Share

CEO Arogan yang Menginginkanku
CEO Arogan yang Menginginkanku
Auteur: Do Hawu

Problem Around Me

Aku menarik napas dalam. Sekarang aku mengerti kenapa tubuhku tidak bisa bohay seperti Delima yang bertugas sebagai Customer Service.

Perusahaan tempatku bekerja ini memiliki lantai gedung yang terlalu banyak. 48 lantai. Maksudku, untuk apa lantai sebanyak ini? Yah, yang pastinya juga untuk menghasilkan banyak uang.

"Alina, jangan lupa toilet di lantai bawah."

Itu suara Adam. Bukan, bukan Adam Levine tapi Adam Sutisno.

Supervisor yang baik hati walaupun terkadang tega karena membiarkan wanita cantik dan lemah lembut sepertiku ini bekerja sendirian.

"Iya, Pak. Tahu. Bawel amat sih." 

Meskipun menggerutu mendengar titahnya, aku tetap membawa peralatan pembersih ke toilet.

Pak Adam masih setia berdiri di pintu masuk. Sepertinya aku akan kembali mendengarkan ceramahnya.

“Alina, sebagai seorang yang bertanggungjawab dalam menjaga perusahaan tetap bersih. Ini sudah tugasku untuk mengingatkan kamu.”

“Iya, iya Pak Adam yang paling baik sedunia. Udah ah, Pak. Mau lanjutin kerja. Bapak ke mana kek. Masa aku diliatin gitu kek anak magang.”

Jika aku bukan pekerja yang sudah hampir setahun bekerja di sini mana mungkin aku berani menjawab atasan langsungku seperti itu.

Jika punya atasan sebaik Pak Adam, manfaatkanlah. Aku terkikik dengan pemikiran itu.

Aku menghapus keringat yang mengalir deras di pelipis. Lantai sudah ku pel dengan bersih. Aku sudah menambahkan tisu di kotak tisu sampai penuh dan mengecek sabun cuci tangan.

Masih cukup.

Dan pekerjaan terakhirku di hari ini adalah membuang sampah.

Terkadang aku heran dengan karyawan di sini, bagaimana bisa mereka tidak membereskan sampah masing-masing padahal untuk membuang barang kotor itu bahkan tidak sampai semenit.

Hei, lihatlah tempat sampah besar di dekat pintu keluar ruangan ini. Apa susahnya, sih?

Tapi ya, alasan inilah juga kenapa ada pekerjaan Cleaning Service. Dan selalu ada orang yang mau bekerja bahkan pekerjaan untuk membersihkan sampah orang lain.

Dengan gaji yang cukup besar, siapa yang tidak mau? Apalagi perantau macam ku ini.

Ada sampah makanan yang membuatku geleng-geleng kepala. Terkadang manusia tidak bisa bersyukur dengan apa yang dimiliki dan menyia-nyiakan berkat Tuhan.

Ckckckckck. 

Aku mengomel sepanjang membersihkan ruangan ini. Tidak sadar sama sekali bahwa sudah ada orang lain di ruangan ini.

Seorang pria yang tinggi, terlalu tinggi menurutku. Dan kehadiranku membuatku kaget setengah mati hingga tidak sadar memaki dengan bahasa daerah.

Melihat kerutan di keningnya. Semoga dia tidak paham dengan apa yang aku katakan.

"Permisi, apakah kamu lihat hp saya?" Pria ini terlihat tegas. Suaranya rendah dan entah bagaimana terlihat begitu arogan. 

"Tidak ada, Pak."

Jujur, aku belum pernah lihat karyawan ini. Tapi di lihat dari gaya dan cara bicara, sepertinya ia memiliki jabatan tinggi di perusahaan.

Aku berusaha menjaga suaraku untuk tetap sopan karena tatapan pria itu terlalu mengintimidasi. Apakah mungkin dia berpikir aku yang mencuri telepon genggamnya itu.

Dan tatapannya padaku seperti mesin scanning, memindai dari atas sampai bawah dengan tatapan yang sungguh, membuatku tidak nyaman.

"Kamu yakin?"

Aku memutar bola mata. 

"Yakin seribu persen, Pak."

Aku yang tadinya berdiri dengan tegap di hadapannya memilih untuk melanjutkan pekerjaan memilah sampah basah dan sampah kering. Ini salah satu pekerjaan yang membutuhkan waktu.

