"Tuan muda, saya mohon keluarlah ... anda sudah berada di dalam selama seharian. Apa anda tidak lapar?" Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu dengan wajah cemas.
Tepat di belakangnya berdiri dua orang pelayan yang membawa masing-masing baki berisi makanan."Berhentilah menggangguku! Aku tidak mau makan!" Suara penolakan terdengar dari dalam kamar.Erlangga sengaja mengunci dirinya sejak mereka tiba di rumah besar itu. Sebuah rumah yang berada di komplek perumahan mewah.Daniel telah membawanya pulang dan menyerahkan Erlangga dalam pengawasan Nyonya Helen.Wanita paruh baya itu adalah seorang kepala pelayan yang sudah mengabdi sangat lama pada keluarga Prabujaya.Dan sekarang, dia ditugaskan untuk mengasuh dan menjaga Erlangga. Termasuk memenuhi segala kebutuhannya."Tuan muda .... saya mohon, Tuan besar akan menghukum kami jika anda masih tidak mau makan," bujuk Helen dengan suara getir.Tak berselang lama, Erlangga akhirnya keluar.Wajahnya pucat karena menahan lapar selama seharian."Maaf ...." katanya pelan dengan kepala tertunduk.Dia keluar karena tak ingin membuat mereka dalam kesulitan.Juga karena perutnya yang sudah mulai berbunyi karena lapar. Namun, cukup malu untuk mengakuinya.Helen langsung berlutut, memeluk Erlangga untuk membuatnya nyaman. "Jangan takut, kami di sini untuk membantumu," ucapnya dengan lembut.Melihat ketulusannya, Erlangga merasa lebih tenang. Dan mungkin mulai mempercayainya."Ayo, saya bantu anda untuk mandi. Setelah itu kita akan turun untuk makan malam." Suaranya begitu lembut dengan senyum yang tulus. Persis seperti ibunya.Erlangga mengangguk.***Hujan turun sangat deras hari ini, membuat suhu udara menjadi lebih dingin.Sudah hampir satu minggu Erlangga terkurung di rumah karena hujan.Hari ini semua orang terlihat sangat sibuk. Beberapa pelayan sedang memasang hiasan dinding. Sementara yang lain membereskan beberapa perkakas."Sepertinya akan ada pesta besar, ya?" tanya Erlangga.Helen yang berdiri di samping langsung menyahut, "Itu benar. Ini adalah akhir tahun, tentu saja akan ada perayaan." Bibirnya melengkung. "Ini adalah perayaan terbesar setelah bertahun-tahun rumah ini sepi," sambungnya.Erlangga menoleh, mengangkat dagunya tinggi untuk melihatnya. "Benarkah? Kenapa?"Helen menunduk, menatap Erlangga dengan tatapan teduh sambil kembali tersenyum. "Karena anda sudah kembali ke rumah ini," jawabnya. Helen lalu duduk di samping dan meraih tangannya untuk digenggam.Rasanya hangat.Erlangga seperti melihat bayangan Olivia di wajah Helen."Apa anda menginginkan sesuatu? Saya akan mengusahakannya. Anggap saja itu sebagai hadiah tahun baru untuk anda," kata Helen.Erlangga diam.Dia tidak tahu harus meminta apa. Saat ini dia telah memiliki segalanya. Srmua hal yang diinginkan anak-anak sudah dia miliki, kecuali mamanya."Apa anda tidak berbohong?" tanya Erlangga ragu.Helen menganggukkan kepala. "Tentu saja."Erlangga mengusap wajahnya lalu berkata, "Aku ingin Mamaku."Helen menelan ludahnya, kerongkongannya bergulir turun. "Maaf, Nak ... saya tidak mampu," katanya pelan. Hatinya bergejolak sementara otaknya terus bekerja mencari slasan yanf bagus untuk dikatakan.Mata obsidian Etlangga memerah, dia hampir menangis. "Anda bilang anda akan mengabulkannya." Suaranya parau menahan sedih di hatinya."Iya, saya memang berjanji," kata Helen cepat, "Tapi kita semua tahu bahwa Mamamu sudah tiada. Dan tidak seorangpun yang bisa menghidupkannya kembali. Apakah anda mengerti yang saya katakan, Tuan Muda?" Jantung Helen berpacu kuat.Erlangga mengangguk pelan saat airmatanya mengalir di pipinya. Dengan suara pelan dia berbicara, "Aku tahu. Aku melihatnya dengan mataku. Mereka mengambil Mamaku dan aku berjanji akan membalasnya. Aku akan temukan mereka dan menghukumnya."Helen tertegun. Ia tidak menyangka anak sekecil itu sudah menyimpan dendam yang begitu besar.