Share

Bab 83

Author: Flower Lidia
last update Last Updated: 2025-10-19 20:13:19

Sepeda itu meluncur melewati jalan setapak, di sisi kanan mereka laut berkilau diterpa cahaya jingga. Suara burung camar dan tawa anak-anak kecil menambah hidup suasana.

Ziva yang awalnya canggung mulai ikut tertawa.

“Hei! Liat tuh, sunset-nya!” katanya sambil menunjuk ke arah cakrawala.

Reza menoleh sedikit, tersenyum. “Indah, ya?”

“Banget.”

“Lebih indah dari kamu juga masih kalah, sih.”

“Udah, Reza. Fokus ngendarainnya!”

Reza tertawa makin keras. “Iya, iya, kapten.”

Mereka melewati deretan kios suvenir dan aroma sate lilit yang baru dipanggang. Beberapa turis melambaikan tangan, dan Reza membalas dengan gaya lucu seperti pesepeda profesional yang menang lomba.

Ziva tertawa sampai matanya menyipit. “Kamu tuh bisa banget bikin aku malu di depan orang.”

“Yang penting kamu ketawa.”

“Dan kamu bikin aku gemas.”

“Gemes pengen peluk kan?”

“Gemes pengen dorong ke laut.”

Reza langsung tertawa terpingkal. “Oke, noted. Jangan naik sepeda deket laut lagi.”

Perjalanan itu berlanjut
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • DIJODOHKAN MAMA   147

    Mobil Reza melaju pelan di jalur kanan, meninggalkan area rumah sakit tempat Ziva baru selesai kontrol kandungan.Udara sore terasa lembab, langit tampak gelap seperti menahan hujan.Di kursi penumpang, Ziva sibuk memegangi perutnya sambil sesekali tersenyum kecil melihat jalanan.“Perasaan bulan lalu aku masih bisa jalan cepat, sekarang rasanya napas aja udah ngos-ngosan,” keluhnya.Reza menoleh sekilas. “Itu tandanya Dede bayi makin kuat dan besar. Kamu juga harusnya istirahat, bukan jalan-jalan terus.”Namun belum sempat menjawab tiba-tiba..“ZIVA! Pegangan!” teriak Reza spontan sambil injak rem kuat-kuat.Ban mobil berdecit keras. Tubuh Ziva tersentak ke depan, untung sabuk pengaman menahan tubuhnya dan Reza spontan mengulurkan tangannya menahan perut ziva.Reza langsung menatap ke depan, wajahnya berubah tajam. Sosok perempuan itu berdiri diam di tengah aspal, menatap mobil mereka lurus dengan pandangan kosong… tapi senyumnya—aneh.Ziva menatap lebih lama, dan jantungnya langsung

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 146

    “Minum dulu, biar tenang,” katanya sambil meletakkan gelas di meja.Ziva menerima gelas itu dan meneguk pelan. “Terima kasih,” ucapnya, suaranya masih pelan tapi lebih tenang daripada tadi.Reza duduk di sampingnya, menatap wajah Ziva yang terlihat lelah namun mulai pulih.“Besok kamu ada rencana apa?” tanyanya pelan sambil membuka roti isi miliknya.Ziva berpikir sebentar. “Hmm… awalnya aku mau ke butik bayi, cari perlengkapan tambahan. Tapi kayaknya istirahat di rumah aja dulu deh. Hari ini udah cukup drama.”Nada suaranya diselipi senyum tipis, meskipun matanya masih menyimpan sisa takut.Reza mengangguk. “Setuju. Aku juga udah bilang ke orang rumah buat gak ganggu kamu dulu. Kalau kamu mau belanja, aku yang handle. Tapi kalau kamu bosan di rumah, besok sore aku ajak kamu jalan-jalan, gimana?”Ziva menatap Reza, alisnya terangkat. “Jalan-jalan kemana?”“Ke tempat yang gak ada orang nyerang kamu pakai pisau,” jawab Reza dengan nada datar tapi mata berkilat geli.Ziva mendengus pelan

