Share

Bab 06

Author: Dhia Dharma
last update Last Updated: 2025-06-29 14:45:24

            Sudah lebih dari setengah jam Ayyana duduk menunggu kedatangan Fakhri namun sampai sekarang pria itu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Entah sudah berapa pesan yang ia kirim, tapi tak satu pun balasan dari Fakhri. Pria itu memintanya bertemu di cafe tersebut pukul satu siang. Kemarin Fakhri menghubunginya lewat pesan, entah dari mana ia dapat kontaknya.

Saat Ayyana hendak beranjak pergi kedatangan Ilham dan Anggi menghentikan niatannya. Meski selalu mewanti-wanti diri untuk tidak hanyut lebih dalam, tapi tetap saja hatinya tak bisa semudah itu merelakan Ilham. Pandangan Ayyana tak lepas dari mereka, hingga Ilham mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Kotak kecil yang sama persis dengan yang ia berikan pada Ayyana beberapa waktu lalu.

Ayyana menghela nafas kesal, hatinya kembali remuk terlebih saat Ilham dengan manisnya memakaikan cincin tersebut pada jemari Anggi. Ayyana melirik cincin yang melingkari jemarinya, lalu melepas benda itu dan menyimpannya dalam tas. Ini bukan pertama kalinya Ilham memberikan sesuatu yang sama pada mereka, Ayyana harusnya tau hal ini akan terjadi.

“Maaf saya telat,” ucap Fakhri langsung mengambil duduk dihadapannya, Ia bahkan hampir tak menyadari kedatangan pria itu.

Moodnya semakin buruk melihat raut wajah tak bersalah Fakhri yang sudah membuatnya menunggu lama hingga berakhir menyaksikan momen tak menyenangkan tadi.

“Saya udah kenyang, Bapak makan saja sendiri,” ucap Ayyana beranjak.

Fakhri menautkan alis, hanya ada segelas jus yang sudah tandas isinya.

“Kalau kamu pergi, artinya hutang kamu belum lunas.”

“Kalau Bapak datang tepat waktu mungkin makan siang kita sudah berakhir dari tadi.”

“Saya nggak bermaksud membuat kamu menunggu,” Fakhri mencoba menjelaskan.

Namun Ayyana yang sudah kepalang kesal tak peduli dan tetap melangkah meninggalkan cafe, sebelum suara Ilham menginterupsinya.

“Aya?” Panggil pria itu.

Ayyana sendiri berusaha mengendalikan diri, bahkan ia kini membalas senyum Anggi seolah tampak biasa melihat kebersamaan mereka.

“Udah mau balik? Gue liat temen lo baru sampai,” tanya Ilham menyebalkan.

“Ini klien gue,” alibi Ayyana. “Kita kebetulan mau survey lokasi di luar.”

Ilham hanya mengangguk pelan, namun tatapannya pada Fakhri seolah menyiratkan hal berbeda.

“Kalau gitu kita duluan,” ucap Ayyana. “Duluan Dok,” pamitnya juga pada Anggi yang dibalas anggukan serta senyum manis.

Ilham dan Anggi yang memang belum menyelesaikan makanannya kembali ke meja mereka. “Kayaknya tadi Ayyana liat kita deh.”

Ilham menautkan alis. “Yang pas dokter pakein saya cincin,” lanjut Anggi, namun Ilham tak menanggapi.

Anggi berdehem, menatap Ilham dengan senyum usil. “Dokter tau nggak apa yang lebih menyakitkan dari pada cinta beda agama?”

Menghentikan makanannya, Ilham balik menatap Anggi. “Nggak usah mulai.”

Perempuan itu terkikik geli, menjawab pertanyaannya sendiri. “Cinta bertepuk sebelah tangan. Kalau cinta beda agama, masih mending kan? Mereka sama-sama saling mencintai, cuman yaa nggak bisa bersatu ajah.”

“Tapi cinta bertepuk sebelah tangan, gimana coba? Udah nggak bisa bersatu, cintanya nggak berbalas lagi. Nyesekkan Dok?”

Mendengar ocehan Anggi, Ilham mulai kehilangan nafsu makannya. “Lebih baik habiskan makanan kamu.”