***Akhir tahun telah tiba..Di rumah besar itu telah berkumpul seluruh pelayan serta pengawal dan penjaga rumah.Begitupun dengan Erlangga dan pengasuhnya, Helen.Kecuali Daniel, lelaki tua itu tidak tampak bersama mereka malam ini.Pesta malam tahun baru begitu meriah. Semua orang tertawa bahagia.Helen segera mendirikan tiga buah tripod serta kamera pada tiap sudut ruangan.Ia berniat membuat kenang-kenangan untuk acara malam ini.Dia pikir, hal ini pantas untuk diingat hingga saat Erlangga dewasa suatu hari nanti.Sementara itu, para pengawal memasang kembang api di halaman depan. Semua orang segera beralih ke luar.Ledakan demi ledakan memercikkan sinar warna-warni menghias langit malam tepat setelah hitungan mundur dibunyikan."Ayo, nyalakan yang lebih besar!" Erlangga berteriak girang sambil melompat kesenangan."Yey ... itu indah sekali. Benar 'kan, Bu?" Ia menoleh pada Hrlen yang diam-diam memperhatikannya."Jangan lompat terlalu tinggi, Tuan muda ... bisa bisa tersandung dan jatuh." Helen mencoba memperingatkannya.Erlangga acuh tak acuh.Anak itu tetap melompat girang tiap kali kembang api meledak di langit.Riuh suara tawa diiringi tepuk tangan. Erlangga sejenak lupa akan hidupnya, akan derita yang baru saja dilewatinya.Dia berteriak bahagia bersama yang lain.Pukul tujuh tiga puluh pagi, Helen mengetuk pintu kamar sebelum merangsek masuk.Ia mengguncang tubuh Erlangga pelan untuk membangunkannya."Selamat pagi, Tuan muda. Ayo bangun." Helen membantunya untuk bangun.Erlangga menguap lebar. Malam ini dia tidur nyenyak tanpa mimpi buruk"Tidak bisakah aku tidur sebentar lagi? Aku masih sangat mengantuk," katanya dengan nyawa yang belum terkumpul.Helen menarik napasnya panjang lalu mulai berkata dengan senyum terukir di bibirnya, "Maaf, Tuan muda. Anda harus segera bersiap-siap karena sebentar lagi anda akan bertemu dengan Tuan besar."Kedua mata Erlangga membelalak lebar. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang.Dengan kening berkerut, Erlangga mencoba memastikan kembali apa yang baru saja didengarnya."Apa? Bertemu siapa?" tanyanya. Kantuknya langsung menghilang secara mendadak.Helen duduk di tepi tempat tidur dan menjelaskan dengan perlahan saat ia berkata, "Tuan besar Prabujaya ingin bertemu dengan anda. Dia sudah menanti cukup lama untuk bertemu dengan putranya.""Dimana dia?""Anda akan segera mengetahuinya."Tepat pukul sepuluh pagi ,Daniel bersama seorang pengawal masuk ke dalam rumah besar.Keduanya menunduk hormat saat bertemu dengan Erlangga di ruang tamu."Apa anda sudah siap?"Erlangga ragu-ragu untuk menjawab. Ia menoleh pada Helen meminta pertimbangan.Wanita itu segera meraih tangannya dan menggenggamnya dengan lembut. Itu adalah bentuk persetujuan darinya."Apa Bu Helen boleh ikut dengan kita?"Daniel melempar tatapannya pada ibu pengasuh lalu berkata, "Sepertinya itu tidak perlu. Kami sendiri yang akan menjaga anda, Tuan."Erlangga menelan ludah. Bibirnya terbuka sedikit, tetapi kembali terkatup.Helen menyadari jika anak asuhnya merasa takut.Oleh sebab itu, dia mengambil inisiatifnya sendiri. "Saya akan ikut bersama anda. Tapi saya hanya akan mengantar sampai di pintu masuk," katanya memberi pengertian.Setelah diam untuk sesaat, Erlangga akhirnya mengangguk setuju.Jakun di leher Daniel bergulir. Dengan terpaksa dirinya harus membawa serta ibu pengasuh bersama mereka.Tidak ada yang dirahasiakan sebab wanita itu adalah orang kepercayaan atasannya.Mobil sedan hitam bergerak meninggalkan rumah besar itu.Erlangga duduk dengan tenang di bangku belakang bersama pengasuhnya.Debaran di dadanya semakin kencang.Dia tidak bisa menebak seperti apa ayah kandungnya itu. Apakah dia orang yang baik? Atau justru sebaliknya.Ada rasa takut menyeruak saat pikirannya dipenuhi oleh potongan-potongan puzzle tentang sosok ayah kandungnya, membuatnya memejamkan matanya sepanjang perjalanan.Helen mengira anak itu sedang tidur.***Setelah satu jam perjalanan, sedan hitam itu akhirnya tiba di Komplek River Villa.Beberapa pengawal tampak berjaga di pintu gerbang hingga di depan pintu masuk.Daniel segera turun dari mobil bersama Erlangga dan pengasuhnya.Erlangga bergidik ngeri saat menatap wajah-wajah dingin dan menyeramkan para pengawal ayahnya.Ketiganya berjalan masuk ke dalam rumah berlantai tiga yang dicat putih seluruhnya.Erlangga dibawa masuk lebih dalam sementara Helen hanya bisa menatap keduanya dari pintu depan."Tuan, saya telah membawanya.""Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin
"Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me
"Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and
"Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d
Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu