05
Yusuf tertunduk, sesaat setelah dicecar Wirya dan Damsaz, tentang kejadian di gubuk, kemarin malam. Naysila telah menceritakan semuanya pada Damsaz, dan Yusuf juga telah menerangkan cerita versinya.
Chyou, Fillbert, Atalaric dan Hisyam, saling melirik. Kemudian mereka mengarahkan pandangan pada Zijl yang turut dimintai keterangan.
Wajah Damsaz yang semula tegang, perlahan berubah seperti biasa. Emosinya yang sempat mencuat, akhirnya bisa dipadamkan setelah dia mendengar penuturan Yusuf, yang turut dikuatkan oleh keterangan Zijl.
Naysila yang juga berada di sana bersama Earlene, mengerucutkan bibirnya, karena Yusuf berhasil menyanggah argumennya dengan telak.
Naysila makin tidak suka pada Yusuf, yang sejak dulu memang tidak akrab dengannya. Meskipun mereka sering bekerjasama saat Yusuf masih menjadi ketua pengawal keluarga Dewawarman beberapa tahun lalu, tetapi keduanya memang tidak berteman.
Berbeda dengan Utari yang akrab dengan banyak pengawal, bahkan sebelum dia menikah dengan Hisyam, Naysila sedikit menjaga jarak dengan para ajudan keluarganya.
Selain itu, Naysila memang jarang dikawal, karena memang tidak terlalu sering ke luar negeri. Sedangkan bila harus dinas ke luar kota, dia akan dikawal bodyguard lady cadangan.
"Suf, minta maaf ke Naysila," pinta Wirya.
"Kamu juga, Dek. Apalagi kamu sampai nampar Yusuf," timpal Damsaz sembari menatap adiknya lekat-lekat.
Yusuf berdiri dan menyambangi Naysila. Dia mengulurkan tangan kanan yang hanya dipandangi gadis tersebut. "Nay, aku minta maaf," cakapnya.
Naysila mendengkus pelan. Meskipun enggan, tetapi akhirnya dia menjabat tangan Yusuf dengan cepat. Kemudian menarik tangannya dan berpura-pura merapikan rambutnya.
Yusuf kembali ke kursinya dan duduk dengan rapi. Dia menyadari bila Naysila tidak tulus memaafkannya. Itu terlihat dari wajah ayu sang gadis yang ditekuk sedemikian rupa.
"Masih ada yang mau dibicarakan?" tanya Wirya.
Yusuf mengangkat tangan kanannya. "Bang, aku minta izin buat tetap di sini, karena pekerjaanku belum selesai."
Wirya mengangkat alisnya. "Yakin?"
"Ya."
"Terus, kapan kamu pulang?"
"Tanggal 25, aku langsung berangkat ke Sydney. Bareng Koko Chyou. Kalau pulang dulu ke Jakarta, aku bakalan capek banget. Jadi mending langsung ke sana."
Wirya berpikir sesaat, sebelum akhirnya dia mengangguk mengiakan. "Telepon Zulfi, jelaskan jika kamu nggak bisa pulang dalam waktu dekat."
"Siap!"
"Hubungi juga orang tuamu. Biar mereka nggak khawatir."
"Sudah, Bang."
"Pacarmu nggak ditelepon?"
Yusuf melengos. "Ngeledek wae."
"Tinggal kamu, Aditya dan Nanang yang masih jomlo di lapis tiga. Yang lainnya sudah nikah."
"Doain aja, supaya aku bisa segera menemukan jodoh."
"Aamin." Wirya melirik ke dua rekannya. "Dam, Aric, buruan nikah. Supaya nggak dilewati para junior," godanya.
"Aku sudah wanti-wanti ke Adik ipar Abang yang cantik itu, supaya segera ngasih keputusan. Capek aku digantung terus," ungkap Damsaz.
"Tenang. Ayah Finley dan Bunda Khadeeza sudah mendesak Kyle supaya cepat nikah. Kamu tunggu aja kabar baiknya," papar Wirya.
"Bang, yang satu lagi. Buatku aja, ya," seloroh Atalaric.
"Laura? Dia sudah punya pacar, Ric," terang Wirya.
"Duh, patah hati lagi aku," tukas Atalaric.
