Dara ingin melabrak orang. Siang ini ia ingin makan orang. Ia ingin sekali mematahkan tulang leher orang. Pengin mencakar wajah songong kakak kelasnya yang bernama Alvin. Tapi mana bisa?
Tuh cowok emang belagu banget. Banyak tingkah. Andai aja tadi nggak ada cowok sableng satu itu, palingan ia sekarang bisa lebih dekat lagi dengan Ari.
Pokoknya tuh cowok perlu dimusnahkan. Nyebelin, nyindir kulitnya yang nggak bisa dilihat segala, pakai acara bawa kata-kata giginya terbang semua, lagi. Kan, sialan!
Arrrgggghhhh!
Dara benar-benar kesal. Ia masuk ke dalam rumahnya dengan memasang wajah bak serigala marah.
Para pembantunya bahkan nggak berani mendekat sedikit pun. Apalagi saat ini tuan dan nyonya nggak ada di rumah. Masih di kantor masing-masing. Mereka nggak mau bermasalah dengan Dara dalam keadaan seperti sekarang ini.
Terlihat Dara berjalan dalam hening, tidak teriak-teriak sebagaimana biasanya, namun kali ini lebih menyeramkan. Layaknya malam kelam yang horor dan mencekam.
Ah, mereka nggak mau mendekat. Hanya mengamati tingkah Dara dalam kejauhan.
Di satu sisi Dara sejujurnya sadar seluruh pembantunya sedang memperhatikannya, tapi di sisi lain ia nggak mau diganggu atau lebih ke rasa malas untuk menjawab semua keingintahuan mereka.
Dara tak mau menoleh, tetap berjalan ke arah kamarnya. Membuka pintu lalu menguncinya rapat-rapat. Ia siang ini mau memilih menenangkan diri di kamar. Tak mau diganggu siapa pun.
Baru aja melempar tubuhnya di atas kasur, ia merasakan getaran pelan dalam saku seragamnya. Dara mengambil ponsel itu ogah-ogahan. Terlihat dua pesan dengan waktu berbeda.
Pukul 11.00 WIB.
Detektif Conan: Jam 2 siang ini Kenn ada pertemuan di sebuah restoran SanMaldiv. Kabarnya menjamu salah satu rekanan penting yang sedang berkunjung ke Indonesia.Pukul 14.15 WIB.
Detektif Conan: Posisi Nona Dara ada di mana? Kenn dan tamunya sudah ada di tempat sejak tadi.Dara membelalak. Kok dia baru buka pesan ini sekarang? Harusnya kan dari tadi?
Seketika Dara terduduk kembali. Ia panik. Waktu udah menunjukkan jam dua lewat. Bagaimana bisa ia lupa acara sepenting ini?
Sial! Pasti ini gara-gara emosi yang tengah mencengkeramnya begitu kuat lantaran perkataan Alvin di sekolah. Sampai-sampai apa pun bisa ia lupakan kayak gini.
Dara mengacak rambutnya kasar. Ia mondar-mandir layaknya setrikaan. Dara bingung. Ia nggak tahu harus berbuat apa.
"Gue harus ngapain ya sekarang?" tanya Dara pada diri sendiri, masih berjalan bolak-balik.
Ia meremas-remas jemarinya, mengipas-ngipas wajahnya, gigit-gigit kuku, hingga yang terakhir membenturkan jidatnya ke tembok.
"Aha! Gue harus balas pesan Detektif Conan nih buat nunggu gue dulu."
Dengan segera ia menekan huruf-huruf yang ada di ponsel, lalu mengirimnya.
Dara: Detektif Conan tunggu gue. Ini masih di jalan hehe, muuuaaah 💏💝 *salam cipok*
Astaga ... benar-benar nih anak! Emang jago banget modus, tapi caranya itu membuat mual semua orang. Dia tahu jasa mata-mata yang dikirim Rian itu seorang pemuda yang lumayan keren. Katanya Dara, sambil menyelam minum air. Mumpung ada cowok ganteng harus dibuat seger-segeran. Emangnya es campur?!
Terlihat Dara berlari ke sana kemari mencari serta mengambil pilihan baju, kosmetik dan beberapa alat yang cocok untuk menyamar. Setelah menurutnya semua udah pas dan tepat, ia buru-buru turun ke bawah dan berteriak memanggil sopir pribadinya.
***
Satu jam lebih, mobil Dara baru sampai di dekat area restoran yang ia tuju. Mobilnya kejebak macet di perjalanan. Biasanya jika lalu lintas dalam keadaan normal hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit. Alhasil ketika udah turun ia buru-buru menyeret kakinya ke arah pertemuan di luar restoran.Akan tetapi, orang yang disebut Detektif Conan oleh Dara itu langsung diam di tempat. Beliau tercengang, terkejut bukan main. Atau mungkin bisa dibilang langsung ngedrop, sengedropnya orang yang lagi drop.
