Short
Cinta yang Kukira Abadi, Ternyata Ilusi

Cinta yang Kukira Abadi, Ternyata Ilusi

By:  SafuraCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
8Chapters
1views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aku sudah menjalin cinta dengan suamiku selama 13 belas tahun. Kami melewati masa berseragam sekolah hingga akhirnya mengenakan gaun pengantin. Demi dia, aku sampai berselisih hebat dengan keluargaku sendiri, hanya untuk memberinya sebuah perusahaan yang sudah go public. Namun sekarang, sebuah buku catatan usang jatuh dari laci rahasia dan mendarat di dekat kakiku. Buku itu terbuka dengan sendirinya. Tulisan yang besar di dalamnya, terlihat olehku. [ Aku muak sama Valen. ] Barulah saat itu aku sadar, ternyata kisah asmara yang kukira adalah cinta pada pandangan pertama di antara kami berdua ini, hanyalah khayalanku belaka. Kalau dia begitu membenciku, pastinya dia juga tidak tertarik dengan perusahaan itu, bukan?

View More

Chapter 1

Bab 1

Aku merapikan buku catatan itu, mengganti pakaian, lalu pergi menjemput Zeon pulang kerja. Kami sudah beberapa hari tidak bertemu. Katanya, dia sedang sangat sibuk di kantor. Aku berpikir, bagaimana pun keadaannya, aku harus memberinya kesempatan untuk menjelaskan.

Begitu sampai di taman bawah gedung kantornya, dua sosok yang sangat kukenal sedang bersandar di depan mobil. Mataku seketika membelalak tajam.

Seorang anak magang bernama Kimmy berdiri dengan pipi memerah dan berjinjit untuk mencium sudut bibir Zeon. Zeon malah menarik Kimmy mendekat, lalu memperdalam ciuman itu.

Aku melangkah mendekat dengan pikiran yang tidak fokus. "Gimana kalau tas ini dikasih ke Kak Valen saja? Tiap kali ngasih dia barang bonus terus, rasanya nggak enak," ucap Kimmy manja sambil melingkarkan tangan di pinggang Zeon.

Zeon mengusap hidung Kimmy dengan penuh sayang dan berkata dengan suara lembut, "Kamu begitu pengertian, mana tega aku ngecewain kamu?"

Dari dalam kantong belanja yang dipegangnya, ujung sebuah tas menyembul keluar. Dilihat sekilas saja, aku langsung tahu bahwa itu adalah tas favoritku.

Tas itu tidak dijual di dalam negeri. Aku sudah membujuk Zeon berkali-kali, tapi dia selalu mencari-cari alasan untuk menolak. Akhirnya, dia hanya memberiku versi murah dari merek yang sama. Kelihatannya, tas yang dihadiahkan untukku itu cuma barang pelengkap.

Mataku mulai berkaca-kaca dan langit pun perlahan menurunkan salju. Ini adalah salju pertama tahun ini. Aku mendongak. Salju jatuh ke mataku dan membuat mataku terasa perih hingga meneteskan air mata.

Entah Zeon masih ingat tidak dengan janjinya padaku.

Aku mengeluarkan ponsel dan meneleponnya. "Turun salju, nih. Bukannya waktu itu kamu bilang bakal menemaniku lihat salju pertama setiap tahun?"

"Aku sudah reservasi restoran, kamu kapan pulang?" Aku menenangkan suaraku yang gemetaran dan mataku memperhatikan setiap gerak-geriknya tanpa berkedip sedikit pun.

Dia perlahan mendorong Kimmy, lalu berjalan ke samping untuk menjauh. "Oke, aku segera pulang. Tunggu aku, ya."

Aku mengembuskan napas lega, tapi dadaku terasa sangat sakit. Begitu sambungan telepon diputus, kulihat Zeon membisikkan sesuatu ke telinga Kimmy. Mata gadis itu langsung berkaca-kaca dan menatap Zeon dengan pandangan menyedihkan.

"Aku nggak mau apa-apa, semua hadiah itu bisa aku kasih ke Kak Valen. Aku cuma mau kamu. Jangan pergi, ya?" Setelah berkata demikian, Kimmy kembali berjinjit untuk memeluk dan mencium Zeon dalam-dalam.