"Sobatnya aja, atuh," usul Hisyam.
"Yang mana, Syam?" desak Atalaric.
"Dwina, Fairish, atau Yuvarani."
"Fairish punya pacar," sela Wirya. "Orangnya, kalian juga kenal," lanjutnya.
"Jadi penasaran aku," cetus Atalaric. "Syam, cari info lewat Tari," pintanya yang dibalas anggukan sang adik ipar.
***
Matahari belum naik sepenggalah, ketika dua mobil MPV keluar dari area parkir hotel. Para sopir mengemudikan kendaraan dengan hati-hati, karena jalanan cukup licin akibat salju.
Yusuf mendiktekan laporan sambil membaca tab miliknya. Wirya, To Mu, Chyou dan Fillbert mendengarkan penuturan asisten Zulfi tersebut, yang sangat fasih melafazkan bahasa Mandarin.
Sementara di mobil kedua, Atalaric, Damsaz, Ekyavan dan Dimas, juga mendengarkan hal serupa, yang tengah dibacakan Deswin menggunakan bahasa Indonesia.
Kala Deswin menerangkan kalimat terakhir menggunakan bahasa Mandarin, yang lain kompak meneriakinya yang langsung terkekeh.
"Sombong!" desis Ekyavan sambil mendorong bahu kiri Deswin.
"Aku cuma berlatih, Van," kilah Deswin.
"Kamu kayaknya sudah cukup lancar, Win," imbuh Atalaric.
"Aku yang ngajarin dia," sela Dimas.
"Ngaku-ngaku!" protes Deswin.
"Jadinya kamu belajar sama siapa?" desak Damsaz.
"Bang W dan Bunda Lien. Kalau lagi off, aku nyambi ngawal Bunda. Sepanjang hari, kami ngobrolnya pakai Mandarin," terang Deswin.
"Pertahankan. Bisa banyak bahasa itu bagus," timpal Atalaric.
"Ya, Mas. Aku pengen kayak Bang Varo dan Bang W. Mereka bisa menguasai banyak bahasa," ungkap Deswin.
"Kedua Abang itu, makannya apa, ya?" tanya Ekyavan. "Bisa lancar banyak bahasa, plus ingatannya kuat banget. Mereka bisa hafal semua anggota PG, PC dan PCD. Aku, separuhnya aja nggak hafal," sambungnya.
"Bukan masalah makannya. Tapi, jika tengah dinas, mereka nggak ragu-ragu buat ngobrol dengan klien," ungkap Dimas. "Walaupun dulu, ngomongnya campur-campur dengan bahasa Inggris, tapi sekarang mereka sudah lancar banget bahasa Spanyol dan Mandarin," tambahnya.
"Sama Bang Zulfi dan Bang Yoga, empat orang itu lagi belajar bahasa Perancis dan Yunani," papar Dimas. "Kayaknya, nggak lama lagi mereka sudah fasih bahasa sana," akunya.
"Kamu harus mengikuti mereka, Dim," tutur Damsaz.
"Ya, Mas. Aku lagi mematangkan bahasa Tiociu dan Kanton. Karena aku yang gantiin Bang Ari dan Bang Harun dinas di sini," terang Dimas.
Sementara itu di hotel, Naysila tengah berbincang dengan teman-temannya di grup GPCI, yaitu perkumpulan dari para pengusaha cantik di Indonesia.
Berbagai pertanyaan dari rekan-rekannya, dijawab Naysila dengan lugas. Namun, dia tetap merahasiakan perseteruannya dengan Yusuf, karena nantinya pasti akan dicecar ketiga Kakak sepupunya yang juga berada di grup itu.
Naysila menggulirkan jemari keluar dari aplikasi pesan. Dia beralih ke akun I*-nya, untuk melihat postingan orang-orang yang diikutinya.
Naysila tertegun, saat satu postingan muncul di akun Hisyam, yang ternyata di-tag Yusuf. Foto itu diambil sesaat sebelum mereka jalan untuk mencari tempat berlindung.
Gadis bersweter merah, menekan profil akun Yusuf untuk mengintip wall-nya. Ternyata pria itu telah mengunggah banyak foto dan video. Termasuk rekaman saat helikopter terbakar.
