Saat King pergi dari tempat buat meting tadi gumpalan asap hitam sudah mengepul di udara dan itu pertanda jika apa yang di inginkan King sudah terlaksana. Dan King memutuskan untuk segera kembali ke negara A karena entah perasaannya tak tenang tentang Kavaya yang ada di sana.
"Leo beri perintah pada anak buah kita di sana untuk terus mengawasi gadisku. Aku mempunyai firasat tak enak tentangnya!"Leo yang sedang memeriksa beberapa laporan pekerjaan segera menghentikannya dan meraih ponselnya untuk menghubungi anak buahnya yang ada di dekat rumah Kavaya. Dan setelah memastikan semua aman, dia melanjutkan pekerjaannya kembali. Sementara King berusaha memejamkan matanya meskipun dia tak akan bisa tidur untuk saat ini.
*
*
Pagi hari menjelang dan Kavaya sudah siap untuk pergi kuliah hari ini tapi bukan berarti dia akan berpenampilan rapi seperti anak kuliahan lainnya. Karena jika itu sampai ketahuan nasibnya akan berakhir tragis di tangan ibu tiri dan saudara tirinya.
Tap.. tap...
Suara langkah mendekat dan sudah jelas itu adalah Rebeca dan Miranda yang baru saja turun dari lantai atas dengan masih memakai pakaian tidur mereka.
"Eh, enak banget ya jadi kamu, pagi pagi udah sarapan tanpa harus bekerja lebih dulu!" celetuk Rebeca mulai mengusil ketenangan Kavaya.
"Ck..."
Kavaya berdecak kesal dan berdiri dari duduknya. Modnya untuk makan sudah hilang sejak mendengar suara langkah Rebeca datang ke ruang makan itu.
Srettt...
"Mau kemana? Kita belum selesai bicara!"
Rebeca menarik lengan Kavaya dengan keras dan membuat badan Kavaya berbalik dengan cepat. Kavaya yang memang sedang memegang segelas susu pun tanpa sengaja menumpahkan susu itu ke wajah Rebeca yang membuat Rebeca terpekik kaget. Jelas saja karena susu itu masih panas.
"Awwww....."
"Panaasss, panasss...."
Miranda yang mendengar teriakan sang putri bergegas turun ke bawah dan melihat Rebeca yang sedang meniup lengannya serta terlihat melepuh. Miranda menarik tangan Rebeca dan melihat di sana tangan itu sudah sangat merah. Lantas Miranda menatap Kavaya dengan tajam dan melayangkan satu tamparan ke pipi Kavaya.
Kavaya yang tak siap pun tak bisa mengelak lagi dan berakhirlah tamparan itu mendarat di pipi mulusnya.
Plaakkkk.....
Kavaya memegangi pipinya yang terasa panas dan itu membuat Rebeca tersenyum puas.
"Kurang ajar banget kamu? Berani banget kamu bikin putriku terluka? Apa kamu nggak tahu putriku ini sangat berharga dan bahkan tak boleh ada lecet sedikit pun di kulitnya!!!" teriak Miranda kencang.
"Sial!!!" umpat Kavaya kesal."Apa mata kamu buta? Dia dulu yang mengusikku saat sarapan dan dia juga yang menarik tanganku. Jadi jangan salah kan aku kalau kebodohannya membuatnya terluka!!!" balas Kavaya tak kalah kerasnya,
Mata Rebecca melotot karena Kavaya berani mengatainya dengan bodoh. Dia sudah melangkah ke depan Kavaya serta mengangkat tangannya untuk menampar Kavaya tapi tentu saja Kavaya tak ingin wajahnya terluka lagi. Dia menangkap tangan itu dan mencengkeramnya kuat yang membuat Rebeca meringis kesakitan. Miranda yang melihat anaknya kesakitan ingin maju dan membantu Rebeca tapi tentu saja Kavaya tak akan tinggal diam lagi saat ini.
