Share

Bab 2

Author: Penulis No. 7
Tama menghela napas lega seakan beban terangkat, lalu bersandar padanya dengan sedikit merajuk.

"Sejak kamu selesai masa nifas, kita belum benar-benar dekat lagi. Hari ini…"

Perut Winda mendadak terasa mual. Baru saja hendak bicara, ponsel Tama berdering.

Dengan ekspresi bersalah, Tama meliriknya, lalu balik badan untuk mengangkat telepon. Setelah menutup ponsel, nada suaranya menjadi panik.

"Sayang, ada urusan mendadak di kantor. Aku harus segera pergi."

Tama buru-buru meraih jaket dan keluar. Hati Winda mencelos dan diam-diam mengikutinya dengan mobil.

Mobil Tama berhenti perlahan di depan pintu vila yang tersembunyi.

Hanya beberapa menit kemudian, Sania melenggak-lenggok masuk ke kursi depan. Mobil langsung berguncang hebat, jelas terdengar apa yang terjadi di dalam.

Winda membuka aplikasi penyadap di ponselnya.

Sungguh ironis, dulu Winda memasang alat itu karena takut hal buruk terjadi pada suaminya saat bekerja. Kini, justru menjadi alat untuk membuktikan perselingkuhan.

"Untung kamu bilang sakit perut dan menipuku supaya datang. Kalau nggak, malam ini aku masih harus pura-pura di rumah."

Suara Tama terdengar disertai desahan. "Kamu merawat dirimu dengan baik, tapi perut Winda penuh guratan bekas hamil. Melihatnya saja aku sudah muak."

Sania mendesah manja. "Kalau begitu, malam ini jangan pulang. Temani aku saja."

Gerakan Tama makin agresif, jelas belum puas hanya di mobil. Tak lama kemudian, dia menggendong Sania masuk ke vila.

Winda duduk termenung di mobil sepanjang malam, tak habis pikir bagaimana pria yang dulu bilang mencintainya sepenuh hati bisa berubah menjadi seperti ini.

Keesokan paginya, saat Winda pura-pura baru terbangun, Tama sudah kembali. Ujung rambutnya masih terlihat basah, tanda baru saja mandi.

"Winda, ayo bangun. Hari ini aku akan mengajakmu ke acara lelang. Ada barang-barang antik yang pasti kamu suka."

Tama menunduk untuk mencium kening Winda, suaranya lembut seperti dulu.

Meski sempat ragu, Winda akhirnya memutuskan untuk ikut.

Di tempat lelang, Sania tiba-tiba muncul dengan gaun merah belahan tinggi, menonjolkan paha putihnya yang menarik perhatian.

"Pak Tama, aku akan membawakan jas Anda."

Namun, Tama justru menghindar dengan jijik. Suaranya dingin seperti es.

"Hari ini aku datang bersama istriku. Kamu ke sini untuk apa?"

Tatapan orang-orang seketika terarah ke mereka. Sania menggigit bibirnya dan memandang Winda, merasa dirugikan. "Tapi, Anda tetap butuh seseorang yang melayani…"

Semua orang tahu betapa Tama memanjakan Winda. Pernikahan mereka dulu dihadiri hampir seluruh kalangan elite di kota, begitu megah dan gemilang.

Orang-orang di sekitar segera berbisik-bisik. Tama merangkul pinggang Winda dengan erat, mengerutkan kening. "Bu Sania, kamu nggak diperlukan di sini. Kembalilah ke kantor."

Sania pun pergi sambil menangis, dihujani pandangan sinis orang-orang.

Tama kemudian mencium lembut dahi Winda dan menuntunnya untuk duduk.

Namun, Winda bisa merasakan kegelisahan dalam diri Tama.

Selama beberapa item dilelang, tatapan Tama tampak kosong. Kakinya tak berhenti gemetar gugup di bawah meja.

Saat permata "Hati Gemilang" akhirnya dipamerkan, Tama langsung menyatakan penawaran tertinggi tak terbatas, lalu berpamitan pada Winda.

"Winda, aku mau ke toilet sebentar. Kalau ada yang kamu suka, langsung tawar saja."

Para undangan pun memandang Winda dengan iri, berbisik-bisik, "Pak Tama sangat menyayangi istrinya, sampai berani pasang penawaran tertinggi tak terbatas."

"Maklum, dia 'kan putri Keluarga Baskoro. Barang biasa mana mungkin dia mau."

Winda sama sekali tak berminat mendengar komentar itu. Begitu Tama keluar, dia pun diam-diam menyusul. Baru sampai di depan toilet wanita, dari dalam bilik sudah terdengar suara-suara tak senonoh.

"Dasar penggoda, siapa suruh kamu pakai baju begini? Pagi tadi sudah tiga kali, masih kurang?" Suara Tama terdengar terengah.

