หน้าหลัก / Romansa / Cinta di Balik Palu Hukum / Bab 11: Pengepungan di Malam Gelap

แชร์

Bab 11: Pengepungan di Malam Gelap

ผู้เขียน: Sania Larisa
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-12 09:52:29

Suara pecahan kaca masih bergema di ruang tamu rumah kecil itu. Angin malam menerobos lewat jendela yang hancur, membawa hawa dingin sekaligus aroma bahaya. Raisa mematung di tempat duduknya, gelas kopi terjatuh dan pecah berantakan di lantai.

Revan sudah berdiri dengan pistol terangkat, tubuhnya kaku tapi matanya tajam. Ia berdiri di depan Raisa, seakan tubuhnya adalah perisai hidup.

Dari halaman, langkah kaki mendekat. Lampu sorot mobil menerangi wajah-wajah kasar pria bersenjata yang kini mengelilingi rumah. Dan di antara mereka, berdiri sosok dengan jas hitam rapi, senyumannya licin penuh kemenangan.

Dimas Prasetya.

“Selamat malam, Raisa… Revan…” Suaranya terdengar jelas meski ia berdiri di luar pagar. “Kalian pikir bisa sembunyi dariku? Dunia ini kecil, tidak ada tempat aman untuk kalian.”

Revan menahan amarahnya. “Bagaimana kau bisa tahu tempat ini?”

Dimas hanya tertawa, suaranya dingin. “Oh, mudah sekali. Kalian terlalu percaya pada orang yang salah.”

Kata-katanya membuat Raisa
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 45 – Api dalam Jiwa

    Hujan deras tak sanggup meredam panas yang memancar dari tubuh Revan. Energi Orion menyelimuti dirinya seperti lapisan baju perang cahaya, membuat udara bergetar setiap kali ia melangkah. Api dari bangkai helikopter di belakangnya menari liar, seolah tunduk pada kekuatan yang mengalir dari tubuh pria itu.Raisa menggigil. Bukan karena dingin hujan, melainkan rasa ngeri yang menusuk tulangnya. Itu masih Revan—pria yang selama ini ia kenal, ia cintai—tapi di saat yang sama, sosok yang berdiri di depannya tampak seperti makhluk lain.“Revan…” suaranya bergetar, nyaris tenggelam dalam deru hujan. “Aku tahu kau bisa mendengarku. Jangan biarkan mereka menguasaimu. Kau lebih kuat dari ini!”Mata Revan berkilat, sorot ungu keperakan itu menoleh ke arah Raisa. Sesaat, ada kelembutan samar yang membuat Raisa kembali bernapas. Namun hanya sesaat.Karena detik berikutnya, tatapannya berubah lagi—dingin, kosong, seperti mata seseorang yang telah kehilangan jiwanya.Aruna melangkah maju, tubuhnya b

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 44 – Kebangkitan Alpha

    Hujan deras masih mengguyur , meredam suara ledakan dan tembakan yang bersahutan di jalan sempit itu. Namun di antara kekacauan itu, sebuah getaran berbeda merambat di udara—bukan hanya suara, tapi seperti denyut yang langsung menekan dada, menembus ke tulang.Aruna menggenggam lengannya sendiri, bulu kuduknya berdiri. “Raka… kau merasakan itu?”Raka menahan napas. Cahaya samar berwarna ungu keperakan mulai muncul dari celah-celah retakan jalan, seperti kilatan listrik yang merembes dari dalam bumi. “Itu… energi Orion. Dan hanya ada satu orang yang bisa memancarkannya…”Revan berjalan pelan di tengah hujan, tanpa pelindung, tanpa senjata. Tubuhnya basah kuyup, rambut menempel ke wajah, tapi matanya…Mata itu menyala seperti dua bintang mini, ungu keperakan, berdenyut seirama dengan badai energi di sekitarnya.Sabuk pengendali yang dulu melilit tubuhnya sudah hancur, dan kini tak ada lagi penghalang yang bisa menahan kekuatan Orion di dalam dirinya.Raisa, yang berada tak jauh dari san