Nggak ngedrop gimana, orang yang dilihat bukannya cewek remaja malah terkesan kayak orang-orangan sawah.
Ya, mau gimana, nah si Dara juga gitu. Masa mau ngintip aja dandanannya super nyeleneh. Pakai baju dengan bagian lengannya berumbai-rumbai hitam, celana putih, memakai wig panjang berwarna merah cerah dikombinasikan dengan kupluk hitam yang ada motif bling-bling. Pokoknya berkilauan. Jangan lupakan riasan yang serba gemerlap dibagian kelopak mata hingga membuat semuanya terlihat kontras dan bisa-bisa gagal pengintaian mereka.
Untung dari dua orang yang membantu Dara, ada salah satu di antara mereka berjenis kelamin wanita. Dia cepat tanggap dan meminjamkan jaketnya, juga mengubah segala penampilan Dara yang ia anggap terlalu berlebihan.
Setelah semua beres, Dara diajak ke dalam restoran melalui pintu masuk bagian belakang. Dengan segala perencanaan yang matang, mereka bisa masuk dengan mudah dan duduk agak menjauh dari meja pesanan Kenn.
Dara duduk diam, melihat Kenn sepenuhnya. Kenn yang sedang memakai setelan jas. Memandang Kenn yang menatap serius lawan bicaranya, gerakan Kenn saat minum, ketika cowok itu tersenyum hingga pada momen Kenn yang sekarang berdiri dan memeluk rekanannya sambil tertawa renyah.
Dara menganga, nggak bisa berkutik. Ia sampai meneteskan air liurnya menatap pemandangan indah di depan matanya. Kenn yang terindah. Kenn yang tercakep, terkeren, tertampan sepanjang masa, dan Kenn yang ... ugh! Pokoknya semuanya ada di Kenn.
Pembawaan Kenn emang tenang dan cuek. Menatap sorot matanya aja sering membuat Dara gemeteran tanpa sebab.
Dara benar-benar diserang oleh kekaguman yang membara. Fantasi-fantasi yang ada di kepalanya muncul silih berganti. Kebanyakan khayalam tentang yang nggak pantas disebut hingga membuatnya senyum-senyum sendiri bercampur wajah merona merah.
"Nona Dara, mereka sudah nggak ada."
Eh? Kesadaran Dara seakan-akan tercabut paksa. Matanya mengedar ke seluruh ruangan dan tidak ada batang hidung Kenn sama sekali.
"Tenang, semua masih terkendali. Tamunya sudah pergi, tapi Kenn masih di sini," lanjut lelaki tersebut.
"Kenn ke mana?"
"Saya cek tadi, Kenn berjalan masuk ke toilet," jawab si wanita dewasa.
Seketika Dara mengembuskan napasnya lega. Ia memperbaiki duduknya sembari meraih minuman pesanannya. Ia meneguk dengan pikiran was-was. Sesekali lehernya menengok ke arah papan petunjuk menuju ke toilet.
Ia gugup seandainya menatap wajah Kenn lagi. Pasti nanti abis dari toilet muka Kenn tambah segar dan wah. Benar-benar wah yang bikin ngiler. Apa ya itu namanya ... maksud Dara semakin tampan dan bersinar karena abis cuci muka, gitu.
Dara menunduk sambil menggosok-gosok pipinya dengan kedua tangan. Ia merasa geli sendiri bercampur malu. Ternyata Kenn jika pakai jas kantor kadar ketampanannya melonjak drastis. Makin keren dan uhuk.
Astaga ... ia seperti pasien rumah sakit jiwa. Senyam-senyum sendiri, dan susah nih sembuhnya. Kayaknya cuma Kenn yang bakal bisa dijadikan obat buat penyakitnya.
Gimana ya andaikan ia jadi pacarnya Kenn? Gimana ya kalau seumpama Kenn nanti tiba-tiba menghampiri mejanya dan mengucapkan kata cinta untuknya? Respons apa yang bakalan ia berikan?
Dara nggak tahan bayangin lagi. Ia memejamkan matanya kuat seraya tersenyum lebar. Tangannya pun menangkup kedua pipi sambil kaki mengentak-entak lantai dalam duduknya.
'Kyaaaaaaa ... bener-bener nggak nahaaan!'
Kedua orang sewaan yang di dekatnya memasang tampang beda-beda. Yang lelaki terlihat bingung disusul gelengan kepala, sedangkan sang wanita hanya mampu menahan tawa sekuat tenaga.
"Nona Dara waspada, Kenn sekarang berjalan keluar."
"Mana, mana?"
