Uraaaaa, kenapa kamu manyun gitu, beb?" Donita mencubit gemas pipi Azzura. Rekan satu tim-nya itu baru saja masuk ke dalam ruangan.
Wangi parfum ciri khas Donita semerbak menyerbu indera penciuman."Hei ... Hallo," Donita kembali mencubit gemas pipi Azzura.Dulu, Azzura pernah bekerja sebagai salah satu team pemasaran konter parfum. Jadi bisa dimaklum, jika dia bisa sedikit menilai karakter seseorang dari wangi parfum yang dipakainya.Sejak memakai parfum salah satu produksi 'GA' itu, Donita tidak pernah mau berganti merk lain.Menurut Azzura, parfum itu cocok dengan karakter Donita, wanita dengan pemikiran yang luas dan senang menjalin pertemanan dengan siapa pun.Azzura yang sedang asyik menjelajah dunia maya, hanya bisa pasrah saat pipinya ditarik gemas berulang kali oleh Donita. Bibirnya makin mengerucut maju. "Donita! Sakit tahu, ih!" tangannya mengusap kedua pipinya.Donita tertawa melihat Azzura yang makin manyun, "elo sih, tumben banget, gue dateng kok nggak disambut. Biasanya kan elo yang paling bersuka cita kalo lihat gue dateng." imbuhnya sambil pura-pura ngambek."Idih, lebay! Lagi sebel tahu nggak!" nada suara Azzura terdengar kesal."Sebel? Sama? Pak Aydan?" kening Donita berkerut, "kenapa lagi sekarang, dia ngasih elo tugas yang nggak masuk akal dan di luar nalar lagi?"Azzura terkekeh, "kalo itu sih, udah biasa Ta. Bukan gara-gara si bos bawel. Coba tebak, kira-kira hal apa yang bisa bikin mood gue ancur berantakan seketika?"Donita memasang wajah serius, seperti sedang ikut acara kuis berhadiah mie instan satu dus."Ehm, apa ih? Mimpi-in si kampret?" Azzura otomatis melotot saat Donita mengucap kata terlarang itu, "ooh, bukan ya? Hmm, apa dong? Kasih petunjuk dikit deh! Sejenis orang atau apa gitu?" Donita memelas."Cara nyinyirnya setipe sama akun gosip lambe turbo, yang pasti masih berjenis manusia biasa, dengan tingkat julid dan nyinyir level dewa!" Azzura terdengar kesal."Aaaah, iya, iya, paham paham! Pasti Tante kesayangan elo, kan? Ha ha ha ha!" Donita terbahak-bahak, "gue yakin itu dia! Yang bisa bikin mood sahabat kesayangan gue jadi kayak kerupuk melempem begini, gue yakin cuma dia, the one and only Tan-tan Onti!"Azzura terkekeh, melihat Donita yang berhasil menemukan penyebabnya jadi bad mood."Yup! Bener banget! Tante Tania semalem dateng. Abis dari nengok si Sabrina." Azzura menyebut nama saudara sepupunya, anak Tante Tania, yang sering dijadikan bahan perbandingan dengan dirinya."Sekarang, kenapa lagi? Mau pamerin tunangan si Sabrina yang pengacara? Atau mau pamer calon rumah baru buat si Sabrina?" Donita sampai hafal, kebiasaan Tante Tania.Azzura menggeleng, "bukan itu semua! Semalam tuh ya, dia pamer kalo nanti acara nikahannya si Sabrina bakal digelar di ballroom hotel paling mewah! Kata Tante, keluarga besar si cowok mau bikin resepsi mewah dengan tiga ribu undangan! Tante Tania cerita, katanya ballroom hotel-nya mampu menampung hingga tiga ribu tamu sekaligus untuk resepsi ala cocktail dan seribu orang untuk resepsi duduk.""Eh, buset! Nggak salah? Emang keluarga si cowoknya tajir bingit, ya Ra?""Eeeheeum ...!"Sebuah suara membuat Azzura dan Donita reflek menoleh."Eeh, Pak