Share

3. Musuh dalam selimut

“Ya Tuhan, nona muda akhirnya kembali. Cepat pergi jemput nona, untuk apa kau masih berdiri seperti patung disini. Aku akan masak semua hidangan kesukaan nona.” Desak Emma kepada kepala pelayan.

Wanita itu kini heboh tidak menentu setelah sebelumnya terpaku mendengar kata-kata Zayn, kepala pelayan itu.

‘Zeesya kembali!”

Pikirannya kosong, berita ini mengguncang hatinya. Nona muda kembali, lalu putrinya bagaimana. Tapi Emma bukan seorang yang mudah, wajahnya dengan cepat berubah.

Kebahagiaan palsu tertera diwajahnya.

Mengikuti semangat kepala pelayan, Emma mengusap air mata yang tak ada diwajahnya.

Kepala pelayan meminta pengemudi dengan cepat mengantarkannya menuju Rumah Sakit pusat kota. Sungguh sebuah misteri, hampir satu tahun nona menghilang, semua upaya sudah dikerahkan untuk mencarinya, tapi seseorang yang dicari itu ternyata ada didekat mereka selama ini.

Setelah kepala pelayan pergi, Emma kembali kamarnya. Dengan tangan yang bergetar, ia buat panggilan kepada putri semata wayangnya.

"Arg,,, kenapa jalang ini masih hidup?" Bisiknya frustasi.

Di salah satu club malam terkenal di ibu kota, banyak tamu dari lapisan masyarakat kelas atas berkumpul malam ini.

“Malam ini, aku akan mentraktir kalian semua.” Seru Anna dengan dagu tingginya. Pakaian yang terbuka tampaknya tak menjadi masalah baginya dimalam musim dingin ini.

Mendengar perkataan gadis itu, semua temannya bersorak.

“Wahh,,, Anna tersayang kita adalah yang paling kaya. Hatiku rasanya akan berdarah dengan semua ini.”

“Sayangku,,,aku tidak akan sopan malam ini.”

Mereka semua tertawa gembira. Anna selalu sangat loyal kepada teman-temannya.

Mereka semua adalah masyarakat kelas menengah keatas di ibu kota, meski para orang tua mereka kaya bukan berarti mereka bisa menghabiskan uang saku seperti air mengalir.

Apalagi tempat ini adalah Dream Night, tempat seperti apa itu? Club malam yang akan menghabiskan uang hidup tiga bulan hanya dengan sekali duduk.

Tapi bagi Anna itu berbeda, kartu keanggotaan VVIP tertinggi sekarang adalah miliknya. Ia bisa mendapatkan semua layanan terbaik yang ada di Dream Night.

Bunyi ponsel yang entah sudah kesekian kalinya terdengar ditelinganya. Anna berdiri dari pelukan kekasihnya dan berjalan menuju sudut yang agak sepi.

“Ibu...ada apa?” Anna mengernyitkan dahinya, merasa agak kesal karena kesenangannya diinterupsi.

“Sayang kau cepatlah pulang, jalang itu kembali. Dia masih hidup.” Suara Emma terdengar dengan tergesa-gesa.

“Apa,,,siapa yang kembali bu?” tannya Anna yang tengah menekan telinganya dengan tangan sebelah kiri. Musik disko yang keras mengganggu pendengarannya.

“Zeesya,,, jalang itu kembali sayang, pokoknya kau pulang secepatnya. Jangan sampai dia tau kalau kau menghabiskan uangnya selama ini.” Lontar Emma.

“Sial,,, kenapa dia tidak mati saja?” sungut Anna kepada ibunya.

“Oke, sebentar lagi aku akan pulang.” Sambungnya kesal dan langsung menutup panggilan.

Anna kembali ke tempat duduknya. Beberapa temannya sudah ada yang mabuk.

“Tolong kirimkan tagihan malam ini kepada saya.” Ujarnya kepada salah satu pelayan.

Mengambil tas diatas meja ia melenggang pergi.

....

Audy hitam sampai di depan gerbang hitam besar terlihat terbuka secara otomatis. Di depan pintu masuk utama, deretan pelayan memiliki mata merah berkaca-kaca tersusun menyambut kepulangan Zeesya.

Pintu mobil terbuka, dengan bantuan kepala pelayan Zeesya duduk diatas kursi roda, didorong melewati halaman yang sangat akrab baginya.

Memasuki pintu utama, Zeesya merasakan sedikit keasingan. Ia memandang keatas. Pada lukisan air terjun yang tergantung di dinding tengah diantara dua tangga besar yang melingkar.

Walaupun Indah dan menyegarkan tapi ia tidak menyukainya.