"Saya masih bicara dengan kamu." Suaranya terlalu rendah, terdengar menancam.

Lah, ni bapak maunya apa, coba?

"Tapi Bapak, saya sudah tidak bicara lagi dengan Bapak. Pekerjaan saya menunggu, Pak."

Aku berusaha sabar, padahal ini adalah tugas terakhir untuk hari ini dan aku bisa langsung pulang dan beristirahat dan kemudian melanjutkan pekerjaanku ditempat lain.

"Saya ingat, hp saya terakhir di taruh di ruangan ini." Matanya menyipit.

Oh, sekarang terang-terangan dengan tatapannya ia menuduhku. Ya ampun. Tuhanku, ini cobaan apa lagi. Aku lelah.

"Terus, Bapak mau apa?" Aku menatap pria ini bosan. 

"Mau geledah saya, Pak? Silakan." Aku merentangkan tangan, menyodorkan diri sendiri untuk di periksa.

Tapi yang ku dapat adalah senyuman sinis.

"Mau banget ya, kamu saya sentuh?"

Aku membulatkan mata, tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. 

"Hah, gimana, gimana, Pak?" Aku memiringkan kepala, memasang telinga untuk perkataannya.

"Iya, sebenarnya itu tujuan kamu, kan. Sengaja menyembunyikan hp saya lalu meminta saya untuk menggeledah supaya saya sentuh kamu, kan?"

Aku mengedipkan mata beberapa kali, berusaha untuk memproses setiap kata yang ku dengar. 

Dari mana pria ini dengan percaya diri menarik kesimpulan absrud seperti itu? Aku menarik napas panjang, meredam emosi yang mulai bergelora seperti gelora Bung Karno.

Tahan, tahan Alina. Kamu pasti bisa, kamu pasti sanggup menghadapi pria absrud ini.

"Terus Bapak maunya apa? Atau saya geledah diri sendiri saja, seragam juga perlu saya buka supaya Bapak puas?"

Dan kurang ajarnya adalah pria ini menatapku jijik, seperti aku adalah seonggok kotoran yang tiba-tiba muncul dan menghancurkan harinya. 

Aku kesal, rasanya ingin membakar ruangan ini.

Aku maju selangkah. Tanganku masih memegang plastik mika yang berceceran saus tomat dan mungkin mayo.

Dan langkah ku yang terlalu cepat, membuatku kena batunya sendiri. Aku tersandung kakiku sendiri sampai membuatku terjungkal dan menghasilkan karya abstrak di kemeja putih bersih pria ini.

Karya abstrak dengan menggunakan saus tomat sebagai cat dan kanvasnya adalah kemeja putih yang melekat dengan sempurna ditubuh pria ini. 

Tatapan pria ini sudah seperti serial killer yang siap membantai korbannya.

"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja, sungguh." Suaraku mencicit. 

Pria itu diam, tapi wajahnya memerah.

Aku masih menatap ngeri. Aku tidak tahu harus apa, sampai suara dari seseorang memecah keheningan yang begitu menyesakkan itu.

"Pak Archer. Lima belas menit lagi akan ada rapat dengan SH Company, apa yang sedang..."

Dan pria itu terkesiap melihat betapa hancur nya penampilan Pak Archer, yang baru ku sadari adalah nama familiar yang biasa diidam-idamkan oleh karyawan perempuan. Mereka biasanya bergosip dan menghayal tentang nama ini.

Sekarang aku berhadapan dengan Sang CEO, Archer Swift?!

Pria setengah bule yang terkenal di dunia bisnis sebagai seorang yang kejam, penuh perhitungan dan tipu muslihat.

Meski pun pendingin bekerja dengan baik, tapi keringat bulir-bulir besar tetap mengalir dan mengirimkan ketakutan yang luar biasa. Tamatlah riwayatku. 

"Pak Archer, ada yang lebih penting. Waktu Anda tinggal sepuluh menit untuk rapat. Rapat ini sudah tidak bisa di tunda, Pak."

Aku tidak tahu siapa pria yang menginterupsi kejadian gila ini, tapi aku berterimakasih karena sepertinya Pak Archer tidak mempermasalahkan ini dan dia langsung melangkah pergi.

Tapi aku mendengar perkataannya ketika ia sampai di ujung pintu keluar, aku langsung terpaku.

"Pecat dia." 

Rasanya dunia berputar dengan cepat, aku tahu ini akan terjadi.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status