Aydan ..." Donita langsung tersenyum dan memasang wajah tanpa dosa. Sementara Azzura tak kalah cepat berakting, memasang senyuman manis ala bintang iklan pasta gigi."Maaf ya Ibu-ibu, saya interupsi sebentar acara bergosipnya. Bisa dilanjut lagi pas jam istirahat. Ini udah masuk jam kerja lho, ya. Waktunya kalian untuk mendedikasikan diri bagi kemajuan perusahaan. Ingat, motto perusahaan kita, tumbuh dan maju bersama, bukan bergosip bersama!" Aydan menatap Azzura dan Donita bergantian."Ah, Pak Aydan, suka bener kalo ngomong." Donita terkekeh."Kamu ini, Ta! Jangan ganggu Azzura, udah sana balik ke meja kamu." Aydan mengusir Donita yang hanya cengar cengir sambil memberi kode pada Azzura agar melanjutkan acara gosipnya nanti."Ra, mana hasil riset tempat yang saya suruh cari kemarin?" Aydan kali ini menatap Azzura yang masih memasang senyum manis, "ck! Udah, deh Ra. Nggak usah pake senyum senyum begitu, malah jadi serem saya lihatnya!" Senyum Azzura langsung berubah cemberut."Nih, Pak. Udah saya cariin tempat yang cocok sama selera klien, tinggal survey langsung ke lapangan." Azzura menyerahkan map file yang berisi lembaran berkas yang tadi pagi baru saja selesai dia cetak."Ehm, besok jadwal saya gimana, Ra?" tanya Aydan sambil membolak-balik halaman kertas file yang baru saja dia terima.Dengan cekatan Azzura meraih tablet berwarna rose gold yang berisi jadwal kerja dan rutinitas harian Aydan. "Sebentar, saya cek dulu, Pak." Tangannya lincah menggeser-geser layar tablet, "jam sembilan ada zoom meeting sama pihak supplier, sekitar sampai jam sebelas-an.""Oke. Next?""Ehm ... Kosong,Pak.Sekitar sampai jam satu-an. Jam satu di restoran langganan Bapak, sudah booking makan siang untuk bahas progress, udah seminggu lalu janjian sama bu Rindi." Ujar Azzura."Nah, iya. Saya baru inget, Sore kemarin Rindi udah minta cancel acara makan siangnya, dia nggak dapet tiket pulang ke Indonesia. Ya, udah Ra. Kamu cari jadwal kosong minggu depan. Nanti kontak lagi sama Rindi buat bikin janji yang baru. Besok pagi kamu ikut saya survey ke lapangan." Aydan nampak berpikir sejenak, " ... ehm untuk Zoom meeting ... nanti bisa sambil di jalan aja."Azzura mengernyit,"lho? Kok sama saya Pak? Kan itu tugasnya Santi.""Santi sama Daniel udah saya minta survey ke tempat yang satu lagi.Ck! Kok banyak protes kamu?" Aydan berdecak pelan."Ooh, ya mana saya tahu, Pak." Azzura memasang wajah tanpa dosa."Ya, ini kan udah tahu. Jadi nggak usah protes! Besok kita berangkat jam setengah enam pagi, biar saya jemput kamu langsung ke rumah. Besok pagi jangan lupa, share lokasi alamat kamu." Aydan langsung berlalu pergi dari meja Azzura, tanpa menunggu jawaban dari Azzura. "Awas ya, jangan sampai ada alasan kesiangan! Saya jemput setengah enam, kamu harus sudah siap. Saya nggak mau ada alasan! Saya malas kalau sampai kejebak macet!" Aydan menoleh lagi, sambil setengah berseru.Azzura menghela napasnya, "iya iya, Pak. Saya nggak akan kesiangan, kok. Tenang aja ..." Lalu Azzura teringat kalau dirinya masih menginap di rumah orangtuanya. "Pak ... Maaf, tapi saya baru ingat." Aydan mengernyit heran menunggu kelanjutan kalimat Azzura, "saya lagi nginep di rumah orangtua saya ...""Ya udah nggak masalah, yang jelas, nanti kalau saya udah siap-siap on the way ke tempat kamu, saya kabarin. Terus kamu langsung share lokasi nya.""Siap Pak Bos!" Sahut Azzura sambil memberi salam hormat ala petugas upacara bendera.Aydan hanya meringis melihat kelakuan random, ciri khas Azzura.