Share

Cinta di Ujung Perpisahan
Cinta di Ujung Perpisahan
Author: Dinis Selmara

Bab 1 : Perjodohan

Author: Dinis Selmara
last update Last Updated: 2025-03-11 12:39:44

“Ayah akan menjodohkan kamu.”

Raut wajah Kinara berubah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ayahnya.

Satu detik, dua detik, tiga detik. Kinara menyemburkan tawanya.

“Malah ketawa. Ayah tidak sedang bercanda. Kesehatan Ayah kian menurun, Kinara. Harus ada lelaki yang bisa menemani kamu saat Ayah tidak lagi di sisimu,” kata Fahri, ayah Kirana, lagi.

Fahri sengaja menyempatkan diri mengunjungi anak semata wayangnya yang tengah menempuh studi S1 di Malaysia setelah menjalani pengobatan rutin di negeri jiran itu.

Ayah Kinara itu memiliki riwayat penyakit jantung, tapi jelas itu tidak bisa dijadikan alasan. Kinara tidak setuju dengan permintaan ayahnya.

“I’ll do anything for you, tapi tidak dengan perjodohan. Kayak anaknya nggak laku saja. Yang mengantri ini banyak, loh, Yah,” kata Kirana bernada santai.

“Sekalian pun yang mengantri banyak, itu tidak menjamin kehidupanmu setelah Ayah pergi. Ayah mengenal baik Om Tama,” ujar Fahri mantap.

Kinara memicingkan matanya, menatap ayahnya dengan curiga. Ia bingung, sebenarnya siapa yang ingin dijodohkan dengannya.

Om Tama yang Kinara kenal itu adalah sahabat ayahnya, dan jelas sudah beristri!

“Ayah mau jodohkan aku dengan Om Tama? Yang benar saja!” gerutu Kinara sambil mengerucutkan bibirnya.

“Bukan dengan Om Tama, tapi dengan anaknya,” sahut Fahri langsung.

Kinara masih terdiam menatap ayahnya. Selama ini, hampir semua kemauan ayahnya telah ia turuti, tetapi untuk yang satu ini rasanya tidak bisa ia lakukan.

Kinara ingin menikah dengan pria yang ia cintai, bukan dengan pria asing. Sekalipun itu adalah anak sahabat ayahnya, tetapi Kinara saja tidak mengenalnya, bertemu saja belum pernah!

“Kalau saja ibu masih ada, pasti dia akan membelaku,” gerutu Kinara lagi, kali ini ia menundukkan kepalanya.

Kinara memang telah kehilangan ibunya sejak ia berusia tujuh tahun. Lalu, lima tahun kemudian, ayahnya menikah dengan Diani, seorang janda dengan dua anak kembar bernama Dita Arimbi dan Dito Prajasutra yang usianya tiga tahun lebih tua dari Kinara. Kemudian, dari pernikahan itu, lahir seorang anak perempuan bernama Tiara Fani.

Namun sayangnya, ibu tirinya itu tak pernah berlaku baik pada Kinara. Dan yang membuatnya merasa semakin hancur dan sendirian adalah penyakit sang ayah yang membuatnya terus was-was akan kepergian itu.

Tangan Fahri terulur mengusap puncak kepala anaknya seraya berkata, “Om Tama tidak pernah salah dalam mendidik anaknya. Itu sebabnya Ayah yakin, lelaki ini adalah pilihan yang tepat untukmu.”

Percakapan keduanya berlanjut tentang kondisi kesehatan sang ayah yang merasa bahwa tidak ada harapan lagi untuk kehidupannya, membuat hati Kinara menjerit pilu. Darahnya berdesir setiap kali mendengar ayahnya seolah menyerah pada penyakitnya.

Sudah banyak hal yang Fahri lakukan untuk jantungnya dan mulai membuatnya lelah. Beliau rasa waktunya tidak banyak lagi sehingga perasaan itu mengalir begitu saja.

“Kita bicara lagi lain kali. Sungguh, Kinara tidak suka topik ini,” kata Kinara lirih.

