Share

Pemakaman

 

Dendam

Part2

 "Sudah, cukup! Jangan menambah sakit hati Mamah, tidak seharusnya kamu bersikap seperti ini di depan jenazah Alena." 

 Mamah berkata dengan tangan yang menunjuk-nunjuk ke arahku, serta mata melotot, yang seakan mau keluar dari tempatnya.

Aku menatap nanar wajah Mamahku, wanita yang melahirkan aku itu begitu marah kepadaku, pancaran matanya menyorotkan kebencian dan kekecewaan.

Sedangkan Ibu mertua, Beliau terus-menerus menyeka air matanya. 

Aku bersimpuh di depan Ibu mertua, memohon maafnya.

Namun Ibu mertua tidak merespon apapun, Ibu bahkan membuang wajah dari pandanganku.

 "Bu, maafkan saya! Saya memang salah."

 

"Kita tidak bisa mengubah garis takdir seseorang, mungkin inilah yang di namakan janji dirinya, sebelum dia lahir ke dunia." 

Aku semakin malu, mendengar ucapan Ibu mertua. 

Selama dua bulan ini, semenjak pertemuanku dengan Amira. 

Begitu banyak perlakuan tidak mengenakkan dariku untuk Alena.

Saat itu ....

"Mas, kapan kita jalan-jalan? Aku pengen ke kebun buah durian, belum pernah kesana. Pasti enak deh menikmati buahnya langsung di kebun."

"Aku sibuk! Lain kali saja." 

 Alena hanya diam, dia terlihat berusaha mengukir senyum. Aku melongos, meraih kunci lalu pergi.

Hari libur sekalipun, aku bukannya meluangkan waktu untuk jalan-jalan dengan Alena. Aku malah sibuk membahagiakan dahaga Amira yang haus berbelanja.

Dengan merangkul mesra pundak Amira, aku menyenangkan hatinya, dengan membayar semua belanjaan mahalnya.

Hal yang tidak pernah aku lakukan untuk Alena, namun aku tidak peduli.

Di tempat tidur, aku berbaring lelah bersama Amira.

"Mas, nanti kalau Alena tau tentang kita bagaimana?" tanya Amira. 

"Aku tidak akan mengakuinya."

"Mas nggak berani jujur? Mas tidak tulus sayang denganku." 

 Amira meraju.

"Sayang kok! Tapi mas juga nggak mau Alena sakit hati. Nanti ribet urusannya. Mamah dan Papah begitu menyayanginya."

"Ah, alasan."

"Beneran."

"Mau sampai kapan, aku jadi gundik kamu? Aku juga butuh kepastian."

"Sayang .... status itu tidak penting. Jika cinta, jiwa dan ragaku milikmu."

Aku mencoba merayunya.

"Ih, mending mati saja tuh Alena. Aku nggak mau hubungan tidak jelas, aku butuh kepastian." 

Amira merajuk, ia pun pergi begitu saja, setelah meminta sejumlah uang kepadaku.

Semenjak dekat dengan Amira, aku jarang pulang, bahkan pesan dan panggilan telepon Alena, sering kuabaikan.

"Mas, kalau pulang bawain rujak buah ya! Aku pengen banget." 

Pesan Alena, ketika aku berangkat ke kantor. Jika biasanya aku sebelum berangkat mencium keningnya, namun tidak lagi aku lakukan.

Kurasa, cintaku mulai pudar pada Alena, Amira lah cinta sejatiku kini, aku rasanya sangat tergila- gila pada Amira.

______

Selesai ngantor, aku tidak pulang ke rumah, melainkan ke Apartemen Amira, menyenangkan hati.

"Mas, tadi aku ke kantor. Kok bagian informasi namanya Amira juga."

 

Aku terkekeh mendengar protesnya.

"Ada lima karyawan wanita di kantor itu, yang namanya semua Amira." 

"Kok bisa?" tanyanya.