"Tetap tenang. Jangan menunjukkan gerakan mencurigakan," ujar Detektif Conan. "Di sana. Cowok yang barusan keluar dan memakai jaket kulit hitam. Itu Kenn."
"Kok udah ganti baju?" tanya Dara bingung dan juga penasaran.
"Mungkin ia ke toilet tadi emang sengaja mau ganti baju," sahut si wanita dewasa.
Dara manggut-manggut.
"Ayo, sekarang kita keluar!" perintah Detektif Conan, lalu segera diikuti Dara dari belakangnya.
Mereka kembali mengambil jalan bagian belakang, yang udah disiapkan dari awal oleh orang dalam restoran itu sendiri. Tidak mau ambil risiko apa pun. Pintu belakang menurut mereka lebih aman, sehingga tidak ada satu pun yang menaruh curiga ataupun andai kata ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Dara akhirnya melihat Kenn. Cowok itu emang udah mengganti jas dan kemejanya dengan baju lain yang dilapisi jaket kulit hitam. Namun, itu tak mengurangi kadar ketampanan seorang Kenn. Malah style tersebut seakan-akan Kenn banget. Cool dan keren abis.
Sayangnya, Kenn kini berjalan tapi diapit oleh dua orang. Yang satu wanita berambut sebahu, sementara yang satunya lagi seorang pria perkasa bertubuh gempal dan berotot. Kepalanya botak, lagi. Menyeramkan. Dara bergidik ngeri. Kelihatannya itu adalah bodyguard-nya Kenn. Tubuh Dara langsung keder.
Rencana baru dalam proses menyelidiki siapa Kenn yang sesungguhnya emang sukses besar. Semua udah terungkap dengan bantuan memakai jasa mata-mata handal. Segalanya diperkuat dengan bukti yang ia lihat sekarang, bagaimana seorang Kenn mampu menangani dalam sebuah pertemuan bisnis.
Namun, semua menjadi berkebalikan sama Dara. Ia tahu betapa tidak seimbangnya antara dia dan Kenn. Betapa terlalu sempurnanya seorang Kenn. Cowok itu ternyata orang yang sangat penting. Memiliki pengaruh besar dalam perusahan IT yang udah tersebar di berbagai negara.
Belum apa-apa Dara udah minder duluan. Bukannya ia nggak mau punya pacar sempurna, tetapi ia kan harus tahu diri juga. Iya, nggak, sih?
..........................***................................
Beberapa bulan setelahnya....Pesta pernikahan itu digelar dengan sangat megah. Tampak di depan sebuah vila besar dan mewah dipenuhi dengan rangkaian bunga cantik. Beraneka macam bunga nan segar membentuk sebuah karya yang begitu memukau seakan ikut menyambut para tamu undangan yang akan datang.Tak hanya itu, selain memiliki kolam renang besar dan ruang internal dengan kamar-kamar yang menarik, vila 3 lantai tersebut juga dikelilingi pemandangan laut berwarna biru yang sangat indah. Pemandangan yang begitu menakjubkan, membuat kita merasa terhanyut oleh sentuhan pesonanya.Begitu masuk, kita akan disuguhi oleh permadani berlapis emas yang membentang dan berbagai furniture mewah dengan hiasan dekorasi pernikahan yang terlihat elegan dan menarik.Suasana sangat meriah dan bahagia. Para tamu undangan tampak antusias dan saling bersenda gurau sambil menikmati berbagai hidangan lezat yang menggugah selera.Ya. Rian dan Inez akhirnya telah resmi menikah. Dan hari ini adalah hari diselengga
"Kamu nggak apa-apa?"Mata Inez mengerjap pelan, tetapi hanya diam. Ia seolah belum bisa memahami kejadian terakhir yang terjadi di depannya.Pria itu memeluknya dengan posesif dan sangat hati-hati. Inez mengenal pelukan hangat itu, kepalanya mendongak dan menatap cowok di depannya.Seketika Inez menangis dalam pelukan itu. Ia terisak keras.Rian. Ya, Rian. Akhirnya kekasihnya datang dan menghajar pria brengsek itu. Tangisan Inez makin kencang, dan Rian pun makin memeluknya erat. Setelah beberapa saat ia buru-buru melepas pelukannya, dengan panik mengamati tubuh Inez dari bawah sampai atas. Seolah ia takut telah datang terlambat dan mengakibatkan sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi pada cewek yang dicintainya."Sayang, lo beneran nggak apa-apa?" tanya Rian lagi sembari menangkup wajah Inez.Ia bahkan tidak sadar dua pertanyaan yang ia lontarkan barusan menjadi belepotan, dari memanggilnya dengan kata "kamu" lalu pertanyaan berikutnya menggunakan kata "lo". Rian benar-benar diserang
