67Seunit mobil MPV biru melesat di jalan bebas hambatan. Pengemudinya memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi, supaya bisa segera tiba di rest area. Sesampainya di sana, seorang penumpang turun dan jalan tergesa-gesa menuju toilet. Rumi menyusul, sembari membawa tas travel merah. Yusuf keluar dari bagian pengemudi. Disusul Radeya, Yazan dan Justin yang turun dari kursi tengah serta belakang. Keempat pria berseragam safari hitam, mengayunkan tungkai menuju salah satu kantin di seputar rest area. Sekian menit berlalu, Naysila dan Rumi menyambangi keempat lelaki. Mereka duduk berdampingan di kursi sebelah kanan Yusuf, lalu mengambil gelas di meja dan menyedot jus masing-masing, yang sudah dipesankan Yusuf. "Deya dan Yazan, kalian yakin mau ikut diklat level dua bulan Agustus nanti?" tanya Yusuf, sembari memandangi kedua bersaudara di kursi seberang. "Ya, Bang. Om Linggha minta kami kembali dinas di PBK, karena Kak Kimora dan Bang Niko bentar lagi pulang ke Indonesia," jawab Radeya
66Jalinan waktu terus bergulir. Yusuf telah kembali ke rumahnya, seusai beristirahat seminggu di kediaman orang tuanya. Kelvan dan Malya pindah sementara ke rumah Yusuf, untuk membantu mengawasi pria tersebut. Keduanya juga aktif membantu Yusuf dan Naysila mempersiapkan segala sesuatunya, untuk menyambut acara pernikahan yang kian dekat. Siang menjelang sore itu, Yusuf dan Naysila bescerta Kelvan dan Malya, telah berada di ruang kerja butik Renata. Pasangan calon pengantin tersebut melakukan fitting pertama, ketiga pakaian yang akan dikenakan saat akad, resepsi pertama dan kedua. Yusuf memandangi Naysila yang berpose bak model sambil dipotret Johnny, fotografer andalan tim WO. Naysila tampak sangat berbeda saat menggunakan setelan kebaya putih tulang, dan dua gaun lainnya. "Kak Nay, pakai kebaya tadi, kelihatan kayak orang Jawa asli," seloroh Malya, sesaat setelah Naysila kembali dari ruang ganti. "Iyakah?" tanya Naysila. "Hu um." Malya memperlihatkan foto di layar ponselnya. "
65Hari berganti. Siang itu, bandara Shanghai dipenuhi ratusan orang berkemeja berbagai warna, sesuai dengan tujuan masing-masing. Rombongan Indonesia mengenakan baju biru. Tim Australia menggunakan kemeja krem. Kelompok Eropa memakai baju hijau. Terakhir, tim Kanada mengenakan baju abu-abu. Chyou dan seluruh pengantar, menyalami rombongan Indonesia yang akan bertolak terlebih dahulu menggunakan pesawat carteran besar. Setelahnya, rombongan pimpinan Chairil bergerak keluar ruang tunggu khusus pesawat pribadi dan carteran, untuk menuju pesawat. Chyou dan yang lainnya memandangi saat pesawat boeing itu berpacu di landasan, kemudian menanjak dan mengangkasa Belasan menit berlalu, giliran tim Australia, Kanada dan Eropa yang bergerak menuju tiga pesawat pribadi. Tim Australia menaiki pesawat milik keluarga Arvhasatya. Kelompok Eropa menggunakan pesawat milik keluarga Baltissen. Sedangkan regu Kanada menumpang di pesawat milik Sultan Pramudya. Chyou menarik napas dalam-dalam dan men
64Naysila menyuapi Yusuf sembari membatin, jika dirinya harus bersikap tegas pada lelaki tersebut, agar mau istirahat total. Naysila mengeluh dalam hati, karena dirinya harus benar-benar mengawasi Yusuf saat di Jakarta nanti. Naysila khawatir pria kesayangannya itu akan memaksa bekerja, karena merasa tidak enak hati cuti terlalu lama. Naysila memikirkan rencana untuk meminta bantuan kedua Adik Yusuf, buat mengawasi Abang mereka secara maksimal. Sebab tidak mungkin Naysila bisa menemani pria tersebut sepanjang waktu. Sekian menit berlalu, Naysila tengah berbalas pesan dengan asistennya di kantor, ketika Yusuf memanggil dan memintanya berpindah duduk ke kasur. Gadis bermata besar itu tertegun sesaat, sebelum berdiri dan berpindah ke tepi kasur. Naysila duduk menyandar ke belakang dan membiarkan Yusuf memeluk pinggangnya.Naysila membelai rambut lelakinya sambil mengamati Yusuf yang tengah memejamkan mata. Dia mengulum senyuman, karena ternyata pria tersebut akan bersikap manja bila
63"Argh!" jerit Kwan Cheng, saat lehernya dicekik oleh Wirya. "W, tahan!" pekik Alvaro. "Wir, lepas!" seru Yanuar. "Kan! Kubilang juga apa!" desis Zulfi sembari berlari mendatangi sahabatnya. Yusuf dan rekan-rekannya turut merubungi direktur utama PBK. Mereka memandangi ketika Alvaro dan Zulfi bekerjasama melepaskan cengkeraman Wirya. Setelah Kwan Cheng terlepas, Yoga dan Yanuar segera memeganginya, sebelum dibaringkan ke tanah. Aswin bergegas memberikan minuman pada Kwan Cheng yang gemetaran. "Istigfar!" titah Alvaro sambil memegangi pundak kanan Wirya. "Wir, ikuti aku. Inhale dan exhale," pinta Zulfi, sebelum menarik napas dan mengembuskannya perlahan. "Ulangi," pintanya yang dikerjakan Wirya. "Panggil kedua pawangnya!" titah Haryono. Nanang berbalik dan lari kencang menuju kelompok pengejar hantu. Tidak berselang lama Nanang kembali bersama Zein dan Hendri. "Kumat!" geram Zein sambil memelototi Wirya yang balas mendeliknya tajam. Hendri mengembangkan kedua tangan dan m
62Alvaro dan semua Power Rangers yang tergabung dalam kelompok satu, berlari kencang sembari memegangi kedua tongkat besi dengan erat. Yanuar menyusul sambil membidikkan busurnya. Dia melepaskan anak panah pada Kwan Cheng, yang segera menghindar sambil memaki. Zulfi dan Yoga memacu kaki mereka untuk mendahului Yanuar. Mereka berpencar silang. Zulfi berpindah ke kanan, sedangkan Yoga ke kiri. Haryono, Andri, Galang, Mardi, Aswin, dan Jaka, berhenti di depan kelompok Breck. Mereka memancing kelompok lawan agar bergerak maju, supaya bisa masuk dalam perangkap. Said, Satrio, Salman, Haikal dan Hamid berjibaku di sayap kanan. Sementara Fajar, Nugraha, Edwin, Hans dan Idris, bekerjasama menjatuhkan lawan mereka di sayap kiri. Wirya maju sambil memutar-murar tombak berujung pengait. Dia melakukan salto dua kali, sebelum berhenti di depan Garrick Huang. Tanpa mengatakan apa pun, Wirya langsung menyerang musuh bebuyutan keluarga empat klan. Dia sudah mempelajari teknik rumit wushu yang