"Kalau kamu maju selangkah lagi, akan ku pastikan jika tangan anakmu tak akan pernah utuh lagi setelah ini!"
Ucapan dingin Kavaya berhasil mencegah Miranda untuk membantu Rebeca dan itu tentu saja membuat Rebeca semakin kesakitan dan anggaplah itu untuk membalas tamparan Miranda kepada Kavaya tadi.
Setelah melihat wajah Rebeca semakin kesakitan Kavaya memutuskan melepaskan Rebeca dengan menghempaskan tangan itu dengan kuat.
Badan Rebeca terhuyung ke belakang dan beruntung Miranda menangkapnya, jika tidak mungkin tubuh Miranda sudah menabrak meja kaca yang ada di belakangnya dan entah apa yang akan terjadi kepada Rebeca jika sampai terjadi.
"Kurang ajar sekali kamu anak sialan!"
"Jangan menunjuk wajahku karena kalian duluan yang memulai bukan aku. Dan setelah ini jangan menggangguku karena aku bisa melakukan hal yang lebih dari ini!"
Setelah mengatakan itu Kavaya pergi meninggalkan rumah itu dengan perasaan yang kesal. Sementara Rebeca sudah mengamuk dan memecahkan perabotan yang ada di sana.
"Mama, aku nggak terima ya udah di hina sama dia. Mama harus cari cara buat membalasnya bagaimanapun caranya!"
Rebeca terus mengamuk dan berteriak karena dia di kalahkan Kavaya pagi ini. Dia juga melupakan jika tangannya terluka tadi karena memikirkan caranya membalas Kavaya. Miranda akhirnya menemukan cara untuk membalas Kavaya dan agar bisa membuatnya tak berkutik lagi.
"Mama punya ide, tapi kamu harus tenang dan diam sekarang. Bersihkan diri kamu dan bersiaplah untuk pergi pemotretan. Urusan gadis sialan itu serahkan saja pada mama. Kamu nggak usah khawatir karena mama nggak akan biarin dia hidup enak terus setelah melukai kamu!"
Rebeca tersenyum senang saat mendengar sang mama mengabulkan apa yang dia inginkan. Dan segera setelahnya Rebeca kembali naik ke lantai atas dan segera bersiap pergi pemotetran. Jangan sampai dia telat pada saat hari pertama dia bekerja.
"Awas kamu anak sialan, aku pastiin kamu tak akan selamat kali ini!" gumam Miranda geram.
Miranda segera mengambil ponselnya dan menelfon seseorang untuk di berikannya tugas memberi pelajaran pada Kavaya agar Kavaya jera dan tak berani melawannya lagi.
Setelah dia memberi intruksi pada orang suruhannya Miranda menyusul Rebeca untuk pergi bersiap.
*
*
Kavaya yang saat ini sudah sampai di kampusnya segera mengikuti pelajaran kampus dengan tenang. Selama ini Kavaya selalu menyendiri dan tak pernah mempunyai teman meskipun banyak sekali yang ingin berteman dengannya. Meskipun Kavaya bukan orang sombong tapi semua kejadian dalam hidupnya memberinya pelajaran untuk tak percaya lagi pada siapapun.
Hampir setengah hari Kavaya mengikuti materi kampus dengan tenang. Dan pada saat dia ingin pergi ke kantin seseorang membekap mulutnya dan membuat Kavaya kehilangan kesadarannya.
Oran itu segera membopong Kavaya pergi dari sana menggunakan mobil Van hitam yang sudah terparkir di luar area kampus. Anak buah King membelalakan matanya saat melihat kejadian itu dan segera menelfon Leo untuk segera memberi kabar tentang penculikan Kavaya.
Tuttt...tut...
Leo yang di hubungi pun tak kunjung mengangkat ponselnya karena saat ini dia tengah meting dan membuat anak buah yang sedang mengejar penculik itu mengumpat kesal.
