Share

Bab 5

Author: Reinsha4
last update Huling Na-update: 2021-08-31 23:41:29

Kali ini aku makan dengan malas, selain tidak ada Lani yang menemani juga rasa kenyang karena makan di tempat Sofi tadi. Selesai makan, membersihkan diri menjadi pilihan. Aku tidak mau Lani mencium aroma parfum Sofi di tubuh. Walaupun mungkin dia sudah tahu ada parfum lain ditubuhku.

Mengguyurkan air ke kepala berulang kali, berharap otak ini kembali waras. Melihat kesedihan Lani tadi, rasa bersalah dalam hati semakin besar. Haruskah aku menutupi semuanya, atau mungkin kejujuran yang harus kuberikan. Semakin aku berpikir, otak semakin buntu. 

Keluar kamar aku melihat Lani tidur dengan pulas, terdengar dengkuran halus. Pelan-pelan duduk di sampingnya. Aku usap wajahnya yang terlihat ayu, matanya sembab, masih ada sisa air mata di pelupuk. Tanpa sadar, aku menangis sambil terus memandangi wajahnya. Wajah yang sekian tahun menghiasi hidupku dengan senyum manis. Dia yang selalu memberi semangat hingga posisi yang sekarang. Tapi apa yang kuberikan, hanya kebohongan nyata yang mungkin akan merusak rumah tangga. 

Berbaring sambil memeluk Lani, terasa nyaman. Cahaya dari gawai di atas meja tak kuhiraukan. Kali ini aku ingin dengan Laniku. Wanitaku yang semakin terasa jauh. Bodo amat jika itu Sofi yang menghubungi. Sekarang ini Lani yang lebih membutuhkanku, begitu juga denganku. 

Mimpi buruk membuat aku terjaga malam ini. Keringat dingin membasahi pelipis. Jam dinding masih menunjukkan pukul satu malam. Dalam mimpi aku melihat Lani menangis tergugu di bawah pohon besar, tapi begitu aku ingin menghampiri, ada seorang pria yang mengulurkan tangan padanya. Lani tersenyum melihat pria itu, tapi menangis ketika menoleh padaku. Mimpi yang aneh. 

Aku mengambil segelas air minum di dapur. Kemudian duduk sembari menghabiskan dengan beberapa tegukan. Gawai Lani tergeletak di atas meja makan. Entah angin apa yang ingin membuatku mengambil dan membukanya. Terlihat ada beberapa pesan dan panggilan.

Pesan pertama aku baca dari sahabatnya yang berisi agar Lani tetap bersabar. Riwayat pesan sepertinya dihapus, hanya ada jawaban itu. Aku mengernyitkan dahi. Pesan kedua dari ibu mertua, beliau bertanya apakah Lani baik-baik saja. Yang membuatku kaget adalah tulisan pesan dari Yudha. Aku membaca ada nada khawatir. Tiga panggilan juga darinya. Memangnya ada apa dengan Laniku? Apakah sesuatu terjadi padanya? Kenapa harus orang lain yang harus tahu masalahnya? Sedangkan aku suaminya tidak mengetahui apa-apa. Ah, Lani, jangan membuatku cemburu. Siapa Yudha? Ada hubungan apa kami dengannya? 

"Mas?" Panggilan Lani mengagetkanku, spontan gawai yang kupegang langsung terjatuh di atas meja.

"Ehm.. Maaf Dek. Aku hanya membuka sebentar hand phone mu, sepertinya ada banyak pesan." Jawabku hati-hati.

"Buka aja Mas, nggak ada yang penting dan rahasia juga. Jadi silahkan Mas baca." Jawabannya langsung membuatku terpukul telak. 

"Kamu ngapain bangun? Mimpi buruk?"

"Aku lapar. Seharian belum makan." Jawabnya sambil menyendok beberapa nasi ke piring.

Ya Allah, pasti dia menungguku seharian. Bodoh sekali aku ini. 

"Mas temani ya? Maaf tadi nggak bisa pulang awal, ada panggilan mendadak dari kantor."

"Sudah biasa Mas." Jawabnya dengan tersenyum kaku.

Lani makan dengan lahap, terlihat kalau dia sangat lapar. Aku ingin menanyakan perihal Yudha. Tapi bagaimana memulai pertanyaan aku bingung. Beberapa menit kupandangi Lani makan. Tetap melakukan aktifitasnya walaupun ada aku di sampingnya. Inisiatif aku mengambilkannya minuman. 