Naysila merunut peristiwa itu dari awal berangkat hingga saat helikopter jatuh. Naysila tertegun saat menyadari, jika Yusuf tidak bertindak cepat mengeluarjannya dan ketiga orang lainnya, mungkin mereka telah tewas.
Perempuan bermata besar itu menggeleng ketika membayangkan dirinya terpanggang hidup-hidup. Naysila bergidik, kemudian dia mengusap punggung tangan dan tengkuknya.
Naysila menyimpan semua foto dan video itu. Lalu dia terus menggeser jemari untuk melihat isi akun Yusuf yang belum di-follownya.
Sudut bibir Naysila menerbitkan senyuman, ketika menyaksikan video saat acara lamaran Jauhari pada Avreen, yang dilaksanakan akhir tahun lalu.
Jauhari yang masih mendekam di penjara Sydney, tidak bisa menghadiri acara tersebut. Yusuf berlakon menggantikan posisi Jauhari dan mendampingi Avreen di pelaminan kecil.
Tawa Naysila menguar, karena Yusuf akhirnya diusir rekan-rekannya, supaya tidak menjadi pebinor. Posisi Yusuf akhirnya digantikan Jariz, Adik bungsu Jauhari.
Gadis tersebut menjengit saat ponselnya berdering dan menampilkan satu nama yang membuatnya terkejut. Naysila menimbang-nimbang dalam hati, sebelum mengangkat panggilan dari lelaki yang pernah dicintainya, di masa lalu.
18 Aroma harum menguar dari dapur seunit rumah di permukiman sederhana, di kawasan Bekasi Timur. Suara obrolan dan gelakak beberapa orang di dapur bernuansa hijau itu, terdengar hingga ke ruang depan di mana Thalib Bhranta berada. Pria tua berkaus putih, menggeleng pelan saat mendengar gelakak istri dan anak-anaknya, seusai mendengar cerita Yusuf, tentang acara di Sydney beberapa hari silam. Thalib mengulum senyuman. Dia menyukai jika ketiga anaknya bisa berkumpul. Sebab kesibukan anak-anak muda tersebut menjadikan mereka jarang bisa datang berbarengan. Yusuf yang paling jarang pulang, akan membawa banyak cerita baru yang menghibur orang-orang rumah. Bila kebetulan dia bisa libur, maka kedua adiknya juga akan mengajukan cuti, agar bisa menghabiskan waktu bersama. Kelvan Nafeda, putra kedua Thalib dan Laksmita, juga bekerja sebagai pengawal PBK. Kelvan ditugaskan menjadi ajudan Adwaya Lakeswara, anggota tim 5 PC, yang baru beberapa bulan lalu pindah ke Jakarta. Malya Arsyana, beke
17Sepanjang malam itu, Naysila kesulitan untuk tidur. Ucapan Yusuf di bus tadi, masih terngiang-ngiang di telinganya. Hingga Naysila susah untuk terlelap. Kendatipun sudah beberapa kali menjalin hubungan dengan laki-laki, tetapi kali itu rasanya berbeda. Terutama karena hampir semua kakaknya langsung menyetujui, bila Yusuf yang menjadi kekasih Naysila. Gadis berhidung bangir itu terbangun setelah tangannya diguncangkan Sekar. Meskipun masih mengantuk, tetapi Naysila memaksakan untuk bangkit. Seusai menunaikan salat Subuh, Naysila kembali melanjutkan tidurnya, hingga tidak menyadari jika Sekar telah memasuki kamar itu dengan membawa meja kecil berkaki. "Dek, sarapan," tukas Sekar sembari meletakkan meja ke kasur. "Hmm. Mbak aja," cicit Naysila tanpa membuka matanya. "Ada Yusuf di depan." "Ha?" "Dia mau joging sama Hisyam." "Hmm." "Kamu beneran nggak mau keluar?" "Aku belum mandi. Nanti dia kaget lihat mukaku kucel." "Bukannya dia sudah pernah lihat kamu kayak gitu?" "Kapa