"Sial. kalau begini aku yang akan di hukum nantinya!"Dia tak kehabisan cara, dia segera menghubungi beberapa temannya untuk segera memberi tahu Leo. Jelas teman temannya segera kalang kabut saat ini dan terpaksa mereka menerobos meting yang sedang di adakan oleh King.
Brakkk...
Pintu ruangan itu terbuka dan mata King lansung menatap tajam kepada semua anak buahnya itu.
"Kalian cari mati hah?" bentak Leo kesal.
Glek....Beberapa anak buah Leo meneguk ludahnya kasar melihat kegarangan kedua bosnya itu.
"Bos maaf, tapi ini urgend. Jangan menghukum kami sekarang, tapi sejak tadi Richard sudah menghubungi bos Leo untuk mengabari jika gadisnya Lord sedang di culik dan saat ini Richard sedang mengejar penculiknya!"
Akhirnya kata kata itu keluar juga dari mulut mereka dan membua mata King membola sempurna. Sedangkan Leo segere meraih ponselnya yang memang sedang di silent sejak tadi.
Brakkkk....
King menendang kursi yang ada di dekatnya sampai kursi itu hancur berkeping keping.
"Kurang ajar, berani sekali mereka melakukan itu. Mereka cari mati!"King segera pergi dari sana sedangkan para anggota meting itu sudah menahan napas mereka karena ketakutan. Hawa di sana sudah mencekat dan seperti berada di alam lain meskipun mereka belum pernah merasakannya. Tapi setiap kali mereka berhadapan dengan King mereka pasti merasakan jika nyawa mereka sudah berada di ujung tanduk.
Leo segera memberi perintah kepada anak buahnya yang lain untuk melacak keberadaan Richard dari ponsel milik Richard yang terus aktif dan bersyukur signalnya terus ada.
Sementara King sudah pergi membawa mobilnya sendiri untuk mencari gadisnya itu jangan sampai dia kenapa napa saat ini.
"Sialan, siapa yang berani melakukannya? Dia benar benar cari mati!!" umpat King marah.
King yang sudah terlanjur marah tak peduli dengan kemacetan lalu lintas yang dia lewati. Dia segera melacak sendiri kemana perginya Richard saat ini.
Drtttt....
Leo segera menghubungi King untuk memberi tahu jika Kavaya di bawa ke sebuah Vila yang ada di pinggiran kota yang berarti terletak di dekat pesisiran pantai yang tak jauh dari dirinya berada saat ini.
"Leo cari tahu siapa yang melakukan ini. Setelah aku membawa gadisku kembali aku akan memberinya hukuman yang setimpal!!"
Biip....
Tanpa menunggu jawaban dari Leo, King segera melajukan kendaraan nya dengan cepat agar bisa segera membawa Kavaya pergi.
"Sialan, ini artinya dari kemarin aku nggak bisa tenang!"
*
*
Sementara itu Richard yang sudah sampai duluan tak langsung bertindak karena saat ini dia sendirian di tambah sekarang dia berada di sebuah Vila yang jauh dari kota. Richard sendiri juga harus memeriksa ada berapa orang yang sedang berada di sana. Bukan dia tak mampu bertarung dengan mereka semua tapi di dalam sana ada calon nona besarnya dan jika nanti dia terluka sudah pasti King akan langsung mengamuk dan akan menghancurkan seleuruh gedung yang nampak di depan matanya.
Richard berjalan pelan ke arah Vila dan menyusuri Vila itu untuk mencari jalan masuk ke dalam Vila itu. Tapi naasnya ada seseorang dari mereka yang memergoki Richard dan membuat Richard mau tak mau harus bertarung saat ini.
"Woyyyy.....""Astaga, ketahuan!" batin Richard.
Richard segera berbalik ke arah orang yang meneriakinya dan cengengesan tapi itu malah membuat salah satu penculik itu curiga.
"Mau ngapain kamu?"
