Author POV
Pagi ini istanbul cerah, pohon-pohon meniupkan semilir angin sepoi sepoi nan dingin, wanita cantik berwajah indo itu terlihat berjalan cepat ke arah bangunan tua beraksen kuning pastel, banyak orang berlalu lalang disitu mengingat sekarang jam kerja.
Petugas-petugas penjaga sudah siap dengan semua detail seragam mereka, terlihat hakim Serge juga memasuki gedung yang sama.
"Günaydın sir" sapa Liana cepat ke arah hakim. Yang disapa berhenti dan tersenyum lebar
"Günaydın An, ada perlu mendesak, pagi sekali kamu datang?" Ana tersenyum pada hakim separuh baya itu.
"Saya sedang ada perlu dengan detektif
Liana POV Pagi yang cerah sekali pagi ini. Aku jadi bersemangat untuk ke pengadilan Istanbul. katanya Azfer ingin bercerita tentang perkembangan kasus Emir. Jadi kemarin setelah Azfer membentakku. Aku memang baper dengan satu orang itu. Hari ku habiskan ke perpustakaan karena memang tidak ada yang ku tunggu disana. Akhirnya Azfer meneleponku dulu. Dia tanpa berdosa memintaku untuk membahas kasus Emir kembali, sedikit telepon dari dia sudah membuat hatiku langsung melupakan semua salahnya. ajaib kan? Aku juga merasa sangat bingung dengan hatiku, tapi percuma sakit hati pada laki-laki. karena mereka spesies yang tidak akan merasa bersalah ketika memang mereka tidak niat. Jadi salah paham bukan termasuk note untuk mereka. Akhirnya aku menyetujui hadir ke kantor Azfer, kenapa jadi aku sangat bersemangat? Akh tidak tau yang aku tau ini baik untuk kedepan.
Author pov Liana sudah sampai di depan halaman kantor polisi Istanbul ini. dia sudah janji kemarin dengan Azfer. tapi dia berniat sekalian ketemu dengan hakim Serge. Dilobi ia melihat Azfer sedang berjalan akan keluar atau entahlah, Liana langsung mengejar Azfer "Komisioner Azfer,,, tunggu!!" Teriak Liana. Kemudian dia berlari menghampiri Azfer cepat. Yang dipanggil berhenti dan menoleh, ia tersenyum, jenis senyuman yang sering Ana dapatkan dari komisioner tampan itu. Senyuman itu pula yang membuat Ana sampai mimpi, mimpi yang membuat Ana jadi malu sendiri ketika mengingatnya. "Günaydın" saap Azfer ketika ana sampai didepanya. "
Author POV Dalam sebuah distrik Sultanbeyli di kawasan sedikit menjorok ke dalam. Ada sebuah bangunan tua yang ditinggalkan dan rasanya juga sudah rusak. "Ikat dia" perintah yang ada luka dimukanya. Tinggggg "Ya halo bos" "Target sudah disini, bagaimana misi selanjutnya" mereka lalu berbicara serius. "Oh ok, ok,ok siap laksanakan" Telephone langsung ditutup. "Keluarkan bomnya" perintahnya pada yang botak. Spontan Ana mendelik mendengarkan bom. Mukanya sudah pucat pasi tidak karuan. Bagaimanapun dia tidak membayangkan sama sekali akan berdekatan denga
Author POV Satu minggu kemudian Azfer merangkul Ana dalam dekapanya sekarang. Inilah rasa syukur dan bahagia menjadi satu memenuhi ruang hatinya. Setelah sekian hari dirumah sakit ini hari ketujuh dimana Liana dinyatakan terbebas dari masa kritis. Liana mengerang sedikit, rasa sakit pada tubuhnya memaksa ia untuk sedikit protes ke Azfer. "Pak..." "Oh, maaf maaf, saya terlalu ekspresif" katanya mengurai pelukanya pada Ana. "Bagaimana rasanya?" Ia memandang gadis didepanya dengan tatapan lembut. "Sedikit sakit" "Sudah berapa lama saya tidur?" Tanya Liana lemah. "Suda
Author POV "Halo?" yang mendapatkan telephone menjawab dengan nada hampir putus asa. //Aku di tempat biasa, di yact, temui aku setelah makan siang// Tuttttt Telephone terputus, Xavi memandangi layar ponselnya yang sudah mati. ia mengehembuskan nafas perlahan. Ia harus menghadapi Canzu lagi. Wanita cantik berwajah asli Turki itu berjalan cepat, kaca mata hitamnya ia tanggalkan sesampainya didepan yact. Yact mewah beraksen putih sedikut biru itu terlihat bersih, Seorang wanita cantik berwajah Asia-Eropa terlihat bersantai ditengah, dengan koran dia terlihat sibuk membaca koran. "Gunaydin" Sapaan Xavi membuat
Ana pov Aku sudah membereskan semua barang milikku, aku memasukkanya dalam tas. "Günaydın" kepala Azfer tiba-tiba saja menyembul dibalik pintu. Aku tersenyum ke arahnya. Dia selalu begini sepagi ini, ini sudah dua minggu aku dirumah sakit. Aku tidak ada keluarga disini tapi detektif tampan itu tidak pernah absen satu haripun. Aku jadi binggung, kenapa ia begitu peduli denganku? Padahal aku bukan keluarga juga bukan kekasihnya? Itulah pertanyaan yang semrawut dikepalaku sekarang. Kamu ingat doaku dulu, aku meminta tuhan untuk menjauhkan orang ini dari hidupku, tapi kenapa dikabulkanya malah sebaliknya dia makin dekat denganku. Bagaimana aku tidak bisa jatuh cinta dengan orang ini? wajahnya yang rupawan dan sikapnya yang perhatian. Tolong ingatkan aku untuk tidak berkata " i love you" duluan pada pria tampan ini," jangan permalukan harga
Azfer POV "I love you" aku mengatakanya seperti orang berbisik, aku tau ini terlalu cepat tapi entahlah. Dia diam membeku, baru kali ini dia berani memandang mataku, wanita ini cantik, cantik dalam artian sebenarnya, tentu Cansu dan Xavi sahabatku itu lebih cantik dari wanita ini, tapi innerbeauty tidak dimiliki oleh mereka, justru aku menemukanya dalam diri seorang Liana, wajah asia yang terlihat selalu muda, tinggi semampai dan selalu tersenyum kepada siapapun. Aku jatuh cinta? iya aku memang jatuh cinta dengan wanita sederhana didepanku ini. Bagaimana aku bisa mengungkapkanya? tidak ada tanggapan apapun darinya, bahkan dia terlihat mengerjap beberapa kali dan mengeleng pelan. "Ayo masuklah" akhirnya aku menyudahi tatapan kami dengan memintanya
Author PoV Gadis cantik berwajah Turki itu, meronta-ronta di saat penyeretan oleh pihak kepolisian. banyak wartawan menunggunya didepan gedung. "Apakah tidak ada jalan lain tuan?" tanyanya geram. "Tidak nona, pintu belakang sedang dalam perbaikan" kata sang polisi tegas tanpa ampun. Wajahnya yang sangar membuatnya terlihat mengerikan. Dengan paksa Xavi diseret, untuk keluar dari dalam mobil dan menjadi bahan jepretan para wartawan. Pasti sudah tidak lagi besok wajahnya akan menjadi headline seluruh koran di Turki. Polisi itu kemudian memasukkan Xavi ke dalam ruang interogasi, lalu kemudian borgolnya dilepas dan dibiarkan sendiri dalam ruang interogasi. T