"'Kan kamu yang marahin aku duluan," jawab Sania dengan suara menggoda sekaligus tersakiti. "Waktu kamu usir aku pergi, kenapa nggak mikirin ini?"

Tama seperti menghela napas. "Dengarkan aku. Bagaimanapun juga, dia istri di atas kertas. Semua orang penting di sini menghormati Keluarga Baskoro, kamu 'kan tahu itu."

Sania mengeluarkan erangan manja bercampur tangis. "Tapi, akulah istri sahmu yang sebenarnya! Kapan aku bisa berdiri di sisimu dengan terang-terangan?"

"Jangan ribut." Suara Tama menjadi dingin. "Kita sudah sepakat dari awal kalau hubungan kita adalah rahasia. Jangan melewati batas."

Dia berhenti sejenak, nadanya melunak lagi. "Permata yang baru saja ditawar itu untukmu, sebagai kompensasi."

"Aku juga mau pernikahan yang jauh lebih megah dari Winda!"

Kata-kata berikutnya tenggelam oleh ciuman penuh nafsu.

Perut Winda bergolak hebat. Dia terhuyung-huyung keluar dari tempat lelang, bersandar di dinding sambil muntah-muntah.

Jadi inilah Tama yang sebenarnya.

Di depan publik, Tama memberinya status istri yang terhormat, tetapi hatinya justru diperuntukkan untuk Sania dan anaknya.

Ilusi kasih sayang yang Tama bangun dengan mati-matian hanyalah tipu daya belaka, memperlakukan Winda seperti orang bodoh. Akta nikah palsu dan pernikahan megah itu, kini semuanya terasa seperti lelucon.

Dia menarik napas panjang sambil memejamkan mata, berusaha menghibur diri. "Tinggal enam hari lagi. Bertahanlah, setelah ini semuanya akan berakhir."

Dia segera menelepon asistennya, "Cepat hitung semua saham dan proyekku di Grup Harto. Siapkan kontrak pengalihan."

Namun, jawaban asisten setelahnya membuat darahnya mendidih.

"Bu Winda, Proyek Disbel yang Anda tangani, sudah dialihkan atas nama Bu Sania bulan lalu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 25

    Winda terdiam sesaat, tetapi tetap menolak."Kalau dia mau berdiri di luar, biarkan saja. Kita sudah dewasa, harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri."Farel mengetuk pintu dan masuk sambil membawa secangkir susu hangat. Suaranya tetap lembut seperti biasa."Sayang, kamu pasti lelah. Minum susu ini dan tidurlah lebih awal."Winda menerima susunya. Percakapan hangat mereka sebelum tidur seakan menutup suara hujan di luar.Keesokan paginya, pelayan datang dengan tergesa-gesa."Nyonya Winda, ada masalah! Pria itu pingsan!"Winda segera mengenakan pakaian dan keluar, lalu mendapati Tama benar-benar menunggu di luar sepanjang malam.Tama demam tinggi, seluruh tubuhnya panas sekali, dan jatuh pingsan di tanah.Winda meminta seseorang membawa Tama ke rumah sakit.Saat Tama sadar, dia langsung menggenggam tangan Winda, suaranya serak tak karuan."Winda, kamu mengantarku ke rumah sakit, berarti kamu masih punya perasaan padaku."Winda menarik tangannya dan menggeleng pelan."Aku hanya

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 24

    Setelah mengetahui anaknya mengalami disabilitas, Sania mulai mencari prostetik yang sesuai untuknya.Namun, prostetik bukan barang sembarangan, tidak seperti membeli sayur. Pemakaian prostektik bersifat jangka panjang. Di pasaran ada banyak jenis prostetik, sehingga harus dipilih dengan cermat.Satu-satunya pilihan terbaik adalah produk terbaru dari Lina Technology.Sayangnya, prostetik bionik pintar ini harus dibuat khusus dan karena perusahaan sudah memasukkan Sania dan anaknya ke daftar hitam, mereka sama sekali tidak bisa mendapatkannya.Sementara itu, prostetik murah memerlukan waktu adaptasi yang lama.Anak manja seperti Alex setiap hari menangis dengan keras dan sama sekali tidak mau bekerja sama.Sania pun merutuki Winda berulang kali.Akhirnya, dia mengambil langkah ekstrem dengan mencuri prostetik yang sebelumnya diproduksi dari gudang Grup Harto. Namun, dia sendiri tampaknya lupa bahwa itu adalah produksi yang dia sendiri ikut awasi, produk cacat yang belum dimusnahkan.Sa

