Bab 3: peremuan yang tak terduga

Hari-hari Rin berlalu dengan lambat. Setiap pagi, ia bangun di ruangan yang sama, dengan hanya beberapa kenangan samar tentang apa yang terjadi sebelum ia diculik. Luca tidak lagi muncul setiap saat, tetapi kehadirannya selalu terasa di setiap sudut tempat tersebut. Setiap kali Rin mencoba untuk melarikan diri, ia akan diperingatkan dengan cara yang tidak langsung bahwa tempat itu adalah penjara yang tak terlihat—mungkin lebih berbahaya daripada apa pun yang dapat ia bayangkan.

Namun, hari ini terasa berbeda. Pagi ini, Rin mendengar langkah kaki yang tidak familiar mendekati pintu kamarnya. Ia berdiri dengan cepat, merasa gelisah, dan bersiap-siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. Begitu pintu terbuka, Rin terkejut melihat seseorang yang sudah lama ia kenal.

“Aidan!” Rin hampir berlari ke arah sahabatnya itu, suaranya penuh dengan kebingungan dan rasa lega. Tetapi Aidan hanya berdiri di sana, wajahnya tegang dan penuh kecemasan.

“Aidan, kenapa kamu di sini? Apa yang terjadi?” Rin bertanya dengan suara bergetar, hampir tidak percaya.

Aidan menatap Rin dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. “Rin, kamu baik-baik saja?” Tanyanya dengan suara lembut namun penuh keprihatinan. Namun, dalam hatinya, Aidan merasa ada sesuatu yang sangat salah.

“Apa yang terjadi, Aidan? Bagaimana kamu bisa menemukan aku?” Rin bertanya, matanya penuh dengan harapan dan kekhawatiran yang bersatu. Sejak pertama kali ia terbangun di tempat ini, hanya Aidan yang selalu terlintas di pikirannya.

Aidan menghela napas panjang, menatap Rin sejenak sebelum akhirnya berbicara. “Aku tidak tahu siapa yang membawamu ke sini, Rin, tapi aku mencari ke seluruh dunia untuk menemukan jejakmu. Aku hampir kehilangan harapan... tetapi akhirnya, aku menemukanmu.”

Rin merasakan airmata menetes di pipinya. “Aku takut, Aidan. Aku tidak tahu apa yang mereka inginkan dariku. Aku ingin pulang,” Rin berkata dengan suara penuh kesedihan.

Aidan mendekati Rin dan menyentuh bahunya dengan lembut. “Jangan khawatir, aku akan membawa kamu keluar dari sini. Kita akan cari jalan keluar bersama.”

Tetapi sebelum Rin sempat merespons, suara langkah kaki yang berat terdengar di koridor luar. Pintu ruangan terbuka lebar dan Luca masuk, kali ini dengan ekspresi yang berbeda—lebih serius dan tajam.

“Aidan, saya sudah menduga Anda akan datang,” Luca berkata dengan nada datar, memandang Aidan dengan tatapan penuh perhitungan. “Tapi, saya rasa pertemuan ini seharusnya tidak terjadi.”

Rin merasa jantungnya berdebar cepat. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi ia bisa merasakan ketegangan yang semakin meningkat di antara mereka berdua. Apa yang dimaksud Luca dengan "pertemuan ini"? Mengapa Aidan tidak bisa keluar begitu saja?

Aidan berdiri tegak, mencoba tetap tenang meskipun jelas terlihat ketegangan di wajahnya. “Saya hanya ingin membawa Rin keluar dari sini,” jawab Aidan, suaranya berat dengan tekad.

Luca mengangguk pelan. “Itu tidak semudah yang Anda pikirkan, Aidan. Rin ada di sini karena pilihan kami, dan keluar dari sini bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan hanya karena kemauan pribadi.” Luca melangkah lebih dekat, membuat Rin merasa semakin cemas.

“Kenapa kamu melakukan ini, Luca?” tanya Rin dengan suara yang sedikit gemetar. “Kenapa aku? Apa yang kamu inginkan dariku?”

Luca menatap Rin dengan tatapan yang tak terbaca. “Saya tidak ingin apa-apa darimu, Rin. Saya hanya melaksanakan tugas. Namun, jika kamu tetap di sini, saya jamin kamu akan belajar banyak hal yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya,” jawab Luca, suaranya tetap datar namun penuh ancaman.

Rin berusaha untuk tetap tegar, meskipun hatinya diliputi ketakutan. “Tugas apa yang kamu maksud?” tanyanya, mencoba menggali lebih dalam.

Luca mendekatkan wajahnya ke Rin, cukup dekat sehingga dia bisa merasakan hembusan napasnya. “Tugas yang melibatkan kamu, Rin. Kamu akan memahami semuanya, tetapi tidak sekarang. Sebaiknya kamu belajar untuk menunggu.”

Aidan menegur dengan suara keras, “Kamu tidak berhak mengancamnya seperti ini, Luca! Rin tidak ada hubungannya dengan permainanmu! Kalau kamu berpikir bisa menahannya di sini selamanya, kamu salah besar.”

Luca tersenyum, senyuman dingin yang tidak pernah mencerminkan rasa humor. “Aidan, jika kamu begitu peduli dengan Rin, lebih baik kamu berhenti berbicara. Setiap langkah yang kamu ambil di sini akan lebih berbahaya daripada yang kamu bayangkan.”

Suasana semakin tegang, dan Rin merasa perutnya mual mendengar ancaman itu. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa Aidan bisa begitu berani melawan Luca, sedangkan dia sendiri merasa terperangkap?

“Rin, dengarkan aku. Tidak ada yang lebih penting daripada keselamatanmu. Kita harus keluar dari sini,” Aidan berbisik dengan cepat. Tetapi Luca sudah melangkah lebih jauh, menyadari bahwa ada terlalu banyak yang perlu diungkapkan.

“Kalian berdua bisa berbicara sepuasnya, tapi ingat satu hal,” Luca menambahkan dengan tegas. “Semua ini sudah terlambat. Rin tidak akan kembali ke dunia lamanya. Dia akan menjadi bagian dari dunia yang lebih besar, lebih kuat... dan lebih berbahaya.”

Dengan kata-kata itu, Luca berbalik dan keluar dari ruangan, meninggalkan Aidan dan Rin dalam kecemasan yang semakin mendalam. Rin merasa ketakutan menyelimuti dirinya. Apakah dia akan selamat? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Semua ini lebih rumit daripada yang bisa ia bayangkan.

Aidan berbalik dengan wajah serius. “Aku akan mencari jalan untuk membebaskanmu, Rin. Percayalah, aku akan melakukan apa pun untukmu.”

Rin hanya bisa menatapnya dengan mata penuh kebingungan. Segalanya terasa begitu kabur, dan satu-satunya hal yang ia tahu adalah bahwa dia tidak bisa melarikan diri dari dunia ini dengan mudah.