16Ruang tunggu khusus pesawat carteran di bandara Sydney, siang itu terlihat ramai orang berparas Asia. Mereka hendak berangkat menuju tempat berbeda, yakni Indonesia dan Kanada. Tim Indonesia yang dipimpin Nanang, menggunakan baju putih dan celana biru. Sementara kelompok Kanada yang dipimpin Aditya, mengenakan baju abu-abu dan celana hitam. Yusuf mendekap satu per satu rekannya yang masih harus bertugas di Australia. Dia juga memeluk Avreen yang sudah dianggapnya sebagai Adik. Keduanya berbincang cukup lama, sebelum Yusuf berpindah untuk memeluk Jauhari. "Titip keluargaku, Suf," pinta Jauhari sembari mengurai dekapan. "Ya. Besok aku anterin mereka sampai rumah, baru aku lanjut ke Tambun," jawab Yusuf. "Tentang omongan kita tadi pagi, tolong laksanakan. Cuma kamu yang bisa bergerak cepat, karena Aditya harus dinas lama di Kanada. Sedangkan Hisyam dan Jeffrey mesti bagi waktu buat keluarga masing-masing." "Siap." "Tunggu aku pulang. Nanti kita clubbing di tempat biasa." "Gant
15Agnia menonton beberapa video yang dikirimkan Kakak sepupunya. Gadis bermata sipit itu merasa hatinya tidak nyaman, seusai melihat video kedekatan Yusuf dan Naysila, kemarin malam. Agnia meletakkan ponsel ke tepi kasur. Dia memandangi langit-langit yang terlihat bersih, sambil membayangkan sosok Yusuf. Gadis berbibir tipis itu mengeluh dalam hati, karena saingannya ternyata bertambah. Menghadapi banyak fans Yusuf saja sudah cukup berat buat Agnia. Apalagi harus menghadapi Naysila.Kendatipun hanya kenal sepintas, tetapi Agnia tahu sepak terjang Naysila. Perempuan yang lebih tua dua tahun dari Agnia tersebut, cukup terkenal di kalangan para pebisnis muda. Nama keluarga Dewawarman jelas lebih tenar dari keluarga Umapati. Ditambah lagi dengan kenyataan jika paras Naysila lebih ayu daripada Agnia, menjadikan putri bungsu Azmadi Umapati itu merasa kalah bersaing. Agnia mendengkus pelan. Dia mengomeli diri yang bertindak lambat dalam mendekati Yusuf. Agnia mulai bimbang harus bertind
14*Grup Tim 3 PCD*Jauzan Rengku Magani : Aku baru on dan lihat video itu. Suka banget! Prada Razfhan : Aku senyum-senyum terus. Zafar Qashash : Aku cemburu!Rafaizan Mahadri : Aku patah hati! Liam Mallory : Aku iri! Hisyam : Artisnya lagi dikeroyok di grup New PBK. Jauhari : Ngakak aku. Yusuf nggak berkutik digodain Bang Yan. Chairil : Aku cekikikan lihat ocehan Bang Varo. Aditya : Bang W juga ikutan ceramah. Jauzan : Power Rangers itu bilang apa? Hisyam : Kata Bang Yan, Yusuf malu-malu biawak. Jauhari : Bang Varo bilang gini. Pura-pura musuhan, padahal demenan. Chairil : Bang W nambahin. Dia nggak mau tahu, pokoknya maksimal 6 bulan lagi Yusuf sudah harus menghadap Pak Gamal buat minang Naysila. Aditya : Tapi, ujung-ujungnya aku kena juga! Diledekin buat segera nikah. Sampai-sampai mereka berniat untuk menjodohkanku.Liam : Sabar, @Bang Aditya. Aku pun, tiap pulang ke rumah orang tua, pasti diomelin Mama. Beliau sudah ribut pengen punya cucu. Prada : Padahal, tinggal d
13Malam kian larut. Sebagian besar anggota rombongan telah beristirahat di kamar masing-masing. Sementara yang lainnya masih berkumpul di beberapa tempat, yang tersebar di seputar bangunan utama hotel. Naysila masih bertahan di tempat duduknya di tepi kolam renang. Dia berbincang bersama Avreen, Alodita, Tyas, Viviane, Rumi, Gwenyth, Xianlun dan Valencia. Para gadis itu tertawa berulang kali, seusai menonton video yang tadi mereka rekam. Naysila dan yang lainnya mengirimkan video itu ke grup masing-masing, dan mendapatkan beragam komentar dari rekan-rekannya. "Dek, belum mau tidur?" tanya Hisyam, yang berpindah duduk ke samping kanan Naysila. "Bentar lagi, Bang," jawab Naysila. "Tari nanyain terus, karena kamu nggak naik-naik." "Aku masih pengen ngobrol sama teman-teman. Jarang ketemu ini. Sekali-sekali aku mau bergadang." "Oke. Maksimal jam 12 sudah masuk ke kamar. Kalau nggak, Tari dan Mbak Sekar bakal heboh." "Hu um." "Aku naik duluan." Hisyam berdiri dan memegangi punda
