"Sebenarnya kamu bertengkar sama siapa, sih, sampai jadi rese dan nyebelin gini? Orang kalau lagi sakit beneran biasanya nggak kayak kamu, lho?" tanya Saga setelah selesai memplester jidat Ayana yang kejeduk ujung meja.Gara-gara tragedi itu Saga sampai mendapat omelan gratis dari ibunya. Bukan, ibunya bukan marah karena mengkhawatirkan meja kayu jatinya melainkan khawatir pada gadis yang sudah diklaim ibunya sebagai calon mantu. Saga auto senewen mendengar perkataan ibunya. Calon mantu apaan? Yang ada, Ayana adalah saingan Saga. Saingan yang pengen Saga depak secepatnya dari posisi sebagai tunangan Aksa."Lebih baik Saga nggak usah tahu," jawab Ayana dengan suara berat. Nada suara Ayana yang diiringi dengan gigi yang bergemeletukan membuat Saga menatap curiga pada gadis dengan plester bermotif kuda poni di jidatnya."Kamu bertengkar sama Aksa?" tebak Saga tepat sasaran karena detik itu juga rau
Saga menarik nafas lega. Setelah Ayana mengerjai Saga habis-habisan dengan tingkah polahnya yang tidak masuk akal, akhirnya gadis itu bisa jatuh tertidur di sofa dengan kompresan di jidat. Saga yang sudah putus asa bahkan sampai menggunakan cara terakhir; menelpon Aksa untuk segera menjemput tunangannya. Persetan dengan rasa cemburu. Yang Saga inginkan hanyalah rumahnya kembali damai."Di mana dia?" Aksa yang baru datang langsung menanyakan keberadaan Ayana. Tidak ada lagi basa basi bertanya bagaimana kabar Saga apalagi mengucap salam."Sssst." Dengan cepat, Saga menaruh telunjuk di bibirnya. Memberi kode agar Aksa tidak membuat keributan yang bisa membuat Ayana terbangun dan juga membuat ibu Saga ikut nimbrung di ruang tamu. Sudah cukup Saga direpotkan dengan kerempongan ibunya yang dari tadi kepo ingin berkenalan dengan Ayana.Aksa melirik ke arah Ayana yang berbaring di sofa panjang dalam kea
Ayana menarik nafas panjang, berdiri di sisi tempat tidur sembari mengamati Aksa yang masih tertidur pulas, lalu melirik jam dinding dengan ekor matanya. Jarum jam menunjukkan angka 7. Jam di mana biasanya Ayana masih sibuk bermimpi dan melanglang buana di pulau kapuk.Ayana menguap. Ia masih mengantuk dan tentu saja belum rela berpisah dengan bantal gulingnya. Sudah jadi kebiasaan Ayana, setelah shalat subuh ia akan langsung melanjutkan tidurnya meskipun tahu bahwa kebiasaan itu tidak bagus. Tapi, kebiasaan Ayana begadang tiap malam dalam rangka kejar target menulis novel onlinenya membuatnya mau tidak mau tidur menjelang pagi. Dan sekarang ia seolah sedang ditraining untuk terbiasa bangun pagi."Kenapa aku yang harus membangunkan ini orang, sih? Lagian aku sama Mas Aksa, kan, belum halal. Emangnya boleh aku masuk ke kamar yang bukan mahram?" gerutu Ayana kesal tetiba ingat dosa. "Padahal yang sedang sakit itu, kan, aku. S
Suara hentakan langkah kaki Aksa mengudara memecah keheningan di ruang makan mengundang tiga kepala untuk kompak menoleh dan menyambut Aksa yang menyeret langkah kakinya dengan sangat terpaksa. Ekspresi Aksa saat ini mirip dengan ekspresi Ayana yang menyambutnya dengan mode ngegas."Ya ampun, Aksa. Kamu, kok, lama banget datangnya. Lihat, tuh, calon istri kamu sudah kelaparan," tegur sang nyonya besar begitu Aksa mendudukkan tubuhnya di kursi yang sialnya berhadapan langsung dengan Ayana. Aksa yang dari tadi sudah kehilangan selera makan semakin merasakan mual di perutnya mendengar perkataan mamanya. Baru saja mamanya mengucapkan kata 'calon istri'. Kata-kata tabu yang tidak pernah terbesit dalam kepala Aksa.Aksa melemparkan tatapan penuh aura permusuhan ke arah Ayana yang cemberut. "Kapan, sih, makhluk nyebelin ini pulang ke rumahnya?" tanya Aksa tidak sabar ingin segera mengusir Ayana dari rumahnya.