"Dek?" sambil kuletakkan gelas di samping piringnya.

"Hem?" jawabnya tanpa menoleh.

"Yudha siapa?"

"Teman." Jawabnya santai.

"Teman apa?" Tanyaku penasaran.

"Ya, teman aja." 

Lani beranjak dari meja makan menuju kulkas dan mengambil minuman, minuman yang aku ambilkan tidak disentuh sama sekali.

Aku yakin ada yang tidak beres, kalau memang hanya teman, kenapa dia sangat perhatian pada istriku. Bukan hanya itu, kenapa Lani merasa tidak nyaman saat kutanya tentang Yudha. Dan kenapa pula hatiku merasa panas. Aku tidak ingin dia dekat dengan orang lain. Dia istriku, selamanya akan jadi istriku. Akan kucari tahu siapa sebenarnya Yudha. Ini tidak bisa dibiarkan.

Kali ini aku makan dengan malas, selain tidak ada Lani yang menemani juga rasa kenyang karena makan di tempat Sofi tadi. Selesai makan, membersihkan diri menjadi pilihan. Aku tidak mau Lani mencium aroma parfum Sofi di tubuh. Walaupun mungkin dia sudah tahu ada parfum lain ditubuhku.

Mengguyurkan air ke kepala berulang kali, berharap otak ini kembali waras. Melihat kesedihan Lani tadi, rasa bersalah dalam hati semakin besar. Haruskah aku menutupi semuanya, atau mungkin kejujuran yang harus kuberikan. Semakin aku berpikir, otak semakin buntu. 

Keluar kamar aku melihat Lani tidur dengan pulas, terdengar dengkuran halus. Pelan-pelan duduk di sampingnya. Aku usap wajahnya yang terlihat ayu, matanya sembab, masih ada sisa air mata di pelupuk. Tanpa sadar, aku menangis sambil terus memandangi wajahnya. Wajah yang sekian tahun menghiasi hidupku dengan senyum manis. Dia yang selalu memberi semangat hingga posisi yang sekarang. Tapi apa yang kuberikan, hanya kebohongan nyata yang mungkin akan merusak rumah tangga. 

Berbaring sambil memeluk Lani, terasa nyaman. Cahaya dari gawai di atas meja tak kuhiraukan. Kali ini aku ingin dengan Laniku. Wanitaku yang semakin terasa jauh. Bodo amat jika itu Sofi yang menghubungi. Sekarang ini Lani yang lebih membutuhkanku, begitu juga denganku. 

Mimpi buruk membuat aku terjaga malam ini. Keringat dingin membasahi pelipis. Jam dinding masih menunjukkan pukul satu malam. Dalam mimpi aku melihat Lani menangis tergugu di bawah pohon besar, tapi begitu aku ingin menghampiri, ada seorang pria yang mengulurkan tangan padanya. Lani tersenyum melihat pria itu, tapi menangis ketika menoleh padaku. Mimpi yang aneh. 

Aku mengambil segelas air minum di dapur. Kemudian duduk sembari menghabiskan dengan beberapa tegukan. Gawai Lani tergeletak di atas meja makan. Entah angin apa yang ingin membuatku mengambil dan membukanya. Terlihat ada beberapa pesan dan panggilan.

Pesan pertama aku baca dari sahabatnya yang berisi agar Lani tetap bersabar. Riwayat pesan sepertinya dihapus, hanya ada jawaban itu. Aku mengernyitkan dahi. Pesan kedua dari ibu mertua, beliau bertanya apakah Lani baik-baik saja. Yang membuatku kaget adalah tulisan pesan dari Yudha. Aku membaca ada nada khawatir. Tiga panggilan juga darinya. Memangnya ada apa dengan Laniku? Apakah sesuatu terjadi padanya? Kenapa harus orang lain yang harus tahu masalahnya? Sedangkan aku suaminya tidak mengetahui apa-apa. Ah, Lani, jangan membuatku cemburu. Siapa Yudha? Ada hubungan apa kami dengannya? 

"Mas?" Panggilan Lani mengagetkanku, spontan gawai yang kupegang langsung terjatuh di atas meja.

"Ehm.. Maaf Dek. Aku hanya membuka sebentar hand phone mu, sepertinya ada banyak pesan." Jawabku hati-hati.

"Buka aja Mas, nggak ada yang penting dan rahasia juga. Jadi silahkan Mas baca." Jawabannya langsung membuatku terpukul telak. 

