Share

Bab 3

Author: Penulis No. 7
Proyek Disbel adalah proyek pengembangan lengan buatan bionik cerdas yang menjadi fokus utama ayahnya semasa hidupnya.

Ayahnya mendedikasikan hidupnya untuk amal dan selalu bertekad mewujudkan proyek ini agar dapat memberi manfaat bagi lebih banyak penyandang disabilitas.

Bahkan selama masa kehamilan, Winda masih memaksakan diri untuk terlibat dalam proyek ini selama beberapa bulan. Baru ketika mendekati masa persalinan, setelah melihat proyek perlahan-lahan mulai berjalan stabil, Winda sedikit melonggarkan sebagian tanggung jawabnya.

Saat Winda tiba di perusahaan, asisten Tama sudah gelisah hingga berkeringat dingin.

"Bu Winda, sekarang Pak Tama sudah menyerahkan semua urusan, baik urusan besar atau kecil pada Bu Sania. Kami sama sekali nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Winda tetap tenang. "Nggak apa-apa. Aku akan ke kantor CEO. Aku tahu kata sandi komputer Tama."

Tidak lama setelahnya, Sania bergegas datang dan menghadangnya.

"Tunggu dulu, Nyonya Winda."

Bibirnya bengkak, bekas ciuman di lehernya terlihat jelas, dan sikapnya sangat arogan.

"Anda nggak boleh masuk tanpa izin dari CEO."

Dengan ekspresi dingin, Winda mendorongnya. "Minggir. Aku yang mengawasi langsung proyek ini sejak awal. Aku berhak melihatnya."

"Dulu karena hamil, Anda sudah tidak mengurus proyek ini. Sekarang malah datang hendak merebut hasil kerja orang lain. Nggak semudah itu!'

Sania tidak bisa menghentikan Winda, hingga tanpa sadar berbicara seenaknya karena marah.

Pada saat itu, Tama juga datang tergesa-gesa, nada suaranya terdengar agak panik saat berkata, "Kenapa kamu pergi duluan? Bahkan nggak menungguku."

Dalam hati Winda mencemooh, 'Kamu sedang asyik bermesraan dengan Sania, mana sempat menemaniku pulang?'

Winda menyodorkan seberkas dokumen.

"Tama, coba kamu perhatikan data ini. Material untuk prostetik awalnya 'kan impor, tapi kenapa bisa tiba-tiba diganti dengan bahan murahan?"

"Siapa yang diam-diam mengganti pemasok demi keuntungan pribadi?"

Produk itu telah diganti dengan kualitas rendah dan bahannya dikurangi oleh Sania, sementara selisih harganya entah ke mana.

Tama mengerutkan kening, juga menyadari ada yang tidak beres.

Wajah Sania pucat pasi. Dia buru-buru berkata, "Ini nggak ada hubungannya dengan Pak Tama. Maaf, Nyonya Winda, aku cuma ingin mencari uang lebih banyak untuk menghidupi anakku…"

"Kalau harus disalahkan, salahkan aku saja."

Tangisannya yang memilukan langsung membangkitkan rasa kasihan di hati Tama.

Winda mencibir, "Permintaan maafmu nggak ada artinya. Tindakanmu ini sudah termasuk tindak pidana. Aku akan melapor polisi."

Begitu ucapannya selesai, seorang anak kecil tiba-tiba berlari dan menabraknya dengan keras.

"Perempuan jahat! Jangan sakiti ibuku! Ayah, pukul dia sampai mati!"

Teriakan nyaring anak itu bergema di area kantor.

Itu adalah Alex.

Winda mendengus kesakitan akibat benturan itu, wajahnya langsung berubah pucat pasi. Para karyawan di kantor yang melihatnya pun kaget dan tegang.

Tama langsung bergegas mendekat. "Winda, kamu baik-baik saja?"

Sania buru-buru menarik Alex ke sisinya, pura-pura menegur, "Alex, kenapa sikapmu nggak sopan? Cepat minta maaf pada Bibi!"

Lalu, dia menoleh ke Winda. "Nyonya, kalau mau marah atau memukul, arahkan padaku saja. Jangan perhitungan sama anak kecil."

Namun, sorot matanya justru tersimpan keyakinan akan kemenangan.