Richard menggaruk kepalanya yang tak gatal, tapi tepat saatRi Richard akan menjawabnay penculik itu tumbang dengan mata yang melotot dan juga kepala yang sudah berlubang.
Glekkkk...
Richard menelan ludahnya kasar karena jelas dia tahu siapa pelakunya. Dan benar saja King langsung menepuk pundak Richard pelan.Puk...
"Kasih makan dua kesayanganku selama sebulan karena keteledoranmu!" ucap King dingin.
Bahu Richard melemas mendengar hukumannya itu."Bos apa nggak ada hukuman yang lain?" tawar Richard pada King.
"Ada, lubangi sendiri kepalamu!"
to be continued
Setelah kepergian Kairo, tubuh Raihan luruh ke lantai. Dia tak menyangka jika semuanya akan seperti ini. Dan apa yang tadi dia dengar, Darrel belum kembali. Darrel terjebak di tempat dimana Yasinta menyekap mamanya. Raihan meremas rambutnya kuat. Di tambah saat ini kedua orang tuanya tengah berjuang di ruang operasi. # Hujan mulai reda, King segera mengerahkan semua anak buahnya menyisir seluruh pantai. Dan langsung terjun ke laut mencari Darrel. Kavaya berkali kali pingsan, tapi berbeda dengan Athena. Dia memaksa untuk ikut mencari Darrel. "Aku harus ikut, kalau kalian nggak masih aku ijin buat ikut lebih baik aku mati. Aku nggak tahu disana Darrel sedang berjuang seperti apa. Aku nggak tahu Darrel masih hidup atau sudah mati!" Suara Athena terdengar dingin tapi juga sedang menahan tangisnya. Akhirnya King menyerah untuk melarang Athena pergi. Dia membiarkan Athena ikut mencari Darrel. Denzel dan Azura juga ikut serta. Sedangkan Dante, Daniar dan Kairo menjaga Kavaya yang ko
Kavaya terus meraung memanggil nama putra bungsunya. Saat ini mereka menunggu jauh dari sekitaran pantan karena cuaca benar benar buruk. Athena yang memaksa sampai kesana menatap laut dengan pandangan kosong. Tubuhnya linglung dan tak bertenaga. Ayumi sudah di tangani oleh Dokter. Dan hanya Raihan serta beberapa pengawal King yang menemaninya. Sementara King yang mendengar kabar jika Darrel masih terjebak di tengah laut pun segera menyusul Kavaya. "Darrel, aku mau Darrel Bee!!" Suara Kavaya semakin lemah. King tak kuasa menahan dirinya sendiri. Tubuh Kavaya mulai lemas tak bertenaga sejak tadi memanggil nama Darrel berkali kali. Athena ambruk ke tanah. Dia menangis sejadi jadinya di pelukan Azura. "Darrellll!!!!" Tak jauh berbeda dengan Daniar yang berkali kali pingsan. Kejadian kali ini benar benar di luar perkiraan. Yasinta membuat dunia keluarga Kingstone seperti di neraka. Denzel yang melihat semua seperti itu merasa bersalah. Bagiamana mungkin tadi dia meninggalk
Yasinta tertawa terbahak melihat wajah panik Darrel dan Denzel. "Hahahah, aku nggak jebak kalian. Tapi kalian terlalu bodoh untuk tahu semua yang aku rencanakan. Apa kalian pikir hanya kalian yang bisa membuat strategi seperti ini?" Yasinta mengejek Darrel dan Denzel. Sedangkan dua kembar itu semakin geram, tak lama terdengar ledakan yang kedua dan seterusnya. "Hahaha, kalau aku nggak bisa dapetin salah satu dari kalian lebih baik kita mati bersama!" Mata Darrel dan Denzel membelalak. Mereka saling pandang dan dengan cepat bergerak mencari Ayumi. Sedangkan Yasinta terus tertawa terbahak. Dia memang sengaja melakukan ini semua karena pikirannya sudah tak bisa mencari jalan keluar untuk mendapatkan salah satu dari mereka. "Denzel, cari Tante Ayumi. Aku yang akan urus disini. Setelah kamu ketemu langsung bawa dia pergi!" "Tapi nanti kamu gimana?" tanya Denzel bingung. "Jangan pikirkan aku, yang penting Tante Ayumi terlebih dahulu. Kamu tenang aja, aku akan baik aja!" D