"Kamu ngapain bangun? Mimpi buruk?"

"Aku lapar. Seharian belum makan." Jawabnya sambil menyendok beberapa nasi ke piring.

Ya Allah, pasti dia menungguku seharian. Bodoh sekali aku ini. 

"Mas temani ya? Maaf tadi nggak bisa pulang awal, ada panggilan mendadak dari kantor."

"Sudah biasa Mas." Jawabnya dengan tersenyum kaku.

Lani makan dengan lahap, terlihat kalau dia sangat lapar. Aku ingin menanyakan perihal Yudha. Tapi bagaimana memulai pertanyaan aku bingung. Beberapa menit kupandangi Lani makan. Tetap melakukan aktifitasnya walaupun ada aku di sampingnya. Inisiatif aku mengambilkannya minuman. 

"Dek?" sambil kuletakkan gelas di samping piringnya.

"Hem?" jawabnya tanpa menoleh.

"Yudha siapa?"

"Teman." Jawabnya santai.

"Teman apa?" Tanyaku penasaran.

"Ya, teman aja." 

Lani beranjak dari meja makan menuju kulkas dan mengambil minuman, minuman yang aku ambilkan tidak disentuh sama sekali.

Aku yakin ada yang tidak beres, kalau memang hanya teman, kenapa dia sangat perhatian pada istriku. Bukan hanya itu, kenapa Lani merasa tidak nyaman saat kutanya tentang Yudha. Dan kenapa pula hatiku merasa panas. Aku tidak ingin dia dekat dengan orang lain. Dia istriku, selamanya akan jadi istriku. Akan kucari tahu siapa sebenarnya Yudha. Ini tidak bisa dibiarkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cincin Kedua   Cincin Kedua (2)

    Cincin kedua akan memasuki sekuel kedua, selamat membaca.. 😊😊 Ketika Lani sudah mulai melupakan masa lalunya dengan Bobby, ternyata Bobby melakukan pendekatan dengan Lani kembali. Dia menyadari kalau masih mencintai dan menyayanginya. Apalagi sudah ada buah hati mereka. Lani merasa risih dengan Bobby, sehingga ia mulai menghindari. Walaupun tidak bisa dipungkiri kalau ia masih menyimpan rasa padanya. Ketika Lani sudah akan menyerah, Istri siri Bobby, yang dulu sudah pergi meninggalkan ternyata kembali dengan masalah baru, meminta pertanggung jawaban pada hal yang tak pernah ia lakukan. Selain itu, sesosok laki-laki datang mendekati dan nenyatakan cintanya. Apakah Lani akan kembali dengan Bobby, ataukah memilih membuka lembaran baru dengan laki-laki yang datang? Atau mungkin tidak memilih kedua-duanya?

  • Cincin Kedua   Bab 21

    Kita tidak akan tahu jalan kita akhirnya kemana. Satu yang pasti, masa lalu adalah pelajaran sedang masa depan adalah harapan. Jangan sampai kita terpaku hanya pada masa lalu tanpa adanya keinginan untuk memperbaiki masa depan. Dan jangan sampai pula kita hanya menatap masa depan tanpa melihat masa lalu sebagai cambukan.Mas Bobby, pernah menjadi suami terbaikku. Imam yang sangat aku segani. Dia juga pernah menjadi penjahat bagiku. Pembohong ulung yang sangat aku benci. Mungkin aku masih mencintainya, iya. Tapi aku tidak bisa berbohong kalau aku juga sangat membencinya. Dua hal yang bertolak belakang tapi mampu membuat hati seperti mati.Satu tahun perpisahan kami mungkin tidak akan cukup untuk melupakan kenangan indah atau buruk yang ada. Untungnya ada orang tua yang menemani. Kalau tidak, entah kemana otak ini. Stres berkepanjangan. Menghilangkan segala rasa, juga menghadapi dunia nyata bahwa aku menyandang status janda.Yudha, laki-lak

