adil ini bagi setiap manusia Non. Semangat!" 

..................

Saat ini, Allen sedang mengendarai sepeda motornya. Allen menatap kedepan dengan tatapan yang kosong. Allen kembali terngiang dengan ucapan Ibunya tadi.

"Aku harus kuat demi hidupku!" guman Allen.

"Yah! Harus!" batin Allen kembali bersemangat lagi.

Saat Allen mengendarai sepeda motornya. Ada seorang lelaki yang berhenti dengan mobilnya. Sepertinya, mobil yang ia pakai mogok. Allen berhenti bersepeda saat melihat seragam lelaki itu mirip dengan seragam yang ia pegang.

"Eh? Itu bukannya seragam satu sekolah ku yah?" gumam Allen sembari berhenti dan mengamatinya.

"Iyah deh! Samperin ahk. Manatau dia butuh bantuan'kan? Kasihan, dia satu sekolahku." ucap Allen berbaik hati.

Lalu, Allen pun menghampiri lelaki itu. Allen meletakkan sepedanya didepan mobil lelaki itu. Sedangkan lelaki itu sedikit bingung dengan kedatangan Allen.

"Hai?" sapa Allen.

"H--hai?" canggungnya saat melihat wajah Allen yang berbeda dari orang lain.

"Jangan lihat wajahku. Aku tau wajahku menjijikan seperti yang dikatakan keluargaku." jujur Allen.

"Eh? Sorry-sorry. Btw lu siapa? Trus ngapain kesini? Trus itu kok seragam kita sama? Apa kita satu sekolah'kah?" tanyanya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Aduhh! Kalau bertanya itu satu-satu dulu napa sih? Santai aja! Aku bukan penerkam manusia kok." ucap Allen dengan senyuman kecilnya.

"Eh? Iyah. Nama lu siapa?" tanyanya.

"Nama gua Allen Zaleska. Lu?" tanya Allen.

"Gua Argan. Maksudnya Argan Yehezkiel. Btw, apa kita satu sekolah?" tanyanya lagi.

"Hmm? Gua bersekolah di sekolah SMA Persatuan. Lu jugakah? Karena seragam kita sama." ucap Allen.

"Ha? Iyah! Gua juga bersekolah disitu. Kok bisa sama yah?" ucapnya.

"Ntahlah. Yang penting sekarang, ini mobil lu kenapa berhenti disini?" tanya Allen tuduh poin.

"Yang pastinya, mobil gua mogok! Udah itu aja!"

"Lah? Gua udah tau!"

NOTE : 'Kehidupan seperti roda yang berputar. Kebahagian akan datang bersama dengan Takdirmu. Takdirmu tidak akan pernah berubah, sebelum kau yang berubah. Jadi, tetap percaya dan tetap berusaha agar kau tidak jatuh kedalam Takdir yang mengerikan.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status