“Tapi menurut dokter lebih nyesek mana cinta terhalang restu orang tua atau cinta terhalang balas budi?”

Jengah! Ilham menegak habis minumannya lantas berdiri, berlalu meninggalkan Anggi. Mengusili Ilham memang menyenangkan.

oOoOo

“Mau survey kemana kita?” Fakhri melontarkan tanya mengikuti langkah Ayyana.

“Saya rasa Bapak nggak semenyebalkan itu untuk menganggap ucapan saya serius?”

Fakhri mengangguk-angguk. “Cinta bertepuk sebelah tangan?” Tebaknya membuat Ayyana melototkan mata.

“Apaan sih?”

Pria itu terkekeh, sangat menyebalkan. “Dari pada survey lokasi, mending kamu ikut saya.”

“Saya sibuk, mau ketemu klien.”

“Yang ada klien kamu pada kabur kalau kamu temuin mereka dengan raut wajah kayak mau nelen orang.”

“Terserah apa kata Bapak. Minggir!” Ayyana menghalau Fakhri dari mobilnya.

Pria itu bersidekap dada. “Makan sekarang atau dinner sama orang tua saya?”

“Nggak dua-duanya,” telak Ayyana.

“Kamu harus pilih salah-satunya.”

Kekesalan Ayyana kembali memuncak, apa orang dihadapannya ini tidak bisa berhenti nyebelin sedetik saja?

“Udah, ikut saya. Saya punya rekomendasi tempat makan yang bagus. Saya jamin kamu belum pernah kesana,” ucapnya beranjak namun Ayyana masih tak bergeming. Pria itu kembali mendekat, merebut ponsel Ayyana dalam genggamannya.

“Ayolah, cemburu juga butuh tenaga.”

Dosa nggak sih, jika sepatu Ayyana menghantam kepala pria itu sekarang?

oOoOo

Ayyana menghentikan mobilnya didepan gerbang sebuah rumah yang masuki oleh Fakhri, ia menurunkan kaca mobilnya saat pria itu mendekat.

“Ini rumah Pak, bukan tempat makan.” sungut Ayyana.

“Bukannya salah satu fungsi rumah adalah tempat untuk makan?” Jawab pria itu menyebalkan.

“Lebih baik kembalikan handphone saya.”

Fakhri merogoh saku jasnya yang kosong. “Ah, ponsel kamu ada di mobil.”

Dengan perasaan dongkol, Ayyana turun mengikuti langkah Fakhri. Namun baru melewati gerbang masuk, kemunculan Dania seolah membuat lututnya lemas.

“Loh Aya?” seru Dania semangat bercampur kaget.

Assalamu’alaikum Tante,” salam Ayyana kikuk menyalami tangan perempuan itu.

Wa’alaikumussalam,” Dania menatap keduanya bergantian. “Kalian datang kesini berdua?”

“Aya katanya mau makan siang sama Mami” sahut Fakhri seenak jidat, namun berhasil membuat Dania tersenyum bahagia. Perempuan itu lantas menarik lembut tangan Ayyana memasuki rumahnya.

“Kebetulan banget, Tante masak banyak hari ini,” ucap Dania saat mereka sudah berada di ruang makan “Kebetulan Tante juga belum makan siang.”

Dengan berat hati, Ayyana mendudukkan diri di sana.

“Mami nggak nyangka loh kalau kalian ternyata dekat selama ini.”

Ayyana tersenyum canggung. “Kita nggak dekat kok Tante. Tante jangan salah paham.”

Assalamu’alaikum,” kedatangan Kayla –adik Fakhri– mengalihkan perhatian mereka.

Wa’alaikumussalam.

Kayla melangkah mendekat, menatap Ayyana. “Siapa?” tanyanya mencolek lengan Fakhri.

“Calon.”

Bisa tenggelamkan Ayyana sekarang?

“Pak Fakhri bisa ajah bercandanya,” Ayyana berusaha mencairkan suasana.

“Nggak usah malu-malu, Tante senang kok kalau mantunya kamu.”

Ayyana tersenyum kikuk, meleparkan tatapan membunuh kearah Fakhri namun menyebalkannya pria itu justru bersikap acuh tak acuh.