12Suasana depan lapas siang itu sangat ramai. Ratusan orang mengarahkan pandangan ke bangku panjang, di mana Jauhari tengah berpidato untuk menyapa penggemarnya. Semenjak kasusnya menjadi perbincangan hangat di seputar Australia dan New Zealand, serta Indonesia, Jauhari memiliki banyak fans yang menjadi pendukung setianya selama dua tahun terakhir. Jauhari mendapatkan banyak kiriman dari fans-nya. Hampir setiap hari para kurir akan mengantarkan paket, buat pimpinan utama proyek PG di Australia dan New Zealand tersebut. Jauhari menyimpan berbagai kado itu dan mencatat nama serta alamat sang pengirim. Pada hari-hari tertentu, Jauhari akan mengirimkan hadiah balasan untuk para penggemarnya yang makin bertambah setiap minggu.Seusai berpidato, Jauhari melambaikan kedua tangannya yang dibalas hal yang sama oleh penonton. Kemudian Jauhari turun dan bergegas menaiki bus hotel Arvhasatya. Saat keluar dari area lapas, Jauhari berdiri di pintu bus dan menyalami orang-orang yang berebutan b
11Hari berganti. Rombongan dari Indonesia tiba dengan membawa peralatan lengkap. Para ajudan muda membantu petugas bandara Sydney, untuk memindahkan semua barang ke kereta khusus. Para bos jalan cepat menuju ruang tunggu khusus pesawat carteran. Alvaro mengayunkan tungkai sambil menggendong putrinya. Chairil menyejajari langkah komisaris 4 PBK tersebut, sambil memayungi Alvaro, hingga mereka tiba di ruangan dalam. Wirya menyusul sembari menggendong anak keduanya. Sementara Zulfi jalan di belakang sambil memegangi tangan putrinya, Fazluna, dan Bayazid, anak sulung Wirya. Di belakang mereka, tampak semua anggota keluarga Pramudya, Gahyaka, Baltissen, dan keluarga Jauhari. Selain itu juga ada keluarga Adhitama, Ganendra, Janitra, dan beberapa bos PG, PC serta PCD yang akrab dengan Jauhari. Yusuf dan rekan-rekannya memberi hormat pada Alvaro serta semua tim PBK, sebelum mereka bersalaman dengan semua anggota rombongan. Kala Yusuf tiba di depan Naysila, keduanya saling menatap sesaat
10Pesawat yang ditumpangi kelompok pimpinan To Mu, tiba di bandara Sydney, siang waktu setempat. Mereka menunggu penumpang lain keluar terlebih dahulu. Kemudian belasan orang itu turun dari burung besi. Setelah berada di lorong, Yusuf mengambil alih Prinsen yang tengah tidur, dari gendongan Earlene. Yusuf membaringkan Prinsen ke kereta, lalu memastikan posisi bocah itu nyaman. Earlene mendorong kereta bayi dengan hati-hati. Dia jalan berdampingan dengan pengasuh Prinsen, dan Kaili, istri Loko yang sedang menggendong bayinya yang berusia setahun.Selain Earlene dan Kaili, ada beberapa perempuan lain yang ikut dalam rombongan itu. Yakni Zhu Gwenyth, Chan Xianlun, dan Lin Valencia. Ketiganya merupakan pengawal PBK angkatan 17, yang bertugas menjaga keluarga Cheung.Para pria jalan cepat menuju tempat pengambilan bagasi. Sementara semua perempuan meneruskan langkah hingga tiba di dekat pintu keluar terminal kedatangan. Gwenyth mengintip dari balik kaca, lalu dia mendekati Earlene yang