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 145

    Pisau itu mengenai meja — suara cling! tajam terdengar saat ujungnya menghantam permukaan kaca.Keduanya terengah-engah. Ziva memanfaatkan momen itu untuk menepis tangan Clara, membuat pisau itu terlepas dan jatuh ke lantai.Clara masih mencoba meraih, tapi suara pintu terbuka keras menghentikan segalanya.“Bu Ziva!” suara seorang petugas keamanan memecah kepanikan.Clara terpaku. Napasnya kacau. Ia melihat ke arah Ziva — wajah yang masih terengah, keringat menetes di pelipis.Beberapa orang langsung berlari masuk. Dua di antaranya berusaha menarik tubuh Clara dari belakang, sementara pegawai lain memegangi Ziva yang mulai kehilangan keseimbangan.“Lepas! Lepasin gue!!” Clara berteriak, masih berusaha mendekat.Pisau di tangannya bergoyang, hampir terlepas, sampai seorang pegawai laki-laki berhasil merebutnya“Lepasin aku!” Clara menjerit keras, matanya liar. “Dia harus bayar! Semua orang harus tahu siapa dia sebenarnya!!”Pisau nyaris jatuh, tapi Clara masih berusaha menarik diri.Zi

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 144

    “Eh, Mbak, tolong ambilin top coat di meja belakang ya,” pinta pegawai utama yang menjadi atasan langsungnya.Clara langsung mengangguk cepat. “Iya, sebentar.”Ia melangkah ke belakang ruangan, tapi langkahnya terasa berat.Begitu sampai di sudut ruangan, napasnya mulai memburu.Tangannya mengepal kuat.“Ziva…” gumamnya pelan. “Bahkan di tempat baru pun, kamu masih ada di depanku. Tapi kali ini, aku gak akan diam aja.”Ia menatap bayangan wajahnya di cermin kecil di dinding.Sorot matanya kini berbeda — dingin, tajam, dan menyimpan niat yang tidak bisa ditebak.Clara berdiri diam di meja kerja, menyiapkan alat-alat nail art yang berkilau di bawah cahaya lampu. Pisau kecil pembersih kutikula, gunting kuku, pinset, jarum halus untuk desain detail—semuanya tertata rapi di nampan logam perak.Namun di matanya, alat-alat itu seperti senjata.Ia mengusap permukaannya dengan kain basah, gerakannya pelan, presisi, dan… sedikit terlalu lama.Senyumnya tipis—terlalu tipis untuk disebut ramah.Z

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 143

    Begitu melangkah masuk ke Luna’s Nail & Spa, Ziva langsung disambut oleh aroma bunga mawar dan melati yang menenangkan.Tempat itu tampak mewah lantainya mengilap, dindingnya penuh cermin besar, dan di setiap sudutnya tercium wangi lembut lilin aromaterapi.“Selamat datang, Ibu Ziva,” sapa resepsionis dengan ramah sambil membungkuk kecil.“Ibu mau perawatan kuku seperti biasa?”Ziva tersenyum anggun, satu tangan menepuk tasnya pelan.“Hari ini aku pengen yang beda. Aku lagi hamil, jadi harus tampil lebih… berkarisma gitu.”Resepsionis menahan tawa kecil, lalu mengangguk sopan.“Tentu, Bu. Silakan ke ruang VIP. Nanti tim desain kami bantu pilihkan motif terbaik.”Ziva berjalan melewati deretan kursi pelanggan lain, langkahnya ringan, sepatu flat-nya berkilau setiap kali terkena cahaya lampu gantung kristal.Beberapa orang sempat melirik bukan karena sombong, tapi karena pesona Ziva memang menonjol tanpa usaha.Begitu duduk di kursi empuk warna pastel, seorang desainer kuku datang mem

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 142

    “Bayi dan ibunya meninggal secara misterius setelah proses persalinan di salah satu klinik swasta.”Musik dramatis video itu terdengar sayup, disertai foto hitam putih seorang ibu muda dengan senyum lembut, bersama bayi mungil yang baru lahir.Keterangan video menyebutkan bahwa penyebab pasti belum diketahui — entah karena kelalaian, atau gangguan medis yang belum terdeteksi.Ziva menatap layar lama, matanya pelan-pelan redup.“Ya Tuhan… segampang itu nyawa hilang,” gumamnya lirih, nada suaranya berubah lembut dan sendu.Ia menggulir kolom komentar, membaca berbagai reaksi netizen sebagian marah, sebagian sedih, sebagian lainnya malah nyinyir tanpa empati.“Kadang orang lupa… yang dilihat cuma hasil, bukan perjuangan,” katanya pelan, lebih pada dirinya sendiri.Terapis yang tadi sibuk memijat berhenti sebentar, menatap wajah Ziva di cermin.“Ada apa, Bu?” tanyanya hati-hati.Ziva tersenyum lemah. “Ah, gak apa-apa. Cuma lihat berita gak enak. Tentang ibu yang kehilangan nyawa waktu la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status