Leon mematung di tempatnya, hampir saja tubuhnya ambruk tapi King langsung menahannya. King hampir lupa jika Leon beberapa tahun terakhir punya masalah dengan jantungnya. Leon memegang dadanya yang sesak. "Leon, bertahanlah. Kita ke rumah sakit sekarang!" King menyuruh beberapa anak buahnya membantunya mengangkat Leon. Wajah Leon pun sudah semakin pucat dan itu membuat King semakin panik. "Sweety, Leon jantungnya kambuh saat dengar kabar ini. Aku akan membawanya ke rumah sakit!" King mengirim pesan itu pada Kavaya melalui Voice note. King bergegas membawa Leon ke rumah sakit. Leon mencengkeram lengan King. "King selamatkan Ayumi!" Tak lama setelah mengatakan itu, Leon langsung pingsan. "Berengsek!" umpat King kasar. Anak buah King langsung membuka jalan agar Leon segera sampai ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Leon langsung mendapatkan penanganan. King sudah mondar mandir di depan ruang periksa. "Tuan King, maaf dengan berat hati kami harus menyampa
Darrel yang baru ingin makan pun tersedak makanannya Uhukkkk..... Kavaya yang saat ini berada di sebelahnya langsung menepuk pelan punggung Darrel sampai Darrel merasa enakan. "Raihan, apa maksud kamu? Melacak mama kamu? Bukannya dia ada dirumah?" tanya Darrel bingung. Semua orang menatap Darrel bingung, ada apa sebenarnya. Kenapa Raihan meminta tolong padanya. Raihan segera menceritakan semua yang terjadi dan semua orang yang ada di ruang itu sontak berdiri. "Darrel segera lacak dimana Ayumi. Jangan sampai Yasinta mencelakainya. Leon dan papa kalian ada meting penting yang tak bisa di tinggal." Darrel bergegas mencari laptop miliknya begitu juga dengan Denzel. Kavaya berusaha menghubungi Ayumi tapi tak juga tersambung. Athena dan Daniar yang baru saja turun dari lantai dua melihat aneh ke arah semuanya. "Ma, ada apa?" tanya Daniar bingung. Kavaya menceritakan garis besarnya, mereka tentu saja terkejut. Tapi Kavaya melarang mereka untuk ikut. "Kalian di mansion
Yasinta yang mendapat ancaman seperti itu geram, tapi dia tak akan membuat ulah saat ini. Ayumi pun langsung menghubungi Leon untuk menceritakan semua yang di lakukan Yasinta. Tapi sebelum Ayumi bercerita, Raihan sudah lebih dulu mengabarinya. "Lihat, kan dia tak juga berubah. Padahal kamu sudah memberinya kesempatan. Jadi apa yang akan kamu lakukan?" tanya Leon balik. "Maafkan aku, semua itu salahku. Harusnya aku tak percaya begitu saja pada Yasinta. Dia akan selalu berulah." jawab Ayumi. Nada menyesal kentara sekali dari nya. Tapi Leon tak akan memarahinya. Leon lebih berjaga jaga jika Yasinta akan melakukan hal yang berbahaya. "Aku matikan telfonnya. Aku akan memberitahu King soal ini!" Ayumi mendesah panjang, dia sudah melakukan kesalahan kali ini. Dia alam menurut semua keputusan yang Leon ambil nantinya. # Yasinta yang lebih memilih pergi ke apartemennya sendiri mengumpat kesal. Berkali kali dia memaki orang orang di jalan yang dia temui. "Berengsek, mama udah ngg