“Tidak ada lain kali Kinara.” Fahri menatap anaknya dengan serius, tetapi sorot matanya seolah telah layu.

Darah Kinara berdesir bersamaan dengan air matanya yang lolos begitu saja ketika Fahri mengatakan ia ingin melakukan satu hal untuk sang anak di ujung usianya.

Wajah lelah Fahri mengusik hati Kinara. Lelaki paruh baya itu terlihat bulat dengan tekadnya. Kinara merangkul lengan ayahnya bersandar pada bahu yang tidak lagi kokoh itu.

"Namanya Aditama," lanjut Fahri, meraih ponselnya penuh semangat hendak menunjukkan foto lelaki yang dijodohkan dengan putrinya.

"Beri Kinara waktu, Yah," potong Kinara sambil menahan tangan sang ayah.

Akhirnya, Fahri mengurungkan niatnya untuk menunjukkan foto laki-laki itu. Kini, keduanya larut dalam perasaan masing-masing.

**

Hari itu, kepulangan sang ayah ke Indonesia menyisakan sendu, baik di hati Kinara maupun Fahri.

Kinara menatap kosong ke arah punggung Fahri yang kian menjauh. Hatinya terasa penuh sesak. Ia tidak siap. Namun, setiap kali ia mencoba membayangkan menolak, wajah sang ayah muncul di benaknya. Meski hidup berjauhan, selama ini Kinara hampir tak pernah menolak keinginan sang ayah.

Sekolah jauh dari rumah sebenarnya bukan keinginan Kinara. Memang, ia sendiri yang memilih Malaysia sebagai tempat menimba ilmu. Namun, ide untuk bersekolah di luar negeri berasal dari ibu tirinya.

Sejak duduk di bangku SMA, Kinara sudah merantau ke negeri orang. Ia tahu betul bahwa ibu tirinya tidak pernah benar-benar menyukainya. Bahkan, jika memungkinkan, wanita itu pasti akan mengirimnya lebih jauh lagi, agar sepenuhnya terpisah dari keluarganya.

Meski begitu, Kinara berusaha menepis prasangka buruk itu. Ia mencoba berpikir positif, barangkali sang ibu tirinya hanya ingin memberikan yang terbaik. Toh, pada akhirnya, hidup jauh dari rumah telah membentuknya menjadi pribadi yang mandiri dan bersahaja, meskipun ia berasal dari keluarga berada.

Lalu, apa yang harus ia lakukan sekarang? Mengikuti kehendak ayahnya dan mengorbankan dirinya sendiri?

***

Tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Fahri mengatakan bahwa ia akan segera memesankan tiket pesawat untuk Kinara pulang ke tanah air. Sudah ditentukan, akhir pekan ini keluarga Tama, calon besan, akan datang melamar.

“Waktu Ayah mungkin tak sebanyak dulu, Nak. Kita tak pernah tahu sampai kapan Ayah bisa menemanimu,” ujar Fahri melalui sambungan panggilan video.

Kinara diam sesaat, kemudian berkata lirih, “Yah, apa dengan melihat aku menikah dengannya, Ayah akan bahagia?”

Fahri bisa melihat mata putrinya mulai berkaca-kaca. “Tentu, tapi yang akan lebih bahagia adalah kamu.”

Air mata Kinara jatuh, saat ini memang tidak ada yang lebih berharga dari kebahagiaan sang ayah. Akhirnya, Kinara mengangguk pelan.

“Kalau begitu, Kinara bersedia menerima perjodohan ini. Tapi janji, setelah Kinara menikah nanti jangan lagi bahas soal kepergian, ya, Yah?” tekan Kinara dan Fahri mengangguk setuju.

Kinara ikut tersenyum tipis saat melihat wajah sang ayah yang tampak lebih ceria, seolah bebannya berkurang.

Bisa menolak? Tidak.

Kinara tidak diberi pilihan.

Namun, demi sang ayah, cinta pertamanya, Kinara berusaha mengesampingkan egonya dengan menerima perjodohan ini.

Lalu, bagaimana dengan bahagia Kinara?