Brak!Pintu itu dibuka agak kasar oleh seseorang hingga membuat Inez kaget dan terbangun dari tidurnya. Dan benar saja orang itu penculiknya, cowok brengsek yang juga adalah ayah tirinya Inez.Ari terdiam sejenak. Ia tidak boleh terlalu lama di satu titik jika tidak mau ketahuan, apalagi ada anak sekecil Tio dan Bella. Tempat persembunyian mereka terlalu berisiko dan ia tak mau terjadi sesuatu terhadap mereka semua.Setelah berpikir beberapa saat, ia memutuskan mengajak mereka menjauh dari gudang. Ia meminta Dara menghubungi Rian, juga polisi untuk menyergap si pelaku secepat mungkin.Sementara itu, Inez yang terbangun dari tidurnya menyipitkan mata tatkala sinar matahari pagi masuk melalui pintu yang dibuka dan tepat mengenai netranya."Selamat pagi, Sayang."Mendengar suara menjijikkan yang ia kenal tersebut, seketika Inez tersadar, lalu menoleh ke arah sumber suara. Netranya membelalak panik. Saat Inez hendak bergerak ia merasa tangan dan kakinya tak bisa berfungsi. Sehingga ia haru
Hari ini demi sang kakak, Dara terpaksa bolos sekolah. Mau bagaimana lagi, semalam kakaknya pulang larut malam dalam kondisi yang mengenaskan. Baju kantor yang kusut, bau dan kotor. Belum lagi rambut yang acak-acakan dan dengan wajahnya yang begitu menyedihkan.Saat ia menyerbu kamarnya dan memaksa Rian untuk bicara, ternyata hal yang mengejutkan terjadi. Calon kakak iparnya diculik.Oh, tidak! Itu memang hanya pemikiran Dara, akan tetapi begitu sang kakak menceritakan awal mula Inez menghilang, tentu saja semua berpusat pada kemungkinan tersebut. Dan Dara sangat yakin calon kakak iparnya yang cantik itu pasti diculik oleh pria brengsek yang telah memerkosanya dulu.Membayangkan kenangan buruk dari calon kakak iparnya itu lagi, Dara merasakan kesedihan yang mendalam. Menurutnya memori tersebut sangat kejam dan memilukan.Maka dari itu, pagi-pagi meski ia pamitnya pergi sekolah—saat ia tiba di depan gerbang dan setelah menyuruh sopir pribadinya pulang—nyatanya ia tidak masuk melainkan m
Rian segera memarkirkan mobilnya di depan minimarket begitu melihat mobil yang ditumpangi Desi dan Dina telah berjalan menjauh. Cowok itu sontak berlari mengejar Devita yang berjalan tak seberapa jauh darinya.Rian sengaja menunggu sampai Devita berbelok, di sebuah gang yang cukup sepi ia memanggil Devita yang kini menoleh ke arahnya."Tante, selamat malam," sapa Rian dengan sopan saat sudah tepat di depan Devita, dan memang saat ini waktu menunjukkan pukul 6.00 malam."Nak Rian? Malam juga. Ada apa kok malam-malam ke sini?" jawab Devita, dahinya berkerut bingung."Begini, Tante. Saya cuma mau tanya, apa ... Inez sudah pulang ke rumah?"Ada sekilas kilatan kaget terlintas di mata itu. "Bukannya Inez bersama Nak Rian?" tanya balik Devita. Tiba-tiba pandangannya meredup dan berubah sedih. "Semenjak Inez memutuskan pergi dari rumah, sampai sekarang dia nggak pernah pulang, Nak," lanjutnya, lalu berubah panik. "Katakan sama tante, apa terjadi sesuatu dengan Inez?"Sejenak Rian terlihat rag
Sore hari sekitar pukul 16.45 Rian tiba di depan rumah kontrakan yang bergaya minimalis, tentu saja menemui pujaan hatinya. Ia buru-buru memarkir mobil dan turun sambil membawa dua buket bunga yaitu mawar merah dan bunga tulip putih. Inilah alasan mengapa ia telat datang. Sepulang kerja bukannya langsung menemui sang pacar sesuai janjinya, ia malah mendatangi toko bunga terlebih dahulu.Cowok itu tak tahu pacarnya menyukai bunga apa, karena ia takut salah sehingga ia memilih dua macam bunga sekaligus agar nanti sang kekasih bisa memilih sendiri di antara kedua bunga tersebut. Setahu Rian dari pengalaman dia sebagai playboy selama ini—dari banyaknya cewek yang ia kencani—mereka lebih dominan menyukai bunga mawar dan tulip putih. Tapi jika nanti Inez tidak menyukai keduanya, ia akan dengan senang hati mengantar cewek yang dicintainya itu langsung ke toko bunga untuk memilih bunga kesukaannya secara langsung. Jangan lupa ia juga membelikan cokelat berbentuk hati untuk Inez dan berharap g