♥️♥️♥️Telepon seluler milik Aydan terus menerus berdering. Azzura, yang sedang tertidur dengan cemas berinisiatif untuk mengambil telepon itu.Dering telepon itu mau tak mau membangunkan Azzura. Dia terbangun Setelah beberapa saat. Sepertinya Aydan juga sudah tertidur. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya. Hampir pukul setengah tiga pagi.Telepon seluler milik Aydan kembali berbunyi.Apa itu bunyi alarm pengingat waktu, ya? Azzura terlihat ragu. Bunyi dering dari telepon seluler Aydan terus terdengar. Azzura takut jika suara itu mengganggu tidur bossnya dan membuat nya terbangun dari tidur.Ragu-ragu Azzura berjalan menuju ke arah telepon seluler yang sedang diisi daya di atas meja di sebelah ranjang Aydan.Azzura mengulurkan tangannya nya hendak mencoba untuk mematikan bunyi alarm. Ternyata dugaannya keliru. Itu bukan bunyi alarm pengingat, tapi panggilan video masuk dari Mama Aydan! Azzura terlihat panik. Dan yang lebih gawatnya lagi, Azzura tidak sengaja menekan tombol jawab!"Hall
Aydan sudah menghabiskan bubur yang dibuat oleh Azzura. Awalnya Aydan agak sangsi untuk mencicip bubur di hadapannya itu, sepertinya dia sedikit tidak yakin kalau bubur buatan Azzura benar-benar aman untuk dikonsumsi."Ehm, ini beneran kamu yang bikin, Ra?" Aydan menatap mangkuk buburnya yang sudah kosong di atas meja. Ternyata bubur itu rasanya cukup enak.Azzura mengernyit, "maksudnya apa ya, Pak? Apa Pak Aydan pikir saya nggak bisa masak, ya? Jangan salah ya, Pak, masak itu salah satu passion saya, lho." Azzura mencebik.Aydan terbatuk-batuk, "yaa, itu ... saya minta maaf deh ... saya kira kamu itu bukan tipe cewek yang suka berurusan dengan dapur.""Memangnya tipe saya, tipe cewek yang bagaimana, Pak?"Aydan terkekeh, "sejauh saya perhatikan, kamu ini tipe yang suka-suka dan semau gue. Cuek banget dengan urusan penampilan. Jadi ... wajar kan, kalau saya mengira kamu nggak mungkin punya hobi masak.""Dih, nggak nyambung." Azzura mencebik sambil menatap wajah Aydan yang masih terlih
Setelah berhasil mendapatkan izin untuk menggunakan dapur. Azzura segera bergegas untuk membuat makanan untuk bosnya yang sedang sakit.Azzura berjalan ke dapur milik Aydan. Setelah memeriksa isi kulkas dan memastikan bahan untuk membuat bubur tersedia. Azzura lalu Membuat Bubur yang Lembut. Supaya bosnya itu bisa makan dengan mudah.Untung saja, Azzura sudah sering membantu (baca, terpaksa membantu) mamanya masak, jadi dia tidak perlu khawatir, kalau hanya sekadar untuk memasak bubur saja.Aydan duduk bersandar di atas kasur dengan ponsel di tangan. Sepertinya sedang menunggu panggilan dari seseorang."Hari ini semestinya jadwal saya meeting di Bandung, Ra. Dan, mestinya ... malam ini harusnya saya berada di sana untuk menghadiri konferensi bisnis penting, ""Namanya juga sakit, masa iya mau memaksakan diri." Ucap Azzura sambil meletakkan mangkuk bubur di atas meja kecil yang ada di sebelah ranjang. "Pak Aydan pasti belum makan! Tadi siang saya sudah ingatkan bapak untuk makan sandw