“Mana hanphone saya?” pinta Ayyana setelah keluar dari rumah tersebut.

Fakhri mengeluarkan benda yang diminta oleh Ayyana dari saku celananya, lalu segera dirampas oleh perempuan itu. “Jangan kasar-kasar sama calon suami.”

“Bapak tuh bisa nggak sih, mulutnya jangan asal mengklaim orang.”

“Kenapa sih kamu kesal banget saya bilang calon istri?”

“Ya karena saya bukan calon istri Bapak.”

“Nanti malam saya lamar kalau gitu.”

“Nggak usah aneh-aneh,” kesal Ayyana melangkah menjauh.

Rasanya menyenangkan melihat Ayyana meleparkan tatapan tajam padanya setiap kali Fakhri berhasil membuatnya kesal. Mungkin, keputusan Maminya untuk menjodohkan mereka memang tepat, meski sebetulnya Fakhri memendam perasaan bersalah setiap mendekati perempuan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Calon Istri Untuk Klien WO   BAB 65

    "Aku selalu percaya sama kamu selama ini Mas, bahkan saat Dita gencar minta aku selidiki pekerjaan kamu pun, aku tetap ada di pendirian yang sama. Tapi apa? Ternyata yang Dita bilang selama ini itu benar. Tega ya kamu bohongin aku selama ini."Melihat Ayyana histeris, Fakhri segera menarik Ayyana kepelukannya. "Sayang dengerin aku dulu. Kamu tadi janjikan bakal denger penjelasan aku. Please.""Dia itu bukan siapa-siapa, namanya Jihan. Dia adik teman aku dan aku kesana cuma buat jenguk dia sayang.""Terus kenapa harus bohong kalau kamu kesana buat kerja?""Aku minta maaf.""Kamu bilang ini salah paham kan? Jadi jangan minta maaf.""Kamu tenang dulu, kita bicara baik-baik."Ayyana menggeleng pelan, ia berusaha menjauhkan diri. "Kita nggak akan bisa bicara baik-baik dalam keadaan kayak gini.""Oke kita pulang ke rumah, aku jelasin semuanya.""Kenapa nggak jelasin disini?""Sayang, tenang dulu. Ing

  • Calon Istri Untuk Klien WO   BAB 64

    'Assalamu'alaikum, Mas.' "Wa'alaikumussalam. Sayang tolong lihat di kamar, kayaknya ada berkas aku yang ketinggalan." 'Map biru bukan?' "Iya bener. Aku minta karyawan aku kesana buat ambil, kamu tolong kasih ya." 'Nggak usah Mas, ini aku udah di jalan buat nganter berkasnya.' "Kamu kesini? Ya Allah, kan tadi aku bilang jangan kemana-mana." 'Aku bosen, lagian cuman nganter ini kan. Boleh ya?' "Kamu udah di jalan, baru nanya boleh." Ayyana cengengesan di seberang telpon, ia memang sengaja tidak mengabari sejak awal karena ia tahu Fakhri pasti tidak akan mengizinkannya pergi. Kalau sudah begini kan, suaminya itu tidak akan bisa melarang lagi. 'Maaf.' Ucap Ayyana kemudian. "Kalau gitu kamu hati-hati nyetirnya, nggak usah buru-buru. Mitingnya juga masih lama." 'Iya Mas.' Ayyana mengulas senyum penuh kemenangan lalu memutuskan panggilan setelah mengucap salam. "Aya udah nganter berkasnya ke sini, nggak usah suruh karyaw