Entahlah. Saat ini, kebahagiaan ayahnya adalah segalanya.

Dinis Selmara

Hi ... salam kenal. Mau cek ombak untuk cerita pertamaku huhu ... yang siap hanyut dalam ceritanya mana suarrahhnyahh hihi ... Yuk! Ah, lanjut kenalan dengan Kinara dan Aditama

| 99+
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (52)
goodnovel comment avatar
Yus Minar
lanjut thor
goodnovel comment avatar
Bram Hermawan
hai sya dtg
goodnovel comment avatar
Nur Maidah
lanjut thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #6

    “Kamu masih di rumah Abi, Sayang?” tanya Aditama lewat sambungan telepon.Beberapa hari terakhir ia berada di Singapura untuk menghadiri rapat umum pemegang saham. Meski sudah pensiun dan menyerahkan perusahaan pada ketiga putranya, Aditama tetap setia menemani urusan besar yang membutuhkan kehadirannya. Namun, di balik semua itu, ia lebih menikmati masa tuanya berdua bersama sang istri.“Masih, aku mau extend, deh. Dua hari lagi,” jawab Kinara santai.“Mas pulang besok, lho. Kamu malah nambah hari nginap di sana? Mas sendirian dong di rumah?” nada suaranya terdengar seperti rajuk manja.Kinara tersenyum mendengar itu. “Tapi kan aku tetap pulang, Mas. Aku masih kangen sama cucuku.”“Suamimu ini lho juga kangen banget sama kamu.” Kinara terkekeh geli mendengar pengakuan jujur itu.“Boleh ya, Mas? Dua hari aja…,” pintanya lembut. Mana mungkin Aditama bisa menolak. Apa yang tidak bisa ia usahakan untuk istrinya? Mau tidak mau, ia hanya bisa mengalah, meski dalam hati sebenarnya tak rela.

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #5

    “Kamu itu anak yang paling susah keluarnya. Selama hamil kamu, Mama sampai harus bed rest,” keluh Kinara saat menelepon si bungsu yang kini sibuk berkelana di negeri orang.“Bed rest di Bintan, maksud Mama?” sahut Dion santai dari seberang.Kinara melirik sekilas ke arah Aditama yang duduk santai membaca koran. Sang suami hanya tersenyum tipis, ikut mendengarkan percakapan itu.“Pokoknya kamu itu anak yang paling bikin Mama susah,” lanjut Kinara, meski kenyataannya justru berbanding terbalik. Kehamilan Dion adalah yang paling ringan, ia bisa bepergian lintas udara hingga menyeberang lautan tanpa keluhan berarti.“Tapi paling disayang ‘kan?” goda Dion.“Pulanglah, Nak,” lanjut Kinara akhirnya melemah. “Mama kangen banget sama Dion. Tolonglah bantu Mas Nadeo sama Mas Abi. Papa kamu sudah tidak sanggup lagi menanggung semuanya di perusahaan,” ujarnya dengan nada manja sekaligus serius.“Ujung-ujungnya disuruh kerja rodi. Jadi sebenarnya Mama kangen anaknya atau butuh tenaga kerja?” balas

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #4

    Pagi pertama di villa terdengar suara burung laut dan sinar matahari menembus tirai besar membangunkan Kinara lebih dulu. Ia duduk di teras sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. Sesekali menoleh melihat suami dan anaknya masih terlelap. Di hadapannya, laut biru membentang luas, ombak kecil berkejaran pelan membuatnya bersemangat hingga beranjak berdiri di sisi pagar balkon. Tak lama kemudian, Nadeo berlari keluar dengan piyamanya, langsung menghambur ke pelukan ibunya.“Bunda, sudah bangun? Lagi lihat laut ya? Mas senang sekali di sini,” gumamnya. “Tidurnya nyenyak.”“Oh, ya? Enak tidurnya?” Nadeo mengangguk setuju. Ia mendekat ke arah perut Kinara berbisik, “Adik suka juga nggak di sini? Sayang sekali tidak bisa main air dan pasir. Mas semalam main pasir pantai dengan Abi,” katanya menceritakan keseruan versinya. Kinara terkekeh, mencium rambut putranya.Ia tersentak saat merasakan pelukan dari belakang. Aditama muncul membenamkan wajahnya di ceruk leher sang istri. “Selama