Azzura terdiam sesaat begitu panggilan telepon dari Aydan terputus. Dia sibuk berdebat dengan pikirannya sendiri. Antara menuruti rasa penasaran dirinya sendiri atau menolak permintaan tolong Aydan, yang nampaknya terdengar benar-benar seperti sedang kesakitan.Malam-malam begini, menyuruh datang ke apartemen saja sudah membuat dirinya ketar ketir. Apalagi ditambah disuruh langsung ke kamar mandi! Azzura menghentakkan kakinya. Setelah sekitar lima menit, berdebat dan berargumen seorang diri. Ia akhirnya memutuskan nekat, memberanikan diri untuk mencari Aydan, yang nampaknya ada di dalam kamar mandi.Dengan langkah kaki yang setengah takut-takut, Azzura mulai mencari sosok Aydan.What the! Azzura baru sadar, jika ruang di dalam unit penthouse milik Aydan ini ada banyak! Yang mana menyebabkan pintu di dalamnya juga ada banyak!Pintu pertama yang dia buka ternyata bukan pintu kamar mandi, tapi sebuah ruang tidur berukuran sedang. Tampak rapi, sepertinya belum terpakai. Azzura yakin, itu
"Kenapa Ra?" Donita mengernyit menatap Azzura yang terlihat gusar."Gue disuruh ke tempat Pak Aydan sekarang, Ta.""Mau ngapain dia?""Ya ... Mana gue tahu?" Azzura mengendikkan bahunya. Dia sendiri memang benar benar tidak tahu, kenapa juga Aydan mesti menyuruh dia datang ke apartemen, lebih tepatnya, penthouse-nya malam malam begini. "Paling juga mau bahas soal mamanya yang nelpon dia terus-terusan."Donita cuma bisa setuju dengan pendapat Azzura. "Ya udah, kita cabut aja sekarang. Urusan rahasia-rahasia an yang barusan elo cerita. Janji, nggak bakal bocor kemana mana!" Donita kembali menyakinkan Azzura."Thank ya Ta, udah mau nemenin gue dan dengerin semua cerita soal Pak Aydan.""Hmm, itu gunanya elo punya sahabat Ra."Kedua sahabat itu berpisah di tempat parkir. Mobil mereka berdua diparkir bersebelahan. Setelah keduanya naik ke dalam mobil. Mereka saling membunyikan klakson untuk berpamitan. Donita melaju ke arah yang berlawanan dengan mobil yang dikendarai oleh Azzura.Azzura m
"Ini rahasia ya Ta, Lo jangan sampai ngebocorin ke siapapun!""Iya, iya Ra. Kan tadi udah janji ke elo, gue nggak akan jadi mulut ember. Tenang aja deh, Ra." Donita mengangkat dua jari tangannya, kembali berjanji. Dia memastikan bahwa semua yang sudah diceritakan oleh Azzura tidak akan bocor."Jadi ... kurang lebih seperti itu masalah besar yang sekarang ini sedang gue adepin Ta." Azzura menghela napasnya sesaat."Ck, sumpah Ra. Gue nggak nyangka bakal jadi kayak begini. Seandainya aja, waktu itu bukan elo yang nganter cincin lamaran Pak Aydan yang ketinggalan. Pasti sekarang nggak bakalan kayak begini nasib Lo."Donita ikut ikutan menghela napasnya. "kalo menurut gue nih ... kayaknya sih nggak ada masalah kalau pura-pura, kan cuma sementara, tapi justru masalah utamanya itu, kasihan nyokap sama bokap Lo, Ra ..."Benar yang dibilang Donita, justru saat ini malah masalah utamanya adalah bagaimana cara untuk menjelaskan bahwa semua ini hanya sebuah sandiwara.Rasanya pikiran Azzura sepe