  • Calon Istri Untuk Klien WO   BAB 63

    "Mau di pijit nggak?" Tanya Fakhri mendekati Ayyana yang duduk setengah berbaring di kasur."Enggak usah, Mas juga pasti capek kan.""Kalau cuma buat mijit kamu sih, masih kuat sayang."Ayyana tetap menolak, ia lebih memilih menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Keduanya duduk bersandar di kepala ranjang sambil menikmati tayangan televisi."Belum ngantuk?" Tanya Fakhri setelah beberapa lama.Ayyana mendongak menatap Fakhri yang tampak menguap, "Mas tidur duluan ajah." Katanya mengangkat kepala namun Fakhri menahannya."Aku temenin sampai kamu tidur."Ayyana yang memang inginnya di temani, segera mengulas senyum manis. "Makasih." Ucapnya lantas mengecup singkat pipi pria itu.Fakhri balas mengecup bibirnya, "Sama-sama."Ayyana buru-buru menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Fakhri. Meski sudah lama bersama tapi entah kenapa Ayyana merasa masih malu saja setiap kali Fakhri melakukan hal itu."Ingat, bumil nggak baik begadang.""Baru jam

  • Calon Istri Untuk Klien WO   BAB 62

    "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam." Jawab semua yang ada diruangan itu serentak saat Fakhri masuk."Nah, datang juga ini anak Mami." Seru Dania dengan nada kesal, percayalah jika tidak ada Ayu disana, ia sudah menjewer kuping Fakhri sampai merah.Fakhri menyalami tangan keduanya sebelum mendekati Ayyana yang sedang duduk bersandar menikmati sarapannya."Maaf sayang." Ucap Fakhri mengecup kening perempuan itu.Raut wajah pria itu jelas menampilkan kekhawatiran dan rasa bersalah yang besar, saat Dania memberitahunya terkait kondisi Ayyana, ia tidak berpikir dua kali dan segera berkemas pulang.Tak peduli bagaimana Jihan merengek memintanya tinggal lebih lama."Aku nggak apa-apa Mas.""Kirain Mami udah lupa jalan pulang kamu." Seru Dania lagi.Ayu mencolek lengan perempuan itu, "Itu mantu laki-laki aku satu-satunya loh, jangan di marahin.""Emang harus dimarahin sekali-kali Yu.""Udah ah, lebih baik kita keluar cari angin. Aya kan udah a

  • Calon Istri Untuk Klien WO   BAB 61

    'Gimana keadaan kamu sayang?' "Alhamdulillah Mas, udah mendingan." Ayyana tidak berbohong, ia merasa sudah jauh lebih baik sekarang. 'Aku minta maaf ya, aku belum bisa pulang.' Kondisi Jihan kembali drop setelah perayaan ulang tahunnya dan ia memaksa Fakhri untuk tetap tinggal sampai ia dibolehkan pulang dari rumah sakit. Dan seperti biasa Fakhri tidak punya pilihan, ia takut membuat Jihan semakin parah. "Iya, lagian ada Mami sama Kayla kok yang nemenin." 'Mami nggak marahin kamu kan?' "Enggak dong, Mami kan sayang sama aku. Justru kamu nanti yang siap-siap kena semprot pas pulang." Canda Ayyana. 'Aku mah udah biasa. Yang penting bukan kamu ajah yang marah.' "Kalau aku ikutan marah juga?" 'Emm... Aku ciumin sampai marahnya ilang.' "Apaan banget mainnya begituan." Fakhri terkekeh pelan, "Udah

  • Calon Istri Untuk Klien WO   BAB 60

    Bukannya membaik, kondisi Ayyana justru semakin parah. Suhunya meningkat sejak semalam, karena itu pula Dania memutuskan untuk ikut bermalam bersama Kayla. Ia tidak tega meninggalkan Ayyana dengan kondisi seperti itu, tadinya Dania hendak menghubungi Ayu tapi Ayyana melarang dan setelah dipikir-pikir ia tidak ingin ada kesalahpahaman berlebih kalau sampai orang tua Ayyana tahu Fakhri pergi meninggalkan istrinya dalam keadaan sakit. Sepanjang hari, tubuh Ayyana lemas, tidak nafsu makan dan sering muntah. Namun ia tetap bersikeras untuk tidak kerumah sakit, Dania sampai bingung sendiri bagaimana membujuknya. "Sayang." Panggil Dania masuk setelah mengetuk pintu kamar. Ayyana yang bergelut didalam selimut membuka mata sedikit. "Ada Ririn sama Dita nih." Beritahu Dania. "Iya Mih." "Kalian masuk gih, Tante bikinin minum dulu." Ucap Dania mempersilahkan keduanya masuk. "E

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status