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 43 – Fase Dua: Perburuan

    “Mereka benar-benar mengejar kita…” bisiknya, hampir tak terdengar karena deru mesin.Dari pengeras suara helikopter, terdengar lagi suara dingin, monoton, tanpa emosi:“Target terkunci. Unit lapangan, bergerak.”Tali baja menjuntai dari perut helikopter. Sosok-sosok berpakaian hitam pekat dengan helm visor merah turun dengan kecepatan terlatih. Gerakan mereka sinkron, seolah satu tubuh dengan pikiran yang sama. Senjata energi tergenggam erat di tangan mereka, kilatan merah di ujung larasnya menyalak menembus hujan.Raka menarik Aruna untuk mundur. “Mereka bukan pasukan biasa… lihat gerakannya. Itu unit elite, Aruna.”Aruna menelan ludah. “Elite? Dari Orion?”Belum sempat Raka menjawab, dua sosok sudah mendarat di depan mereka. Gerakannya cepat, hampir tanpa suara. Tanpa peringatan, mereka mengangkat senjata dan menembak.ZRAAK! Dua peluru energi merah menghantam aspal, memercikkan api meski basah oleh hujan. Panasnya terasa sampai ke kulit, membuat Aruna terlonjak.Raka menghunus ped

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 42 – Bayangan di Balik Tirai

    Hujan masih mengguyur kota tanpa ampun, deras dan dingin, seakan langit ingin menenggelamkan setiap jejak tragedi yang baru saja terjadi. Rintik-rintiknya memantul di aspal yang retak, bercampur dengan sisa darah dan serpihan kaca. Aroma mesiu masih pekat, menusuk hidung, berpadu dengan bau logam dari darah yang mengalir di selokan.Raka berdiri terhuyung, tubuhnya basah kuyup, napasnya berat. Lengan kirinya robek, darah merembes bercampur air hujan. Namun matanya tetap menyala—tajam, penuh amarah dan kewaspadaan. Dalam detik-detik hening yang penuh tekanan itu, ia hanya bisa mendengar denyut jantungnya sendiri, berdentum keras seakan ingin menembus dada.Di sampingnya, Aruna masih memegang belati yang kini licin oleh air hujan. Tangannya gemetar, bukan hanya karena dingin, tapi karena adrenalin yang belum mereda. Matanya terus menatap ke arah lorong gelap tempat Surya menghilang. Bayangan musuh itu begitu kuat dalam pikirannya—mata penuh murka, senyum tipis yang menghina, dan langkah

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 41 – Empat Kekuatan Bertabrakan

    “Tidak mungkin…” gumamnya, suaranya serak, nyaris tercekik. “Itu lambang Dewan Orion… mereka sendiri yang turun tangan.”Raisa merasakan jantungnya berdetak begitu keras, seolah berusaha melompat keluar dari dadanya. Ia menggenggam pistol yang hampir tak berguna di tangannya. Ketika Dewan sudah ikut campur, tak ada lagi ruang negosiasi. Dewan Orion bukan hanya organisasi; mereka adalah hukum tertinggi, bayangan yang mengatur nasib bangsa, bahkan dunia. Jika Revan jatuh ke tangan mereka, maka seluruh kebebasan yang ia perjuangkan akan sirna.Suara pengeras dari helikopter bergema, dingin dan otoritatif:> “Semua unit berhenti bertarung. Subjek Alpha berada di bawah yurisdiksi penuh Dewan Orion. Serahkan dia sekarang juga.”Namun perintah itu hanya jadi gema kosong. Tidak ada yang berhenti.Pria bermantel hitam justru tersenyum miring. Ia mengangkat tongkat berintikan kristal biru, energi liar menyambar-nyambar dari ujungnya, seperti petir yang mencari korban.Guardian Unit, yang seteng

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 40 – Pertarungan Tiga Arah

    Cahaya ungu keperakan yang meledak dari tubuh Revan membuat seluruh ruangan seolah-olah terhanyut ke dalam badai kosmik. Asap, logam yang mencair, hingga pecahan kaca beterbangan, seakan gravitasi baru terbentuk di sekelilingnya. Setiap langkah kecil yang ia ambil, lantai bergetar dan dinding berderit, tak mampu menahan tekanan Orion yang melonjak.“Dia… dia benar-benar sudah bangkit,” gumam Raisa dengan suara bergetar. Rambutnya berkibar ke belakang, tubuhnya hampir terlempar hanya oleh riak energi yang keluar dari Revan. Tapi matanya tak lepas sedikit pun darinya. Itu masih dia. Itu masih Revan-ku.Aruna menahan tubuh Raisa agar tidak terseret badai energi. “Hati-hati! Kau bisa hancur bahkan sebelum sempat mendekat.”Di sisi lain, pria bermantel hitam menancapkan tongkatnya ke lantai, menciptakan lingkaran pelindung biru. “Hmph… ini baru permulaan. Orion sejati akhirnya menunjukkan taringnya.”Sementara itu, unit misterius dari helikopter tidak gentar. Guardian Unit berlapis armor h

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status