Raut wajahnya masam, sebab lukisan itu menggantikan foto keluarga tiga orang. Foto ia bersama ayah dan ibunya. Meski bukan anak kandung mereka, Zeesya bahagia bisa menjadi bagian dari keluarga yang harmonis ini.

“Paman, dimana lukisan sebelumnya?” tanyanya.

“Sayang sekali Nona, lukisan itu jatuh 2 bulan yang lalu. Tapi tenang saja, saat ini sedang dalam perbaikan.” Ujar kepala pelayan menenangkan dirinya.

Sudah satu tahun ia menghilang, ia berharap semuanya tetap baik-baik saja. Semakin kedalam ia bisa melihat ada beberapa dekorasi mansion sudah berubah.

Zeesya ingat di sudut dinding kiri ini Ia meletakkan sebuah keramik kuno langka senilai puluhan ribu dolar. Tapi tampaknya seseorang memindahkan keramik itu.

Sekarang disana yang terpajang sebuah keramik imitasi yang bisa dibilang sama seperti sebelumnya. Tapi siapa Zeesya?, hanya dengan sekali pandangan Zeesya tahu ini palsu.

“Paman, Aku ingin semuanya kembali seperti sebelumnya besok pagi!” tegas Zeesya.

Emma hanya diam saja, merasa tak bersalah sedikit pun.

“Sesuai kehendak Anda Nona.”

Bagi Zeesya akun ini akan diperhitungkan nanti, jangan sampai ia mengejutkan ular yang bersembunyi. Tampaknya satu tahun ia absen, nyonya rumah ini pun sudah berubah.

Para pelayan semua sangat bersemangat, tapi melihat wajah muram tuan mereka, mereka memilih untuk diam.

Kepala pelayan dengan cepat mengantarkan Zeesya ke kamarnya. Meski ruang utama mansion ada sedikit perubahan, kamarnya tetap seperti yang diingatnya.

Tak lama kemudian, ketukan pintu terdengar, tanpa menunggu jawaban Zeesya, Emma melenggang masuk dengan seorang pelayan. Pakaiannya mewah, tidak ada indikasi seorang pengasuh atau pelayan pada dirinya.

“Nona muda,,,akhirnya kau kembali. Bibi sudah lama resah. Sangat menyakitkan bagiku untuk makan dan tidur selama ini.” Ujarnya wanita itu dengan prihatin.

“Memikirkanmu entah dimana aku tak bisa berhenti menangis setiap malam. Syukurlah kau masih hidup nona.”

Sambil menganis terisak, Emma memegang tangan Zeesya. Merasa munafik Zeesya melepaskan tangannya.

“Nona muda, hari ini aku sudah menyiapkan semua hidangan kesukaanmu.” Dengan penuh semangat Emma memerintahkan pelayan menyiapkan hidangan.

Dari awal sampai akhir Zeesya tetap tenang, saat ini ia tidak percaya dengan siapapun dirumah ini, ia harus menangkap ular yang tersembunyi.

“Terimakasih Bibi Emma, aku sangat senang melihatmu lagi.” Ujar Zeesya datar.

Emma adalah pengasuhnya sejak sekolah dasar. Tak lama setelah mendiang Ayah dan Ibunya mengangkatnya menjadi putri mereka. Emma ditunjuk sebagai pengasuhnya.

“Bibi, bawa saja kembali makanan ini ke dapur. Aku tidak bisa mencerna semua ini.” Pintanya.

Emma mengoceh di dalam hati. ‘Dasar jalang, kau pikir aku sudi menyambutmu.’

“Baik nona,,, saya harap nona beristirahat dengan baik.” Ucap Emma dengan senyum palsunya.

Sesampainya di depan kamar. Emma menyibakan rambutnya, keluar dengan kesal.

Setelah Emma pergi Zeesya merasa sedikit tenang. Ia duduk diatas kasur, matanya berputar mengelilingi kamar.

Mata Zeesya berlinang, sedih teringat akan Ayah dan Ibunya. Ia mengambil sebuah foto dilaci nakas sebelah kanan ranjangnya.

“Ayah,,, Ibu,,, apa kabar?”

“Zeesya harap semuanya akan baik baik saja.”

Zeeya meletakkan kembali foto itu, tanpa sengaja ia melihat gelang hitam yang sudah usang di lacinya.

Gelang itu dikelilingi oleh beberapa huruf yang tergantung disana. Sebuah kata ZeeZe terangkai dari gantungan itu.

Meskipun terbuat dari bahan yang murah, tetapi terlihat indah dan lucu. Semenjak kecil, Zeesya tak pernah terpikir untuk membuang gelang itu. Ia merasa bahwa gelang ini sangat bermakna.

Merasa sedikit lapar, Zeesya mengembalikan gelang itu dan mengambil handphone baru yang sudah disiapkan kepala pelayan sebelumnya.

Tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit berdenyut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status