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 23

    Satu kalimat itu seperti bom waktu yang membuat semua orang terkejut.Polisi segera memanggil Tama untuk mengonfirmasi keadaan.Tama buru-buru tiba di kantor polisi. "Itu mustahil. Bagaimana bisa kamu hamil? Padahal aku selalu menggunakan pengaman."Dia terkejut dan menyadari pasti Sania yang melakukan sesuatu.Wanita licik itu, tak pernah melupakan cara untuk memanfaatkan situasi melawannya!Sania menutupi perutnya yang sudah mulai terlihat, menatapnya dengan tatapan dingin."Tama, ini anakmu. Kalau kamu nggak percaya, kita bisa melakukan tes DNA. Sekarang usia kehamilannya empat bulan, bisa juga amniosentesis.""Toh, Winda sudah membawa putrimu pergi. Kalau bayi ini laki-laki, biarkan aku melahirkannya."Tama menatap Sania dengan ketakutan, seluruh tenaganya seakan tersedot habis.Kalau Sania benar-benar hamil anaknya, dia tidak tahu bagaimana menghadapi Winda.Sesampainya di rumah sakit, mereka melakukan tes DNA dan hasilnya segera keluar.Ternyata, anak itu memang miliknya.Tama me

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 22

    Rizka, ibunya Tama seketika merasa canggung. "Aku nggak tahu. Tama nggak pernah bilang. Aku malah mengira…"Winda mendengus sinis."Sania menggunakan bahan berkualitas rendah sehingga banyak orang dirugikan dan hal itu merusak reputasi teknologi ini.""Tapi, ayahku sebenarnya sudah menyiapkan langkah cadangan, karena inti teknologi paten ini terus dikembangkan oleh tim luar negeri ayahku. Prostetik bionik yang kalian produksi sebelumnya memang seharusnya sudah dihentikan."Rizka yang tadi masih penuh percaya diri, sekarang merasa malu sampai wajahnya pucat pasi."Kalau begitu, kamu harusnya menjaga harga diri Tama. Dia pasanganmu. Sekarang kamu terang-terangan merebut bisnisnya, apa pantas bagimu melakukan ini?"Winda tak bisa menahan tawa."Bibi, izinkan aku mengingatkanmu sekali lagi.""Anakmu yang baik itu nggak ada hubungannya denganku. Kami nggak pernah mendaftar di Kantor Catatan Sipil. Dia menikahi Sania, mantan pengasuh yang dulu dipecat."Seketika, seluruh ruangan langsung gad

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 21

    Tama tampak sangat terkejut."Winda, maksudmu apa? Kamu ingin anak perempuanku memakai nama Farel? Apa kamu nggak tahu kalau aku dan dia musuh bebuyutan?"Farel sudah memeluk bahu Winda dan berbalik pergi, meninggalkan Tama beserta teriakannya yang terhalang pintu.Sejak hari itu, Winda mulai fokus pada kariernya.Dengan bantuan Farel, Winda mendirikan sebuah perusahaan baru atas nama putrinya, bernama Lina Teknologi.Dia memulai kembali proyek prostetik bionik pintar.Teknologi paten ini sejatinya milik ayahnya Winda. Meski sebelumnya Sania sempat menangani proyek tersebut, itu hanya memanfaatkan yang sudah ada. Teknologi inti tetap ada di tangan Winda.Begitu perusahaan baru dibentuk, media segera bergerak meliputnya.Saat Winda keluar dari gedung, banyak wartawan langsung mengarahkan mikrofon ke hadapannya."Kabarnya, Bu Winda sebelumnya juga bekerja di Grup Harto. Baru-baru ini proyek prostetik bionik mereka bermasalah besar, apa ini ada hubungannya dengan Anda?""Bu Winda, Anda da

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 20

    Sebuah suara rendah terdengar, Farel keluar dari balik pintu.Dia berdiri di sisi Winda, keduanya saling bertukar senyum, terlihat sangat serasi."Farel!"Tama langsung mencengkeram kerahnya."Kenapa selalu kamu? Sejak kecil sampai sekarang, kamu selalu merebut segala sesuatunya dariku! Kapan kamu akan berhenti?"Farel melepaskan cengkeramannya dengan santai, lalu berbicara dengan nada mengejek."Winda adalah orang, bukan benda seperti yang kamu omongkan.""Selain itu, kamu sendiri tahu betapa kotor tindakanmu. Seharusnya orang yang Winda sukai adalah aku."Seketika, ekspresi Tama berubah.Melihat ekspresinya, Winda merasakan firasat buruk."Farel, maksudmu…"Farel mengangguk, menatap tajam ke arah Tama."Delapan tahun lalu, di pesta topeng yang diadakan oleh orang terkaya di Kota Persy, akulah yang menyelamatkan Winda, tapi kamu malah mengaku-ngaku sebagai penyelamatnya."Saat Farel menceritakan semuanya dengan terputus-putus, Winda pun teringat sesuatu.Salah satu alasan besar mengap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status