Jantungku seolah berhenti berdetak. Detik berikutnya, ponselku bergetar menunjukkan pesan dari Zeon.

[ Masih ada urusan kantor, kamu makan sendiri dulu ya. Nanti aku bawain hadiah pulang. ]

Saat aku menoleh lagi, mereka berdua sudah masuk ke kursi belakang mobil. Aku terdiam sejenak. Dengan tangan gemetaran, aku memindahkan kamera dari anak tangga ke cabang pohon, lalu mengarahkannya ke mobil yang mulai berguncang dan merekamnya.

Kalau dipikir-pikir, rasanya menggelikan sekali. Mobil itu bahkan adalah maskawinku.

Aku tertawa miris dan memalingkan wajah karena tidak sanggup lagi melihatnya. Malam itu, Zeon tidak pulang. Dia juga tidak menemaniku melihat salju pertama.

Keesokan harinya menjelang siang, barulah dia menelepon, "Valen, aku udah reservasi restoran. Yuk, kita makan bareng."

Suaranya masih selembut biasanya. Aku sempat merasa bingung, seakan-akan semalam tak terjadi apa-apa. Saat aku keluar rumah setelah berganti pakaian, dia turun dari mobil dan membukakan pintu untukku dengan perhatian.

Aroma parfum yang pekat langsung menyeruak. Wanginya sangat mirip dengan aroma lilin aromaterapi yang diberikannya padaku beberapa hari lalu. Sepertinya itu juga cuma barang bonus.

Di kursi depan, ada seikat bunga dan sebuah kantong hadiah. Aku bisa langsung tahu bahwa bunga itu dibungkus dengan asal-asalan dari toko pinggiran dan kalung dalam kantong hadiah itu adalah bonus pembelian dari tas milik Kimmy.

Zeon membisikkan kata-kata manis di telingaku. "Maaf soal kemarin. Begitu kerjaan selesai, aku langsung pergi cari hadiah. Makanya aku pulang agak malam. Kamu nggak marah, 'kan?"

Zeon menundukkan kepala memandangku dengan sorot mata yang penuh rasa bersalah. Aku hanya tertawa, sinis, lalu menoleh dan pergi.

"Aku lagi nggak enak badan. Hari ini nggak usah pergi makan." Aku kedinginan selama berjam-jam semalam. Kepalaku berdenyut hebat. Namun, karena masih menyimpan harapan pada Zeon, aku tadi bahkan memaksakan diri bangun.

Aku meringkuk dalam selimut, tidak mau melihatnya sama sekali. Namun, dia tidak marah. Dia malah menyentuh dahiku, lalu menyelimuti tubuhku dengan hati-hati.

"Valen, kamu istirahat dulu ya. Aku keluar sebentar beli obat."

Aku tetap tidak menjawab dan dia hanya mengira aku sedang tidak enak badan. Dia pun memeluk dan menghiburku. Saat aku bangun lagi, pandanganku langsung bertemu dengan sorot mata Zeon yang dipenuhi kekhawatiran.

"Sudah mendingan belum? Ayo, bangun dulu makan sedikit. Aku masak bubur buat kamu."

Seperti biasa, Zeon tetap menunjukkan kelembutannya yang konsisten selama sepuluh tahun ini. Aktingnya begitu sempurna.

Saat aku bangun dengan perlahan, dia segera menyelipkan bantal di belakang punggungku dengan sigap. "Bubur talas. Bagus buat lambung," katanya lembut.

"Semua salahku. Kalau aku nggak terlalu sibuk belakangan ini, kamu pasti nggak sampai jatuh sakit."

Ada sedikit rasa bersalah di mata Zeon dan aku tahu, perasaan itu memang nyata. Akan tetapi, yang tersisa memang hanya rasa bersalah.

Aku tidak berkata apa-apa dan menghabiskan bubur itu diam-diam. Baru setelahnya, aku berkata dengan tenang, "Zeon, aku alergi talas."

Prang!

Mangkuk terjatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping.
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status