  • Cincin Kedua   Bab 20

    Baru satu jam berada di ruangan tanpa ada komunikasi itu sesuatu yang menjengahkan. Lani sepertinya sengaja tak menggubrisku sama sekali. Awal pertemuan, penengah menyuruh kami saling bertegur sapa, dia hanya menangkupkan tangan tanpa melihat.Pertanyaan demi pertanyaan terasa seperti angin lalu, aku menjawab hanya sekenanya saja. Pikiranku dipenuhi kenapa Lani berubah. Tatapanku tak ubahnya seekor elang yang mengejar mangsa. Lani terus menunduk.Di tengah mediasi, aku merasa gawai bergetar tidak berjeda di saku celana. Terpaksa aku mengeluarkannya. Aku ditegur tapi tak kugubris. Sofi menghubungi, tidak seperti biasanya. Walaupun manja, dia tidak akan seperti ini volume menghubungi.Aku hanya mendekatkan gawai di telinga. Terdengar suara kesakitan, Sofi berteriak meminta tolong agar aku segera pulang. Aku bingung, antara meneruskan atau kuhentikan di tengah acara mediasi ini.Sampai akhirnya aku memberanikan diri.

  • Cincin Kedua   Bab 19

    "Mas? Aku mau dibeliin baju yang itu dong?""Iya, besok Mas belikan. Mas belum gajian.""Mas nggak seru ah! Ini permintaan anak kita sepertinya. Pingin lihat ibunya tampil cantik di depan ayahnya.""Ya sudah, Mas telepon teman dulu, pinjam uang."🍒🍒🍒Satu bulan hidup dengan Sofi, hutangku ada di mana-mana. Memenuhi keinginannya yang diluar kendali. Tapi aku tidak bisa menolak. Setiap kali Sofi meminta dan merengek aku merasa harus menuruti.Seorang teman pernah berkata, hidupku seperti tidak bermakna. Berbeda dengan dulu. Wajahku sekarang kuyu, kusam dan menyedihkan. Kumis dan jambang tumbuh tidak beraturan.Ibu juga pernah menelepon memarahi. Sofi menghubungi beliau meminta jatah uang. Tapi tidak aku hiraukan ceritanya. Yang ada di pikiran adalah bagaimana cara mendapatkan uang supaya hari ini aku bisa memenuhi keinginan Sofi.🍒🍒🍒"Bob? Nanti sepulang kerja ikut aku!

  • Cincin Kedua   Bab 18

    "Bagaimana kabar pengajuanmu, Nduk? Ada kemajuan?" Tanya Ibu."Nggak tahu, Bu. Belum ada yang menghubungi masalah itu.""Ya sudah, kamu istirahat."Aku terpaksa pulang ke rumah orang tua, karena tidak mungkin aku tetap tinggal di rumah itu. Sudah satu bulan semenjak aku mengajukan permohonan cerai ke kantor, belum ada sama sekali yang menghubungi.Kamu sedang apa, Mas malam ini. Tidak dapat kupungkiri, aku masih mencintai. Kamu laki-laki pertama yang membuatku terkesan dengan semua lakumu. Sudah hampir satu bulan ini juga kamu tidak menghubungi, biasanya tiap menit selalu ada pesan masuk darimu. Ah, apa mungkin kamu sudah menerima atau mungkin kamu sudah rela dan melupakanku.Air mata setia menemani di setiap malamku. Untaian doa aku panjatkan setiap waktu. Aku ingin bahagiaku juga bahagiamu. Tapi untuk bersatu kembali, rasanya tidak mungkin. Kamu sudah cacat di hatiku.🍒🍒🍒[Halo, Lin? Besok

  • Cincin Kedua   Bab 17

    Limbung aku berjalan menuju rumah kontrakanku dengan Sofi. Begitu masuk, seperti biasa rumah berantakan. Aku baru menyadari kalau Sofi sangat berbeda dengan Lani.Niat untuk beristirahat malah jadi bersih-bersih. Entah kemana Sofi. Rumah tidak terkunci, sampah di sana sini. Piring kotor dimana-mana. Untungnya pundak sudah tidak begitu sakit, masih bisa dikompromi.Gawai Sofi tergeletak di bawah depan tivi. Aku mengambilnya kemudian meletakkan di atas kursi. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk. Penasaran aku buka. Terdapat chat yang lumayan panjang.[Sof? Bagaimana? Polisi itu sudah bisa dihubungi?][Belum, Pak. Mungkin dia sudah mati!][Waah, kalau mati, Bapak sama Makmu nggak bisa beli sawah][Tenang, Pak. Aku masih punya cara lain. Anaknya kan masih aman di perut][Ya sudah, apa perlu ditambah lagi yang lebih dahsyat, supaya suamimu itu tambah klepek-klepek?][Boleh, Pak. Yang bisa ber

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status