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #3

    Kehamilan kali ini benar-benar terasa berbeda bagi Kinara. Tidak ada drama seperti dua kehamilan sebelumnya. Justru ia merasa jauh lebih rileks, tenang, dan dimanja oleh Aditama. Setiap hari berjalan dengan penuh cinta, seakan waktu tak ingin berlari terlalu cepat. Karena itulah, sore itu saat mereka duduk di ruang tengah, Kinara tiba-tiba mengutarakan keinginannya. “Mas, aku ingin babymoon,” ujarnya sembari mengusap lembut perutnya yang mulai membuncit. Aditama menoleh dengan senyum geli. “Babymoon atau honeymoon?” tanyanya menggoda. “Mas …,” rajuknya manja. “Mau ke mana, Sayang?” Kinara tersenyum penuh arti. “Ke Bintan, yuk!” Sejenak Aditama terdiam, menatap istrinya yang tampak begitu serius. “Berdua saja?” tanya Aditama menggoda. Kinara langsung menggeleng tegas. “Nggak, dong. Aku nggak tega meninggalkan Nadeo dan Abi. Mereka bagian dari kita, masa ditinggal. Babymoon hanya istilah, aslinya pengen liburan di pantai.” Aditama menghela napas, tidak bisa menolak.

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #2

    “Kamu menerima kehamilan ini, Mas?” tanya Kinara pelan, sorot matanya ragu.“Kenapa nanya begitu?” Aditama mengernyit. “Jelas Mas terima, itu anak Mas.”“Tapi… Abi masih kecil banget, baru satu tahun lebih. Kayak… kebobolan gitu.”Aditama terkekeh kecil, menggeleng. “Nggak ada istilah kebobolan, Ra. Kita melakukannya dengan sadar dan sama-sama mau. Kamu ini lucu, punya suami malah takut hamil.”Kinara menunduk, pipinya bersemu. Namun Aditama segera meraih jemarinya, menggenggam hangat.“Mas tahu, mengandung, melahirkan, sampai menyusui itu bukan hal mudah. Karena itu, Mas janji bakal bikin kamu senyaman mungkin. Kamu nggak sendirian, Sayang. Suruh saja Nadeo kalau kamu butuh apa-apa,” kekehnya saat melihat mata sang istri membulat dan mulutnya sedikit terbuka ingin melayangkan protes. “Atau Abi,” lanjutnya sedikit memutar tubuh mungil di pangkuannya. “Jagain Mama, ya! Jangan maunya nyusu aja kerjanya. Papa udah banyak ngalah sama Abi—”“Heh … heh …! Ngomong apa sih,” protes Kinara menu

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Extra Part #1

    Empat tahun berlalu sejak perjalanan panjang Kinara dan Aditama sebagai orang tua. Waktu telah menjadikan mereka lebih dewasa, lebih utuh, dan semakin menyadari betapa berharga kebersamaan yang kini mereka miliki.Kinara memutuskan untuk tidak lagi fokus mendesain. Waktunya kini telah sepenuhnya ia abdikan untuk kedua putranya—Nadeo, si sulung yang beranjak semakin pintar dan penuh rasa ingin tahu, serta si kecil Abinza Deo Aditama yang hari ini genap berusia satu tahun. Baginya, menjadi seorang ibu sepenuhnya bukan berarti meninggalkan impian, melainkan menggantinya dengan kebahagiaan yang lebih nyata.Pokoknya Kinara adalah wanita paling cantik seisi rumah, memiliki tiga bodyguard—suami tampan dan dua anak lelakinya yang tak kalah tampan. Pesona alaminya tak pernah luntur meski sudah menjadi ibu dua anak.Fany, sang adik, kini telah menempuh sekolah khusus desain di luar negeri dan tinggal di asrama atas permintaannya sendiri. Meski begitu, rumah mereka tak pernah terasa sepi. Justru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status