"Apa?" tanya Aksa ketus kepada Ayana. Ia merasa sangat terganggu dengan keberadaan Ayana yang duduk di sofa sambil memperhatikan gerak gerik Aksa dengan wajah bosan seolah sedang dipaksa menonton acara yang sangat membosankan. Beberapa kali Ayana menguap dan mengubah posisinya dari duduk sampai terkapar di sofa panjang. Aksa sampai menggelengkan kepalanya tidak percaya melihat tingkah polah Ayana yang tidak menjaga image sama sekali."Nggak ada anggun-anggunnya jadi perempuan," desis Aksa."Kak Aksa jadi pergi liburan ke desa Panaan bareng Saga? Bukannya tadi Kak Aksa janji mau nemani aku belajar naik motor, ya, waktu di meja makan tadi?" tanya Ayana. Kepalanya bersandar di bantalan sofa dengan mata bergerak ke sana ke mari mengikuti Aksa yang sibuk berbenah. Aksa dan Saga yang sudah berbaikan memang berencana untuk pergi berlibur ke daerah pedesaan yang masih asri."Kapan aku bilang mau meneman
"Mau sampai kapan, sih, kamu kayak gitu? Ini udah siang, loh!" Aksa mengerang frustasi. Dua jam waktunya berlalu sia-sia hanya untuk mendengar rengekan Ayana. Gadis itu bahkan sampai detik ini masih dengan nyamannya duduk berjongkok di sudut kamar Aksa menolak untuk diusir."Kalau udah siang begini, aku sampai sananya kapan?" keluh Aksa lemas. "Dan berhenti memegang tanganku begini. Aku mau pergi." Aksa berteriak sembari menyentakkan tangannya, berusaha melepaskan tautan tangan Ayana yang berkamuflase seperti jerat gurita. Kepala Aksa semakin berdenyut nyeri. Suara chat dan panggilan masuk dari ponselnya bergantian sahut menyahut sedangkan dirinya masih berjibaku dengan jerat tangan Ayana."Yan," Kala ikut bersuara, berusaha untuk menjadi penengah yang baik. "Jangan merengek begitu. Yuk! Makan siang dulu, yuk!" ajak Kala lembut seperti seorang bapak yang sedang mencoba membujuk sang anak untuk makan.
"Huweeeks."Ayana yang masih sibuk mengunyah keripik singkong pedas terpaksa menolehkan kepalanya ke belakang ketika mendengar Aksa untuk yang kesekian kalinya muntah. Padahal Stelli pewangi jeruk sudah sengaja dibuang dari dalam mobil karena Aksa yang dari tadi mengomel, menyalahkan aroma jeruk yang membuatnya mendadak mabok darat."Kapan sampainya, sih?" gerutu Aksa jengkel.Dari tadi Om sopir selalu bilang sebentar lagi sampai, tidak lama lagi sampai, hanya tinggal menyeberang sungai, tapi nyatanya perjalanan itu terasa semakin lama dan membuat perut Aksa seperti diaduk-aduk. Posisi duduknya benar-benar tidak nyaman."Sudah tahu perjalanannya bakalan ngabisin 6 jam, kenapa juga kamu ngotot pingin bepergian naik mobil? Seisi mobil udah bau muntahan ini," timpal Kala agak jengkel karena harus menghirup aroma tidak sedap sepanjang jalan tadi. Ia bahkan sampai m
"Sebenarnya mau sampai kapan kamu itu bakalan menguji kesabaranku?" tanya Aksa jengah. Dalam sekejap mabok daratnya hilang, ia yang tadinya lemas tak berdaya sekarang bahkan sudah punya kekuatan full untuk mengomel. Ucapkan terima kasih pada Ayana. Siapa lagi orang yang bisa membuat Aksa konsisten mengedumel dari pagi ke malam, selain Ayana. Aksa tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau ia benar-benar sampai menikah dengan Ayana. Mungkin tiap malam ia harus mengkonsumsi obat penenang supaya tidak mendadak kena bipolar."Yan? Bisa nggak kamu lepasin tanganku?" Saga akhirnya ikut bersuara. Ayana yang ngambek tiba-tiba mengambil posisi duduk berjongkok di sudut ruangan. Sebenarnya tidak masalah kalau Ayana memang mau bersemedi di pojokan, tapi masalahnya Ayana mempraktekkan ilmu jerat guritanya. Ia memegangi tangan Saga, bahkan sampai Aksa tarik-tarikan untuk membantu melepaskan Saga dari cengkraman tangan Ayana, Ayana masih juga tidak mau mengalah.