Belum sempat Winda bicara, Tama sudah menyela lebih dulu, "Sudahlah, jangan marahi anak kecil. Dia 'kan belum mengerti apa-apa." Tama menoleh ke Sania. "Alex nggak sengaja. Bawa dia pulang dulu, aku akan jelaskan semuanya ke Winda."

Winda menatap tajam mata Tama, lalu berkata dengan tegas, "Jelaskan apa? Jelaskan kenapa dia memanggilku perempuan jahat? Atau jelaskan kenapa dia memanggilmu ayah?"

Malas dengan drama cinta menyedihkan yang diperankan pasangan pria busuk dan wanita licik ini, Winda langsung berbalik keluar kantor.

Tama buru-buru mengejar. "Winda, anaknya Bu Sania itu baru enam tahun. Ngapain kamu ribut sama anak kecil?"

Winda mengepalkan tangannya. "Di usia muda sudah begitu jahat, jelas-jelas karena kelalaian orang tua. Mengapa nggak boleh dipermasalahkan? Jangan-jangan, anak ini adalah milikmu?"

Wajah Tama seketika berubah, pura-pura marah. "Winda, kamu ngomong apa sih? Mana mungkin dia anakku? Aku cuma punya satu anak, putri kita."

Bahkan sampai di titik ini pun, Tama masih berani berbohong.

Winda tersenyum pahit, lalu menatap Tama.

"Terus, anak kita namanya siapa? Sepertinya… sampai sekarang kamu belum memberinya nama, ya."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 25

    Winda terdiam sesaat, tetapi tetap menolak."Kalau dia mau berdiri di luar, biarkan saja. Kita sudah dewasa, harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri."Farel mengetuk pintu dan masuk sambil membawa secangkir susu hangat. Suaranya tetap lembut seperti biasa."Sayang, kamu pasti lelah. Minum susu ini dan tidurlah lebih awal."Winda menerima susunya. Percakapan hangat mereka sebelum tidur seakan menutup suara hujan di luar.Keesokan paginya, pelayan datang dengan tergesa-gesa."Nyonya Winda, ada masalah! Pria itu pingsan!"Winda segera mengenakan pakaian dan keluar, lalu mendapati Tama benar-benar menunggu di luar sepanjang malam.Tama demam tinggi, seluruh tubuhnya panas sekali, dan jatuh pingsan di tanah.Winda meminta seseorang membawa Tama ke rumah sakit.Saat Tama sadar, dia langsung menggenggam tangan Winda, suaranya serak tak karuan."Winda, kamu mengantarku ke rumah sakit, berarti kamu masih punya perasaan padaku."Winda menarik tangannya dan menggeleng pelan."Aku hanya

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 24

    Setelah mengetahui anaknya mengalami disabilitas, Sania mulai mencari prostetik yang sesuai untuknya.Namun, prostetik bukan barang sembarangan, tidak seperti membeli sayur. Pemakaian prostektik bersifat jangka panjang. Di pasaran ada banyak jenis prostetik, sehingga harus dipilih dengan cermat.Satu-satunya pilihan terbaik adalah produk terbaru dari Lina Technology.Sayangnya, prostetik bionik pintar ini harus dibuat khusus dan karena perusahaan sudah memasukkan Sania dan anaknya ke daftar hitam, mereka sama sekali tidak bisa mendapatkannya.Sementara itu, prostetik murah memerlukan waktu adaptasi yang lama.Anak manja seperti Alex setiap hari menangis dengan keras dan sama sekali tidak mau bekerja sama.Sania pun merutuki Winda berulang kali.Akhirnya, dia mengambil langkah ekstrem dengan mencuri prostetik yang sebelumnya diproduksi dari gudang Grup Harto. Namun, dia sendiri tampaknya lupa bahwa itu adalah produksi yang dia sendiri ikut awasi, produk cacat yang belum dimusnahkan.Sa

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 23

    Satu kalimat itu seperti bom waktu yang membuat semua orang terkejut.Polisi segera memanggil Tama untuk mengonfirmasi keadaan.Tama buru-buru tiba di kantor polisi. "Itu mustahil. Bagaimana bisa kamu hamil? Padahal aku selalu menggunakan pengaman."Dia terkejut dan menyadari pasti Sania yang melakukan sesuatu.Wanita licik itu, tak pernah melupakan cara untuk memanfaatkan situasi melawannya!Sania menutupi perutnya yang sudah mulai terlihat, menatapnya dengan tatapan dingin."Tama, ini anakmu. Kalau kamu nggak percaya, kita bisa melakukan tes DNA. Sekarang usia kehamilannya empat bulan, bisa juga amniosentesis.""Toh, Winda sudah membawa putrimu pergi. Kalau bayi ini laki-laki, biarkan aku melahirkannya."Tama menatap Sania dengan ketakutan, seluruh tenaganya seakan tersedot habis.Kalau Sania benar-benar hamil anaknya, dia tidak tahu bagaimana menghadapi Winda.Sesampainya di rumah sakit, mereka melakukan tes DNA dan hasilnya segera keluar.Ternyata, anak itu memang miliknya.Tama me