"Itu tandanya aku selalu mencintai kamu. Mereka karyawan wanita pilihan. Kalau namanya bukan Amira, aku tidak mau menerimanya bekerja di kantorku."

"Uhu .... so sweet banget sih. Makin sayang deh aku," kata Amira, dengan menempelkan tubuhnya di belakangku. Membuatku semakin terbuai, dan semakin lupa dengan Alena.

_______

"Mohon maaf, Nak Raka. Jenazah Ibu Alena, mau kami mandikan dulu." 

Ibu-ibu yang berjumlah empat orang itu meraih tubuh Alena. Dan membuyarkan lamunanku, semasa Alena masih bernyawa.

Alena dua bersaudara, namun satunya bersama Neneknya di Surabaya. Bahkan kematian Alena, tidak membuatnya memperlihatkan batang hidungnya, heran.

Hanya ada Ibu mertua, mereka merupakan orang perantau, yang mengadu nasib di Kalimantan. 

Kulihat wanita paru baya itu hanya terdiam, tatapannya sendu, air matanya terus-menerus mengalir.

Beda dengan Mamah yang terus terisak. Mamah dan Papah begitu menyayangi Alena, bagi mereka, Alena sudah seperti anak kandung sendiri.

Dari para pelayat, aku menangkap sosok Amira dari kejauhan, dengan mengenakan kaca mata hitam. Saat pandangan kami bertemu, Amira terlihat langsung menjauh pergi dengan mobil berwarna merah.

'Untuk apa Amira berkeliaran di kompleks rumahku, apakah dia sudah tahu, bahwa aku tengah berduka.' Aku bergumam dalam hati. 

Dengan langkah terseok, aku mengiri proses pemakaman jenazah Alena, yang telah usai di salatkan.

Rasa tidak kuasa aku mendengar bait demi bait lantunan ayat suci yang Ustadz Ahmad kumandangkan. Mengiringi proses pengantaran Alena ke tempat peristirahatan terakhirnya.

"Alena .... ya Allah, anakkku."

Teriakkan histeris dari suara Mamah begitu terdengar lirih, tubuhnya meluruh menggenggam tanah yang masih basah di atas pusaran, tempat peristirahatan terakhir, Alena Putri.

Tangisannya begitu pilu, menyayat hati. Ibu mertua yang merupakan Ibu kandung Alena hanya terdiam tanpa suara. Tiba-tiba dia pun jatuh ke tanah dan pingsan, membuat semua pelayat berhamburan membantu membopong tubuhnya ke bawah pohon.

Mamah tidak bergerak sama sekali, dia masih terus menangisi kepergian menantunya.

"Kenapa kamu pergi meninggalkan Mamah, Nak. Padahal kamu sudah berjanji, akan selalu ada untuk Mamah! Dan memberikan mamah cucu yang lucu dan banyak." 

"Mana janji kamu Alena? Mana, Nak ...." Mamah semakin terisak, membuat dadaku semakin sesak dan sakit hati mendengar ucapan-ucapan lirihnya.

Papah memeluk Mamah.

"Ma .... mamah harus ikhlas, kasihan Alena, dia pasti sedih melihat kondisi Mamah seperti ini." 

Papah mencoba menyabarkan Mamah yang begitu kalut.

"Tapi, Pah. Alena sudah berjanji sama Mamah, dia akan meramaikan rumah kita dengan kelucuan anak-anaknya, itu janji Alena. Tapi, tapi kenapa dia harus pergi, bahkan dengan cara tragis seperti ini." 

"Ya Allah .... anakku." 

Aku menyeka air mata, tidak kusangka Mamah akan terluka sedalam ini. Bagaimana jika dia tahu, bahwa aku berselingkuh di belakang Alena. Bisa saja, Mamah langsung mengutukku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Hmmm apa jgn2 org suruhannya si amira selingkuhannya dia yah?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status