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 22

    Rizka, ibunya Tama seketika merasa canggung. "Aku nggak tahu. Tama nggak pernah bilang. Aku malah mengira…"Winda mendengus sinis."Sania menggunakan bahan berkualitas rendah sehingga banyak orang dirugikan dan hal itu merusak reputasi teknologi ini.""Tapi, ayahku sebenarnya sudah menyiapkan langkah cadangan, karena inti teknologi paten ini terus dikembangkan oleh tim luar negeri ayahku. Prostetik bionik yang kalian produksi sebelumnya memang seharusnya sudah dihentikan."Rizka yang tadi masih penuh percaya diri, sekarang merasa malu sampai wajahnya pucat pasi."Kalau begitu, kamu harusnya menjaga harga diri Tama. Dia pasanganmu. Sekarang kamu terang-terangan merebut bisnisnya, apa pantas bagimu melakukan ini?"Winda tak bisa menahan tawa."Bibi, izinkan aku mengingatkanmu sekali lagi.""Anakmu yang baik itu nggak ada hubungannya denganku. Kami nggak pernah mendaftar di Kantor Catatan Sipil. Dia menikahi Sania, mantan pengasuh yang dulu dipecat."Seketika, seluruh ruangan langsung gad

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 21

    Tama tampak sangat terkejut."Winda, maksudmu apa? Kamu ingin anak perempuanku memakai nama Farel? Apa kamu nggak tahu kalau aku dan dia musuh bebuyutan?"Farel sudah memeluk bahu Winda dan berbalik pergi, meninggalkan Tama beserta teriakannya yang terhalang pintu.Sejak hari itu, Winda mulai fokus pada kariernya.Dengan bantuan Farel, Winda mendirikan sebuah perusahaan baru atas nama putrinya, bernama Lina Teknologi.Dia memulai kembali proyek prostetik bionik pintar.Teknologi paten ini sejatinya milik ayahnya Winda. Meski sebelumnya Sania sempat menangani proyek tersebut, itu hanya memanfaatkan yang sudah ada. Teknologi inti tetap ada di tangan Winda.Begitu perusahaan baru dibentuk, media segera bergerak meliputnya.Saat Winda keluar dari gedung, banyak wartawan langsung mengarahkan mikrofon ke hadapannya."Kabarnya, Bu Winda sebelumnya juga bekerja di Grup Harto. Baru-baru ini proyek prostetik bionik mereka bermasalah besar, apa ini ada hubungannya dengan Anda?""Bu Winda, Anda da

  • Cahaya yang Tertunda   Bab 20

    Sebuah suara rendah terdengar, Farel keluar dari balik pintu.Dia berdiri di sisi Winda, keduanya saling bertukar senyum, terlihat sangat serasi."Farel!"Tama langsung mencengkeram kerahnya."Kenapa selalu kamu? Sejak kecil sampai sekarang, kamu selalu merebut segala sesuatunya dariku! Kapan kamu akan berhenti?"Farel melepaskan cengkeramannya dengan santai, lalu berbicara dengan nada mengejek."Winda adalah orang, bukan benda seperti yang kamu omongkan.""Selain itu, kamu sendiri tahu betapa kotor tindakanmu. Seharusnya orang yang Winda sukai adalah aku."Seketika, ekspresi Tama berubah.Melihat ekspresinya, Winda merasakan firasat buruk."Farel, maksudmu…"Farel mengangguk, menatap tajam ke arah Tama."Delapan tahun lalu, di pesta topeng yang diadakan oleh orang terkaya di Kota Persy, akulah yang menyelamatkan Winda, tapi kamu malah mengaku-ngaku sebagai penyelamatnya."Saat Farel menceritakan semuanya dengan terputus-putus, Winda pun teringat sesuatu.Salah satu alasan besar mengap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status